"Karena program B30 berjalan baik dan tidak ada masalah, jadi tidak ada alasan untuk menunda mandatory B30," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Bahkan, kata Tumanggor, program B20 bisa meningkatkan penghasilan petani karena hasil sawit mereka diserap industri biodiesel. Dan, yang terpenting, program mandatory ini membuat udara jadi bersih sehingga bisa menurunkan karbon sesuai denÂgan perjanjian Paris.
Menurut dia, jika program B30 berjalan sesuai waktu, maka konÂsumsi biodiesel akan naik. Efeknya harga
crude palm oil (cpo) akan naik dan penerimaan negara dari pajak akan naik. Karena itu, kalau ada masalah atau kekurangan sebaiknya dicari penyelesaiannya. "B30 bisa menghemat devisa negera karena impor solar berkurang," tukasnya.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati IndoÂnesia (GIMNI) Sahat Sinaga meminta, pemerintah melakukan investigasi sebelum menunda penerapan mandatory biodiesel B30 seperti yang diusulkan Dewan Energi Nasional (DEN). Investigasi perlu dilakukan unÂtuk mengetahui kekurangannya sehingga bisa diperbaiki.
"Pemerintah harus investasi ini. Jangan cuma asal dengar-dengar saja terus langsung main tunda," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Ia mengatakan, DEN juga seharusnya mendiskusikan lebih lanjut kepada industri sawit sebelum mengusulkan untuk menunda penerapan mandaÂtori biodiesel B-30. "Kita duduk dulu sama-sama baru sampaikan hasilnya," cetusnya.
Sahat mengakui, saat ini penyerÂapan biodiesel B20 memang belum maksimal. Tapi, hal tersebut juga tidak bisa dijadikan alasan untuk menunda penerapan mandatory biodiesel B30 pada 2020. "Saat ini penyerapan baru 1,5 juta kiloliter. Tapi seharusnya pemerintah cari cara agar penyerapan bisa lebih maksimal. Jadi bukan cari-cari kesalahan saja," kata Sahat.
Dia menambahkan, produsen dalam negeri akan kehilanÂgan gairah untuk memproduksi biodiesel jika mandatori B30 ditunda. "Bahkan bisa saja nanti ada yang menghentikan produkÂsinya karena dianggap biodiesel ini tidak punya masa depan yang baik," tuturnya.
Sahat berharap, pemerintah konsisten dalam menjalankan mandatory biodiesel. "Kalau ada masalah kita selesaikan sama-sama," tukasnya.
Sekretaris Jenderal GabunÂgan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar SiÂtanggang mengatakan, proÂgram mandatory biodiesel harus tetap berjalan. Program tersebut memberikan dampak yang sanÂgat positif bagi pertumbuhan industri biodiesel dan perekoÂnomian nasional. "Biodiesel bukan sekadar substitusi solar impor dan penghemat devisa, tapi juga menciptakan pasar baru biodiesel yang tumbuh sangat signifikan," ujarnya.
Ia mengatakan, pengusaha dan negara meraup banyak keuntungan dengan adanya program tersebut. "Permintaan biodiesel semakin meningkat baik dalam maupun luar negeri. Hal ini tentu menjadi keuntungan besar buat pengusaha dan negara," ungkapnya.
Menurutnya, tidak ada pilihan lain selain terus meningkatkan penggunaan biodiesel demi mengatasi masalah energi doÂmestik. "Kebijakan mandatori ini harus diperkuat. Itu komitÂmennya. Bukan justru dilemahÂkan," kata Togar.
Sebelumnya, DEN meminta pemerintah menunda rencana penerapan bahan bakar dengan campuran kandungan B30 pada 2020 mendatang. Pasalnya, penÂerapan bahan bakar campuran B20 saja belum maksimal karena masih memiliki banyak kendala.
Anggota DEN Syamsir Abduh mengatakan, kendala penerapan B20 datang hampir pada semua lini yang diharapkan mengguÂnakan campuran bahan baku itu. Mulai dari kendaraan alat berat, alat utama sistem persenjataan (alutsista), hingga lokomotif kereta api. ***
BERITA TERKAIT: