Danny Darussalam Tax CenÂter (DDTC) memprediksi penerimaan pajak tahun depan akan tembus sekitar Rp 1.226,09 triliun atau 94-95 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara PerubaÂhan (APBN-P) 2016 sebesar Rp 1.307,6 triliun.
"Proyeksi itu telah memperÂtimbangkan adanya perlamÂbatan ekonomi, tingkat inflasi, program pengampunan pajak, dan berbagai hal lainnya," kata Partner,
Tax Research & Training DDTC Bawono Kristiaji dalam konferensi pers
Outlook dan Tantangan Sektor Pajak di 2017 di Jakarta kemarin.
Dari kajian tersebut, menuÂrut Kristiaji, mengkonfirmasi bahwa APBN2017 disusun lebih realistis dan kredibel. Hal ini patut diapresiasi karena artinya pemerintah memberikan ruang relaksasi tanpa embel-embel target yang berpotensi memberiÂkan tekanan kepada wajib pajak di tengah situasi ekonomi yang belum menentu.
Namun demikian, Bawono menuturkan, ada pekerjaan ruÂmah yang harus diselesaikan. Menurutnya, penggunaan indikaÂtor tax ratio tidak sepenuhnya tepat dalam mengukur kinerja penerimaan. Meskipun tax ratio dapat dijadikan indikasi sejauh mana kapasitas aktivitas ekonomi mampu diterjemahkan.
Dalam dokumen Nota Keuangan dan Rancangan APBN2017, salah satu fokus kebijakan perpajakan pemerintah adalah mengupayakan peningkatan rasio pajak terhadap PDB menÂjadi 13-14 persen pada 2018 dan 2019. Padahal, tahun depan, tax ratio dari penerimaan perpajakan diperkirakan hanya akan mencapai 10,93 persen.
"Ini artinya, pemerintah harus bekerja ekstra keras untuk memperoleh lompatan tax ratio di tahun-tahun sesudahnya," jelasnya.
Untuk penerimaan pajak tahun ini, bawono mengungkapkan, pihaknya memproyeksi hanya berkisar Rp 1.148,8 triliun atau 85 persen dari target APBNP 2016. Capaian lebih baik ketimbang penerimaan tahun lalu yang cuma 82 persen dari target.
"Bu Sri Mulyani memperkiraÂkan
shortfall Rp 219 triliun, kami prediksi hanya Rp 207 triliun dari target Rp 1.355,2 triliun," ungkapnya.
Bawono menerangkan, proyeksi penerimaan pajak 2016 mempertimbangkan penerimaan pajak dalam dua bulan terakhir (November-Desember) yang diprediksi mengalami lonjakan lebih dari 10 persen. Sementara rata-rata penerimaan pajak per bulan hanya 5,5 persen dari tarÂget di periode Januari-Agustus 2016. Selain itu, mempertimÂbangkan kontribusi pendapatan program pengampunan pajak (tax amnesty) periode I. "Uang tebusan Rp 91 triliun di periode I ini bisa membuat lonjakan penerimaan di September lalu yang tadinya hanya 44 persen menjadi 56,5 persen," tuturnya.
Kasus Korupsi Petugas Pajak Managing Partner DDTC, Darussalam yakin kasus korupsi Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak, Handang Soekarno tidak akan mengganggu target penerimaan pajak 2016 dan 2017.
"Kasus itu tidak ada pengaruhnya baik jangka pendek mauÂpun panjang. Karena KementeÂrian Keuangan bergerak cepat menenangkan masyarakat," katanya.
Selain itu, lanjut Darussalam, Sri Mulyani telah menyampaiÂkan akan segera membentuk tim khusus reformasi perpajakan. Dia yakin, oknum yang tertangÂkap KPK tidak mencerminkan kondisi petugas pajak secara keseluruhan.
Seperti diketahui, KPK meÂnangkap Hadang Soekarno karena diduga menerima suap Rp 1,9 miliar dari Direktur PT. E.K Prima Ekspor Indonesia, Ras Rajamohanan Nair. Suap tersebut diberikan dengan tuÂjuan agar Hadang membantu menyelesaikan persoalan pajak perusahaan tersebut senilai 78 miliar. ***
BERITA TERKAIT: