Tidak Transparan, Rencana Pengambilalihan PGE Harus DIhentikan!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 26 Oktober 2016, 22:52 WIB
Tidak Transparan, Rencana Pengambilalihan PGE Harus DIhentikan<i>!</i>
Rini Soemarno/Net
RMOL. Menteri BUMN, Rini Soemarno harus mengedepankan asas transparansi terkait rencana pengambilalihan PGE oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Soalnya, sampai sekarang terdapat kesimpangsiuran informasi terkait konsep tersebut. Mulai dari akuisisi, sinergi, hingga chip ini.

Begitu ditekankan Ketua Serikat Pekerja PGE, Bagus Bramantio dalam surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Rabu malam (26/10).

Untuk itu kami meminta Ibu Rini Soemarno, agar dalam waktu satu minggu ini menjelaskan kepada kami mengenai rencana tersebut. Sebelum Ibu Menteri bisa menjelaskan dengan terang benderang, kami dengan tegas meminta Kementerian BUMN untuk menghentikan proses dan isu pengambilalihan PGE oleh PLN dalam bentuk apapun,” sambungnya.

SP PGE mengancam akan melakukan aksi besar apabila dalam satu minggu Menteri Rini tidak memberikan respon positif. "kami sangat memahami kesibukan Ibu Menteri, tetapi akan sangat kami sayangkan bila hanya untuk bisa berdiskusi saja dengan Ibu Menteri kami harus turun ke jalan terlebih dahulu," lanjut Bagus.

SP PGE dan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu, sejak awal September 2016 telah melayangkan dua kali surat permohonan agar bisa bertemu Menteri BUMN dan meminta penjelasan.
Walau demikian, sampai sekarang permohonan tersebut tak direspon Menteri Rini. Mereka hanya pernah diterima staf Kementerian BUMN, termasuk Kepala Bidang Energi, Logistik, Kawasan Industri dan Pariwisata (ELKP) 1B, Kementerian BUMN Ruspen Saragih. Sejumlah pengurus FSPPB dan SP di Pertamina yang merupakan konstituen FSPPB juga hadir dalam pertemuan tersebut.

Bagus menjelaskan, wacana tersebut berimbas kemana-mana. Para pekerja resah dan mengganggu pekerjaan mereka. Wacana tersebut juga menjadi faktor penghambat dan membuat kontraproduktif terhadap kinerja.

"Kami siap beraudiensi dan memberikan hasil kajian kami, bahwa pengambilalihan PGE oleh PLN bukan merupakan solusi yang tepat untuk percepatan panas bumi di Indonesia,” lanjut Bagus.

Wakil Ketua SPPGE Sentot Yulianugroho menambahkan, pengambilalihan tersebut akan memiliki dampak buruk bagi geothermal Indonesia. Dari aspek hukum, misalnya, kata Sentot, adalah potensi terlepasnya 12 WKP Eksisting yang saat ini dikelola PGE, sehingga operasional pengembangan panas bumi pada WKP Eksisting tersebut menjadi terkendala dan pencapaian target bauran energi yang dicanangkan Pemerintah menjadi terancam.

"Ketika PGE tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anak perusahaan Pertamina, maka PGE berpotensi akan kehilangan kendali dan tidak bisa mempertahankan WKP Eksisting. Jika itu terjadi, maka hal ini dapat memicu potensi gugatan arbitrase dari mitra joint operation contract (JOC)” kata Sentot. 

Dia juga mengingatkan, pengambilalihan PGE oleh PLN akan memperburuk iklim investasi, sehingga menjadi kontraproduktif dengan semangat percepatan pengembangan panas bumi, sebagaimana diamanahkan UU Nomor 21 Tahun 2014 UU tentang Panas Bumi. "Yang kami tahu, saat ini para investor masih menunggu tentang kejelasan isu ini. Jika PGE yang merupakan pemain besar saja bisa dipermainkan, apalagi investor lain,” kata Sentot. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA