Menteri Sri Pede Kemiskinan Turun Hingga Single Digit

Kuliahi Mahasiswa Unsyiah

Jumat, 06 Januari 2017, 09:14 WIB
Menteri Sri Pede Kemiskinan Turun Hingga Single Digit
Sri Mulyani Indrawati/Net
rmol news logo Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengung­kapkan, saat ini kemiskinan di Indonesia tercatat 10,9 persen dari populasi. Pemerintah me­nargetkan angka kemiskinan terus menurun.

"Kita targetkan masuk pada single digit. Ini menjadi tan­tangan sendiri bagi Indone­sia," kata Sri Mulyani saat memberikan kuliah umum kepada mahasiswa Universi­tas Syiah Kuala (Unsyiah) di AAC Dayan Dawood, Banda Aceh, kemarin.

Ani-panggilan akrab Sri Mulyani menuturkan, usa­ha untuk menekan angka kemiskinan bagi masyarakat hingga masuk pada angka sembilan persen sudah di­lakukan sejak pemerintah Orde Baru. Menurutnya, kini penurunan angka kemiskinan di Indonesia semakin baik. Selama 10 tahun terakhir, angka kemiskinan terus menu­run. Pada tahun 2007, angka kemiskinan di Indonesia sem­pat di angka 17 persen.

Namun demikian, Ani menerangkan, menurunkan kemiskinan di bawah 10 persen bukan perkara mudah. Karena, karakter kemiskinan semakin rumit dan dalam. Yang harus diwaspadai jika kemiskinan masih berada di atas 10 persen. Karena, hal tersebut mengindikasi­kan terjadi ketimpangan antara kelompok pendapatan masyarakat.

"Mereka yang memiliki pendapatan sangat tinggi, dan menguasai akses negara yang begitu banyak, berbanding dengan mayoritas masyarakat Indonesia, yang bahkan tidak memiliki aset. Ketimpangan ini menjadi momok bagi sejumlah negara bagi pem­bangunan," katanya.

Dua hari lalu, Presiden Jokowi meminta jajaran­nya pada tahun ini dan 2018 fokus untuk mengurangi kes­enjangan dan ketimpangan ekonomi secara nasional. Pasalnya, saat ini indeks gini rasio Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 0,397.

"Kita harus kerja keras mati-matian dalam rangka menurunkan angka kesenjan­gan kita," kata Jokowi.

Tak hanya kesenjangan antara si kaya dan si mis­kin, Jokowi meminta agar pemerintah juga fokus pada kesenjangan antar wilayah. Diharapkan, hal ini mampu untuk memperkecil indeks gini rasio di Indonesia.

Sementara itu, Kepala Bi­dang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Iistimewa Yogyakarta (DIY), Soman Wisnu Dharma me­laporkan terjadi peningkatan kemiskinan di Kota Gudeg. Berdasarkan data terakhir yang tercatat BPS. Pada Sep­tember 2016, jumlah warga miskin di DIY ada sekitar 488.830 jiwa. Jumlah terse­but lebih banyak diband­ing periode September 2015 yakni 485.560 jiwa. "Setahun terjadi peningkatan 3.270 orang," ungkap Soman.

BPS mensinyalir kenaikan kemiskinan dipicu penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga pangan. BPS mengukur kemiskinan juga berdasarkan pada kebutuhan dasar. Nilai kebutuhan dasar minimum digambarkan dengan garis kemiskinan (GK) yaitu batas minimum pengeluaran per kapita per bulan untuk me­menuhi kebutuhan makanan dan non-makanan yang akan memisahkan seseorang tergo­long miskin atau tidak.

Dari analisa yang dilakukan BPS, ternyata lima komodi­tas makanan memberikan kontribusi kemiskinan di perkotaan. Masing-masing beras, daging sapi, rokok filter, kue basah, dan telur ayam ras. Sementara di pedesaan adalah beras, rokok kretek filter, dag­ing sapi, telur ayam ras, dan bawang merah.

Komoditas non-makanan yang berpengaruh dan mem­berikan sumbangan besar pada garis kemiskinan di perkotaan atau pun pedesaan yaitu perumahan, bensin, pendidikan, dan listrik. Ko­moditas lain yang termasuk dalam lima besar di pedesaan adalah kayu bakar, sedang­kan di perkotaan biaya kesehatan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA