Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Survei DFW Indonesia: Kebijakan PIT Minim Sosialisasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Rabu, 22 November 2023, 20:12 WIB
Survei DFW Indonesia: Kebijakan PIT Minim Sosialisasi
Konferensi Pers DFW Indonesia di Jakarta, Rabu (22/11)/Ist
rmol news logo Jelang implementasi Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) di tahun 2024, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia bersama Ocean Solutions Indonesia (OSI) dan Universitas Teknologi Muhammadiyah (UTM) melakukan survei terkait respons stakeholder perikanan terhadap kebijakan tersebut.
 
“Kebijakan ini masih menjadi polemik di antara nelayan yang merupakan pihak yang terdampak secara langsung dari kebijakan ini. Kami memandang PIT dapat berpotensi menjadi sarana privatisasi laut dan hanya menguntungkan segelintir orang saja, khususnya nelayan skala industrial,” ungkap peneliti DFW Indonesia, Felicia Nugroho dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (22/11).

Lanjut dia, di tengah perdebatan publik atas kebijakan PIT yang masih memanas, pihaknya telah mengadakan jajak pendapat melalui survei dalam jaringan untuk memetakan tanggapan masyarakat terdampak atas kebijakan PIT.
 
“Melalui survei ini, responden menggarisbawahi permasalahan utama antara lain sosialisasi yang belum efektif, pemahaman terbatas, dan ketidaksiapan infrastruktur di lapangan,” jelasnya.

Survei dibagikan dalam jaringan pada tanggal 11 Oktober sampai dengan 4 November dengan total 202 responden di 14 provinsi di Indonesia. Responden didominasi oleh pelaku usaha perikanan (28 persen), disusul oleh awak kapal perikanan (20 persen) dan nelayan skala kecil (19 persen). Berdasarkan domisili, pengisi survei paling banyak berada di Sulawesi Utara (23,88 persen), Maluku (15,42 persen), dan Sulawesi Tenggara (12,99 persen) dengan wilayah tangkapan di zona 3 (43 persen) dan zona 2 (21 persen).
 
Sambung Felicia, responden survei mengindikasikan PIT hanya dipahami secara parsial atau sebatas penangkapan ikan berbasis kuota, perubahan formula perizinan penangkapan ikan terukur, penangkapan ikan berbasis zona, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pasca produksi.

“Menurut kami, pemahaman yang parsial memungkinkan apabila pemahaman PIT didapat dari sumber sekunder seperti media sosial dan media massa, dibandingkan pihak pelabuhan atau perwakilan pemerintah. Fakta ini menunjukan pemerintah belum proaktif dalam menyebarluaskan informasi tentang PIT,” bebernya.

Padahal, lanjut dia, kebijakan PIT lebih dari sekadar pengaturan zonasi, atau pun penangkapan ikan berbasis kuota. Pihak yang terdampak dari kebijakan ini seharusnya memahami dampak implementasi kebijakan ini dalam kehidupan sehari-hari mereka.
 
“Namun, 36 persen responden menjawab PIT tidak bermanfaat, 10 persen menambah pendapatan negara, 15 persen keberlanjutan lingkungan dan kelestarian laut, dan 13 persen pemerataan kuota tangkapan,” ungkapnya.
 
Felicia menjelaskan sebanyak 48 persen responden mengaku telah mendapat sosialisasi dari pemerintah. Namun, pengetahuan minim dan belum menyeluruh menunjukkan masih belum efektifnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah.

Hal itu terlihat dari responden mengakui materi didominasi oleh pemungutan PNBP, penjatuhan sanksi apabila tidak mematuhi aturan, serta perubahan mekanisme perizinan.
 
“Adapun sosialisasi dilakukan dengan undangan oleh pemerintah secara daring melalui zoom (24 persen), dilakukan dalam jaringan pemerintah melalui pelabuhan (23 persen), atau diinformasikan secara langsung oleh syahbandar (11 persen),” ungkapnya lagi.

Selain itu, sosialisasi tidak dilakukan secara menyeluruh kepada tiap-tiap kelompok nelayan. Responden yang terdiri dari pemilik kapal 5 GT sampai lebih dari 30 GT, nelayan skala kecil dengan kapal <5GT, pelaku usaha perikanan, dan pengurus kapal, 48 persen menyatakan pernah ada sosialisasi.

“Sisanya sejumlah 27 persen mengaku tidak pernah ada sosialisasi dan 25 persen tidak tahu adanya sosialisasi. Sosialisasi tidak menyasar pada nelayan kecil, namun hanya pengurus dan pemilik kapal. Hal ini terlihat dimana hasil jajak pendapat yang menyatakan pernah mendapatkan sosialisasi adalah pengurus dan pemilik kapal (16 persen) sedangkan hanya 4 persen nelayan skala kecil yang menyatakan pernah mendapatkan sosialisasi,” bebernya lagi.

Menurut Felicia, kurangnya sosialisasi pemerintah kepada pelaku usaha dan nelayan terkait pelaksanaan aturan PIT (penerapan kuota, e-PIT, dan PNPB pasca produksi) menyebabkan ketidakjelasan informasi yang diterima.

Situasi ini menunjukan sosialisasi tidak dijalankan secara substansial, sehingga ditengarai minim kajian.

“Sosialisasi tidak boleh hanya dilakukan ketika kebijakan sudah selesai dan ditetapkan, tetapi harus sejak awal mula kebijakan dirumuskan,” imbuhnya.

“Selain itu, materi sosialisasi tidak hanya sebatas informasi tentang implementasi aturan, tetapi juga dasar-dasar ilmiah dan yuridis kenapa aturan tersebut diperlukan, dampak yang akan terjadi, dan proses perumusan kebijakan sejak awal,” pungkas Felicia. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA