Kendati Presiden Prabowo Subianto sudah membatalkan kebijakan tersebut, namun gagasan untuk pembenahan distribusi LPG 3 kg agar lebih tepat sasaran tetap mendapat dukungan dari banyak kalangan.
Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Mulyanto menyatakan perlunya tahapan untuk menjadikan pengecer naik kelas sebagai sub pangkalan.
"Pada dasarnya, saya setuju dengan pelarangan pengecer gas melon bersubsidi untuk mengendalikan harga eceran tertinggi gas bersubsidi menjadi sekitar Rp17.500 per tabung di tingkat pangkalan. Tapi hal itu perlu persiapan yang matang, tidak
ujug-ujug diberlakukan secara drastis,” ujar Mulyanto dalam keterangannya, Selasa, 11 Februari 2025.
“Harusnya Pemerintah meningkatkan status pengecer menjadi pangkalan dengan persyaratan yang lebih longgar. Dengan demikian pendataan dan pengawasan distribusi gas melon bersubsidi akan menjadi lebih baik. Kalau ini terbentuk, maka distribusi gas melon ini mendekati sistem tertutup," tambahnya.
Mulyanto melihat kebijakan penghapusan pengecer secara mendadak dan serentak tersebut menimbulkan kepanikan di masyarakat. Bahkan menimbulkan korban.
Menurutnya, untuk daerah-daerah remote, penghapusan pengecer membuat masyarakat akan membeli gas melon di tempat yang lebih jauh.
"Saya setuju kalau jalan tengahnya adalah dengan meng-
upgrade statusnya, dari pengecer menjadi pangkalan, agar pengawasan dan harga terkendali, serta jarak dari rumah warga ke tempat distribusi gas melon tidak berubah," jelasnya.
Untuk itu, lanjut dia, Pemerintah harus mempermudah administrasi peningkatan status dari pengecer menjadi pangkalan gas melon.
“Apalagi untuk daerah-daerah remote. Sebelum
upgrading dilakukan, sebaiknya tetap menggunakan sistem pengecer yang eksisting,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: