Industri Perhotelan Resah

Regulasi Mencekik, Aplikasi Digital Menjamur

Selasa, 13 November 2018, 09:44 WIB
Industri Perhotelan Resah
Foto/Net
rmol news logo Industri perhotelan dan pariwisata mengaku resah dengan semakin menjamurnya aplikasi pemesanan kamar. Ditambah, regulasi pemerintah soal retribusi yang mencekik kantong pengusaha.

Wakil Ketua Umum Per­himpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengungkapkan, ban­yak penyedia platform wisata digital tidak berbadan hukum. "Kami resah. Seharusnya aplikasi digital memiliki ba­dan usaha tetap," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Dampak dari banyaknya ap­likasi dan platform yang tidak berbadan hukum menyebabkan hilangnya potensi penambahan pendapatan asli daerah (PAD) untuk kawasan pariwisata. Hal ini jadi menciptakan persaingan tidak sehat.

Selain itu ada beberapa risiko karena mudahnya memesan kamar melalui on­line, sehingga aspek safety bisa dipertaruhkan. Hal ini menyebabkan kamar hotel rentan menjadi fasilitas kegiatan terlarang, seperti tero­ris atau bahkan prostitusi.

Ada juga beberapa kebi­jakan dan perundang-undangan yang selama ini meng­hambat daya saing industri perhotelan dan pariwisata. "Kebijakan pajak dan retri­busi daerah, bentuk perizinan yang tidak lagi sesuai dengan dinamika industri," tuturnya.

Menurut dia, pengusaha perhotelan mengeluhkan Per­aturan Pemerintah (PP) No 55 Tahun 2016 tentang Pajak Daerah dan Detribusi Daerah (PDRD). "Masa complimen­tary di hotel dan restoran juga dikenakan pajak," katanya.

Pengusaha juga mengeluh­kan Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemun­gutan Pajak Daerah. "Ini kan daerah supaya cepat menin­gkatkan PAD akhirnya kon­sumen yang kena," ucapnya.

Pelaku usaha perhotelan juga khawatir dengan pem­bahasan antara pemerintah dan DPR terkait Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air. Pelaku industri perhotelan menilai RUU ini, jika gol akan membangun ketidak pastian usaha.

"Pemberian izin penggu­naan sumber daya air un­tuk kebutuhan usaha kepada pihak swasta dapat dilakukan dengan syarat tertentu dan ketat," tukasnya.

Deputi Pengembangan In­dustri dan Kelembagaan Ke­menterian Pariwisata Rizki Handayani mengatakan, pengusaha harus mulai mem­buka diri dengan aplikasi pemesanan kamar. Peme­san kamar memakai aplikasi diramal akan mendominasi seiring permintaan yang terus meningkat.

"Milenial cenderung meng­gunakan jasa-jasa perjalanan wisata yang berbasis aplikasi, bukan konvesional. Hal ini tentu menjadi salah satu tan­tangan besar bagi pelaku bisnis pariwisata di Tanah Air untuk segera menyesuaikan model bisnis mereka sesuai dengan tuntutan pasar," tuturnya.

Asdep Manajemen Strategis Kemenpar Frans Teguh mengatakan, di era digital saat ini, kaum milenial merupakan pemeran utama dalam hal teknologi. "Kaum Generasi Y ini mudah terlihat dengan kegemaran mereka berwisata dan lebih senang bepetualang, dibandingkan dengan generasi sebelumnya," kata Frans.

Wisatawan milenial akan terus tumbuh dan menjadi pasar utama. Diproyeksikan pada tahun 2030 mendatang, pasar pariwisata Asia di­dominasi wisatawan milenial berusia 15-34 tahun mencapai angka 57 persen. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA