Demikian disampaikan ekonom senior Faisal Basri kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (13/3). Ia mengungkapkan, kasus ini seharusnya tidak terjadi apabila pemerintahan Presiden Joko Widodo menjalankan amanat undang-undang dengan membentuk lembaga penjamin polis.
Pasalnya, lembaga ini bisa dijadikan lembaga pengawasan dalam hal investasi lembaga keungan nonbank (asuransi) yang aman.
Tapi nyatanya pemerintah terlihat abai, termasuk Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati yang cuek ketika diminta untuk membentuk lembaga tersebut.
"Waktu merebak Jiwasraya saya sampaikan
concern. Waktu itu ada yang bicara kewajiban negara yang abai UU tentang polis. Kemenkeunya juga cuek. Abai karena memandang polis asuransi kecil," kata Faisal Basri.
Padahal, lanjut Faisal Basri, jika merujuk pada UU Asuransi yang ditandatangani oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di tahun 2013, dijelaskan manfaat dari lembaga penjamin polis.
"Maka saya
concern ke UU yang ditandatangani Pak SBY 3 hari sebelum selesai menjabat. Harusnya itu kita sejak 2017 udah ada ini (lembaga penjamin polis)," pungkas Faisal Basri.
Berdasarkan hitungan terbaru dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), jumlah kerugian negara akibat skandal Jiwasraya meningkat dari hitungan awal sebesar Rp 13,4 triliun menjadi Rp16,81 triliun.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: