Pemerintah terus berupaya mempercepat waktu dwelling time. Kemarin, sejumlah jajaran pemerintah terkait membahas persoalan tersebut di Kantor KeÂmenterian Koordinator Bidang Kemaritiman Jakarta.
Hadir dalam rapat ini pejabat dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan dan Direktorat Jenderal PerdaÂgangan Luar Negeri KementeÂrian Perdagangan.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Doddy Edward mengungkapkan, salah satu yang dibaÂhas dalam pertemuan itu adalah mengenai pengurusan perizinan barang impor di pelabuhan yang dilakukan pengusaha.
"Salah satu penyebab proses dwelling time lama juga karena terlambatnya pengusaha melakuÂkan pengurusan izin sehingga barang yang diimpor menumÂpuk di pelabuhan. Hal ini yang akan segera kami sosialisasikan lagi kepada dunia usaha," kata Doddy.
Dia mengatakan, untuk meÂmangkas dwelling time, pengusaha harus mengurus izin baÂrang sebelum barang tersebut tiba di pelabuhan. Semua syarat impor harus diselesaikan dahulu sebelum melakukan proses imÂportasi.
"Ini kan yang sering terÂjadi, prosesnya belum jalan, dia (pengusaha) sudah jalan, akhirnya barang sudah sampai duluan," terangnya.
Selain memperbaiki proses perizinan, pemerintah akan membangun pelabuhan kering (dry port). Keberadaan dry port diyakini mampu mendukung kelancaran arus logistik.
Deputi III Bidang KordiÂnasi Infrastruktur, KementeÂrian Koordinator Bidang Kemaritiman Ridwan Djamaluddin menerangkan, dry port memiliki fungsi sebagai perpanjangan pelabuhan-pelabuhan konvenÂsional.
"Prosesnya kan sederhana, di pelabuhan kapal hanya sandar dan turunin barang. Lalu angkut pakai kereta api. Jadi administrasinya di darat. Ini akan mempercepat dwelling time," terang Ridwan.
Dia mengungkapkan, ada beberapa dry port yang saat ini tengah disiapkan antara lain di Tangerang, Surabaya, dan Semarang. Pembangunan
dry port akan dilakukan oleh swasta. Saat ini, pemerintah sedang mempersiapkan regulasi yang dibutuhkan.
Sekadar informasi, dry port yang sudah beroperasi berada di kawasan Cikarang, Jawa Barat. Dry port ini memiliki lahan cuÂkup luas, yakni 200 hektare (ha) dan dapat menampung sekitar 2,5 TEUs.
Ridwan menyebutkan, dry port tambahan akan menampung tidak jauh beda dengan kapasitas dry port yang sudah beroperasi.
"Kita harapkan dengan adanya tambahan pembangunan
dry port, waktu dwelling time hanya dua hari," pungkasnya.
Muara Baru Lumpuh Kegiatan bisnis di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, di Muara Baru, JaÂkarta Utara, kemarin, lumpuh. Nelayan, pedagang ikan dan pelaku industri perikanan, mengÂgelar mogok kerja.
"Dari aksi ini, lebih dari 70 perusahaan ikut berpartisipasi. Kapal dan nelayan juga tidak melaut lagi," ungkap Ketua PaÂguyuban Pengusaha Muara Baru (P3MB) Tachmid Widiasto.
Untuk diketahui, mereka melakukan mogok memprotes ketentuan baru. Yakni, dibatasinya masa sewa menjadi 5 tahun dari sebelumnya 20 tahun. Selain itu, tarif sewa lahan di Pelabuhan Muara Baru naik drastis hingga 450 persen seÂlama 5 tahun ke depan. Mereka inginkan masa sewa minimal 10 tahun, tarif sewa naik tidak lebih dari 20 persen, dan menentang pengosongan paksa. ***
BERITA TERKAIT: