Dihambat Perizinan, Jumlah Investor Di Sektor Migas Menurun

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/dede-zaki-mubarok-1'>DEDE ZAKI MUBAROK</a>
LAPORAN: DEDE ZAKI MUBAROK
  • Jumat, 02 Juni 2017, 21:15 WIB
Dihambat Perizinan, Jumlah Investor Di Sektor Migas Menurun
rmol news logo Pelaku usaha industri migas kerap terhambat perizinan di tingkat pusat maupun daerah. Akibat iklim bisnis yang tidak ramah ini, berbagai lelang sumur migas di Indonesia pun kian sepi peminat.

Kepala Divisi Formalitas SKK Migas, Didik Sasono Setyadi, menyatakan, kemajuan industri migas tidak semata karena cadangan, teknologi, pasar, SDM atau manajemen. Tetapi juga sangat tergantung hambatan non teknis.

"Kita mencari tanah susah, ngebor paling cuma 2 hingga 3 bulan. Tapi cari lahannya itu lama minimal 2 tahun. Yang aneh Bupati, bahkan Camat, enggak kasih izin. Infrastruktur itu penting, bagaimana kita mau ngomongin migas sebagai 70 persen sumber pemasukan negara kalau infrastruktur tidak disiapkan. Belum lagi ngurus perizinan lahan bisa sampai 271 hari,” katanya, saat diskusi bertema Tantangan Pengelolaan dan Pengembangan Migas Untuk Kesejahteraan Rakyat, di Gedung Graha Pena, Jakarta, Jumat (2/6).

Senada, Asisten Deputi 1 Kantor Staf Kepresidenan, Didi Setianto, menyatakan iklim bisnis migas belum ramah. Padahal jika tidak ada terobosan dalam menarik investasi untuk eksplorasi dan eksploitasi migas, produksi migas makin menipis di kisaran 200 ribu hingga 300 ribu  barel per hari, sangat timpang dari kebutuhan 1,6 juta barel per hari.

"Yang menjadi dilema negara masih harus  memberikan subsidi BBM. Memang Pertamina itu harus memblending Pertamax dengan Oktan yang lebih rendah untuk menghasilkan Premium (Oktan 88), yang mana ongkos blendingnya bikin tambah mahal. Tapi kalau langsung dihapuskan subsidi ini, masyarakat disuruh naik ke Pertamax yang selisihnya Rp 2000 bagi rakyat adalah tantangan," kata dia.

Pemerintah harus ramah terhadap investor agar tercipta eksplorasi kilang baru. Dicontohkan, Pertamina dengan kelebihan dan kekurangannya mempunyai blok di Irak di atas 15 persen, serta di Aljazair dan Angola.

"Mereka juga akan ekspansi ke Rusia kerjasama kilang Tuban. Seperti ini harusnya didukung," kata dia.

Mashuri, dari Forum Kajian Energi sekaligus wartawan senior Rakyat Merdeka, menambahkan, agar migas dapat dinikmati oleh rakyat maka harus melibatkan semua pemangku kepentingan. Artinya, tidak hanya menjadi tugas pemerintah.

"Pemangku kepentingan lintas sektoral duduk bersama, tanpa itu kita tidak bisa. Kita tidak bisa mengandalkan industri migas sendiri meski masuk dalam Kementerian Dalam Negeri," jelasnya. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA