BPJS Ketenagakerjaan Justru Beratkan Buruh dan Pekerja Indonesia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 01 Juli 2015, 16:59 WIB
BPJS Ketenagakerjaan Justru Beratkan Buruh dan Pekerja Indonesia
ilustrasi/net
rmol news logo . Penerapan pengambilan saldo Jaminan Hari Tua (JHT) setelah 10 tahun menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan sangat memberatkan buruh. Kebijakan tersebut juga dinilai tidak ada dasar hukumnya.

Analis Ekonomi dan Politik Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga mengatakan kebijakan yang dikeluarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan tersebut adalah kebijakan sepihak, yang seharusnya disosialisasikan dulu ke para stake holder, dalam hal ini buruh dan serikat buruh/serikat pekerja.

"Kebijakan tersebut juga tidak sesuai dengan semangat UU 24/2011 Tentang BPJS, dan UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bahwa sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat; dan pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta," terang dia dalam keterangan tertulis yang dikirim ke redaksi, Rabu (1/7).

Andi juga menilai, kebijakan tersebut memberatkan buruh ditengah-tengah sistem kondisi kerja yang tidak menentu. Apalagi, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruh tak bisa diprediksi.

"Buruh membutuhkan dana segar untuk bertahan hidup. Apalagi dalam mendekati hari raya, para buruh sangat membutuhkan dana untuk merayakannya, dimana dimasa silam buruh bebah mengambil saldo JHT, sepanjang waktu kerjanya sudah mencapai 5 tahun," terangnya.

Menurut Andi, kebijakan lama yaitu masa aktif 5 tahun dan masa tunggu 6 bulan sudah berjalan dengan baik penerapannya.

Di luar itu, dia mengkritik kinerja dewan pengawas dari kalangan serikat pekerja yang tidak mengajukan keberatan ke dewan direksi BPJS Ketenagakerjaan ketika kebijakan tersebut dikeluarkan.

"Seharusnya dewan pengawas BPJS melakukan kritisi dan masukan kepada direksi, ketika kebijakan tersebut memberatkan bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan," terang Andi.

"Presiden Jokowi juga harus bertindak untuk membatalkan keputusan sepihak BPJS Ketenagakerajaan tersebut, dikarenakan memberatkan para peserta BPJS Ketenagakerjaan, yaitu kalangan buruh dan pekerja Indonesia," sambungnya. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA