Jokowi Diwanti-wanti, Revisi PP 52-53 Mengancam Kedaulatan NKRI!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Sabtu, 12 November 2016, 18:26 WIB
Jokowi Diwanti-wanti, Revisi PP 52-53 Mengancam Kedaulatan NKRI<i>!</i>
Arief Poyuono/Net
RMOL. Serangan asing terhadap perekonomian tengah dilakukan melalui rencana revisi PP 52 dan 53 terkait Penurunan Tarif Interkoneksi dan terkait Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra bidang Buruh dan Ketenagakerjaan, Arief Poyuono menegaskan, revisi tersebut mengancam kedaulatan NKRI.

"Karena spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas yang seharusnya dikuasai negara menjadi dikuasai asing," terang dia dalam surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Sabtu (12/11).

Arief mengatakan, sebagai negara berkembang yang memiliki pertumbuhan sektor komunikasi yang cukup bagus, wajar jika kemudian hal itu menarik minat perusahaan asing. Mereka merasa mengeluarkan modal kecil, namun memperoleh keuntungan besar.

"Rencana revisi PP 52 dan 53 terkait Penurunan Tarif Interkoneksi dan terkait Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan yang kental dengan kepentingan korporasi asing untuk menipu, Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN," jelasnya.

Arief menegaskan, Revisi PP 52 dan 53 hanya menguntungkan asing, karena mempermudah perusahaan asing yang tidak mau mengucurkan modal untuk membangun jaringan telekomunikasi secara menyeluruh dan merata di Indonesia.

Bukan hanya itu, menurutnya, Revisi PP 52 dan 53 membuat operator telekomunikasi menjadi semakin malas membangun, sehingga mengakibatkan pembangunan jaringan telekomunikasi tidak menyeluruh dan tidak merata hingga ke pelosok negeri.

Akibatnya, lanjut Arief, persaingan usaha menjadi tidak sehat, terdapat perjanjian antar operator telekomunikasi terkait pengaturan produksi, harga maupun penguasaan pasar.

Hal itu, dapat merugikan BUMN sektor telekomunikasi yang telah mengeluarkan investasi besar untuk membangun jaringan telekomunikasi dengan nilai kerugian dalam 5 tahun mencapai Rp 200 triliun.

"Dengan kerugian BUMN, maka kerugian negara akibat revisi PP 52 dan 53 mencapai Rp 100 triliun dalam 5 (lima) tahun," jelasnya.

Arief menambahkan, revisi PP 52 dan 53 juga berdampak buruk bagi masyarakat khususnya di wilayah non-profit, karena tidak terpenuhinya hak masyarakat terhadap akses telekomunikasi. Dimana Ketentuan dalam revisi PP 52 dan 53 bertentangan dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UU 36/1999).

"Sehingga jika dipaksakan akan batal demi hukum melalui judicial review," tegasnya.

Karenanya, tambah Arief, FSP BUMN bersatu mendesak Presiden Joko Widodo yang membawa misi perekonomian Trisakti dan Nawacita untuk membatalkan revisi PP 52 dan 53. Pihaknya mengapresiasi perjuangan Kementerian BUMN yang telah berusaha menolak revisi kedua PP tersebut karena banyak dampak negatif bagi ekonomi nasional dan BUMN sektor telekomunikasi.

"Sebab dibalik semua itu adalah cara-cara asing untuk merusak perekonomian Indonesia dengan mengunakan antek-anteknya di Menko Perekonomian dan Menkominfo," demikian Ketum FSP BUMN Bersatu ini. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA