Kenapa Pajak Inalum Lebih Berat Dari PLN? Mestinya Sama

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 14 Desember 2016, 15:55 WIB
Kenapa Pajak Inalum Lebih Berat Dari PLN? Mestinya Sama
Ilustrasi/Net
rmol news logo Perbedaan besaran pajak antara PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dikritik.

Kalau ke PLN lebih rendah, kenapa ke Inalum dikenakan pajak lebih berat. Pajak PAP (pajak air permukaan) itu obyektif, bukan subyektif, jadi mestinya diberlakukan sama,” kata Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Prof Gunadi di Jakarta, Rabu (14/12).

Prof Gunadi menekankan, baik PLN maupun PT Inalum sama-sama produk listrik sehingga tidak selayaknya besaran pajak kedua perusahaan negara ini dibedakan.

Ia juga meminta agar Peraturan Daerah yang dikeluarkan Pemprov tidak memberatkan perusahaan-perusahaan milik negara. Seperti yang dialami Inalum, menurut  ketua Tax Center FISIP UI ini, Perdanya begitu membebani perusahaan aluminium terbesar itu.

"Pajak itu ibarat piara ayam, harus dirawat baik-baik ayamnya. Telornya yang diambil, jangan ayamnya. Jadi jangan ayamnya disembelih. Telornya saja diambil, sehingga bisa terus berproduksi," cetusnya.

Gunadi juga menekankan, pentingnya kerjasama yang baik antara Pemprov Sumut dengan PT Inalum dan perusahaan-perusahaan BUMN lainnya. Selain kerjasama, Pemprov Sumut mestinya kata turut menjaga dan membina agar perusahaan di daerah Sumut tetap maju.

"Jadi Inalum ini harus dijaga bersama biar hidup, sehingga berkontribusi terhadap pajak daerah secara terus-menerus, jangan sampai Inalum bangkrut gara-gara masalah ini,” ujar dia.

Ketika disinggung tentang konflik pajak Inalum dan Pemprov Sumut yang  berkepanjangan sehingga harus dibawa ke Pengadilan Pajak, Gunadi menyayangkan hal itu terjadi. Mestinya kata dia, persoalan ini cukup diselesaikan di lingkungan Pemprov dan DPRD Sumut.

"Ini perlu intervensi DPRD dan Pemerintah, ini terasa memberatkan sekali. Ini kewenangan DPRD di sana untuk mengevaluasi secara berkelanjutan dan segera clear," tandasnya.

Diketahui, Persoalan kisruh PAP antara Inalum dengan Pemprov Sumut sebenarnya sangat mendasar, yakni soal perbedaan pandangan mengenai tafsir atas Pasal 9 ayat (3) UU 28/2009. Dalam pasal itu disebutkan bahwa khusus penetapan harga dasar untuk pemakaian dan/atau pemanfaatan oleh pembangkit listrik sebesar Rp 75,-/Kwh.

PT. Inalum dikategorikan sebagai subjek pajak untuk pemakaian dan/atau pemanfaatan Air Permukaan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) Pergubsu (sebagai pembangkit listrik).

Maka harga dasar Air Permukaan adalah sebesar Rp 75/Kwh yang berarti dihitung dari Kwh yang dihasilkan dan bukan berdasarkan kubikasi air mengalir untuk golongan industry K-I. Ini yang betul dan berkeadilan.[wid]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA