Hal itu disampaikan Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) yang juga mengharapkan kelas jalan non tol juga harus dinaikkan agar truk-truk yang mengangkut pupuk hingga ke lini IV atau kios pengecer di kecamatan dan desa-desa tidak mengalami kesulitan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) APPI Achmad Tossin Sutawikara dalam pernyataannya yang dikutip Selasa (2/7) mengutarakan, saat ini PT Pupuk Indonesia (Persero) Grup, baru mengimplementasi ketentuan Zero ODOL di wilayah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Tapi, penerapannya juga tidak bisa sepenuhnya Zero ODOL dan harus ada toleransinya sebesar lima persen.
“Kontrak jasa angkutan darat yang berlaku saat ini di daerah-daerah tersebut sudah menerapkan ketentuan Zero ODOL, tapi dengan toleransi lima persen sesuai timeline yang ditetapkan Dirjen Hubdat,” katanya.
Untuk wilayah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara, menurut Tossin, saat ini dalam proses tender untuk periode kontrak baru per 1 Agustus 2024 dengan pemberlakukan ketentuan Zero ODOL toleransi lima persen.
Sulit untuk menerapkan kondisi truk yang benar-benar mengikuti Zero ODOL jika tidak ada toleransi. Hal itu berkaitan dengan faktor biaya, yang pada akhirnya membuat harga pokok produksi atau HPP ikut naik.
“Kita akan negosiasikan bahwa kita bisa mengikuti Zero ODOL dengan toleransi lima persen saat rapat nanti dengan Kemenhub, Kementerian PUPR, dan Korlantas,” tukasnya.
Pemerintah perlu memperhatikan bagaimana kondisi di lapangan yang sesungguhnya sebelum menerapkan kebijakan Zero ODOL.
“Jangan sampai kebijakan Zero ODOL ini nantinya hanya menambah kesulitan bagi industri untuk menjalankannya,” ucapnya.
Ia mencontohkan, truk 16 ton jika mengikuti kebijakan Zero ODOL maka truk itu hanya bisa memuat pupuk sebanyak 8 ton saja.
Dengan 16 ton itu, HPP atau penjumlahan dari biaya produksi dan distribusi misalkan Rp100. Tapi, jika mengikuti Zero ODOL, berarti truk yang tadinya membawa pupuk sebanyak 16 ton itu hanya bisa mengangkut 8 ton saja. Artinya, butuh dua truk untuk membawa muatan 16 ton. HPP-nya juga otomatis menjadi naik dua kali lipat menjadi Rp 200.
“Nah, untuk meminimalkan kenaikan besaran HPP inilah kita minta agar ada toleransi sebesar lima persen dari muatan Zero ODOL. Ini yang akan kita negosiasikan nanti dengan Kemenhub untuk menjadi berapa ton toleransinya,” terang Achmad Tossin.
Perubahan HPP pupuk juga akan menjadi persoalan terhadap besaran subsidi.
“Itu kan akan menjadi beban pemerintah nantinya. Karena, sekarang ini pemerintah menyediakan biaya subsidi pupuk itu kuantum, yaitu 9 juta ton dikali dengan HPP. Jadi, kalau HPP-nya naik, otomatis subsidi juga akan naik,” tuturnya.
Begitu juga untuk pupuk komersial, Zero ODOL ini jelas-jelas akan mempengaruhi daya saing. Jika harga jual pupuknya semakin mahal, otomatis penjualannya juga akan menurun. Ini akan berpengaruh terhadap keterjangkauan petani sehingga berpotensi petani tidak dapat melakukan pemupukan sesuai dosis yang direkomendasikan.
Selain itu, Tossin mengatakan APPI juga akan menyarankan agar kelas jalan non tol dinaikkan sebelum diterapkannya kebijakan Zero ODOL. Jika tidak, menurutnya, truk-truk yang mengangkut pupuk hingga ke lini IV atau kios-kios pengecer yang ada di kecamatan-kecamatan dan desa-desa akan mengalami kesulitan.
“Terkait dengan aksesibilitas ke Gudang lini IV, disarankan agar kelas jalan yang dilalui truk-truk komoditas pupuk itu dapat dinaikkan yang semula kelas III menjadi kelas I agar truk memiliki lebih banyak opsi jalan untuk dilewati,” ujarnya.
Seperti diketahui, kata Tossin, kebijakan Zero ODOL ini menjadi tantangan bagi produsen pupuk untuk terus memenuhi kebutuhan pupuk sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena kebijakan Zero ODOL otomatis akan menambah jumlah perjalanan truk dalam mengangkut kuantum yang sama, sehingga jumlah truk yang dibutuhkan akan lebih banyak dari sebelum kebijakan Zero ODOL diberlakukan.
Dia menuturkan, dari jumlah alokasi pupuk yang menjadi kewajiban Pupuk Indonesia sebanyak 9,04 juta ton, saat ini diangkut oleh 361.600 perjalanan (rit). Dengan kebijakan Zero ODOL, angkutan truk diperkirakan akan menjadi 502.222 rit.
Kondisi ini memang telah dipahami bersama antara produsen dengan perusahaan jasa angkutan pupuk, sebagai bagian dari komitmen untuk mengutamakan keselamatan angkutan di jalan raya, sekaligus juga menjaga agar kebutuhan pupuk nasional dapat tetap terpenuhi.
“Zero ODOL ini tentu akan meningkatkan biaya angkutan. Namun, karena pengiriman ke petani harus tetap dijaga, maka peningkatan biaya itu harus seminimal mungkin. Ini yang dipahami dan disepakati bersama antara produsen dan jasa angkutan,” katanya.
BERITA TERKAIT: