Demikian sekelumit kesimpulan dari diskusi publik bertema "Quo Vadis Tata Kelola Migas Setelah Pilpres" yang diadakan Lembaga Kajian Politik Moestopo (LKPM) di Waluma, Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (16/9).
Hadir sebagai narasumber dalam acara itu adalah Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. (SKK Migas), Gde Pradnyana; Direktur Institut Kalimasada, Edi Junaidi, anggota Komisi VII DPR RI dari Golkar, Boby Rizaldi, dan Direktur Energy Watch, Mamit Setiawan.
"Kita harus memperhatikan tata kelola migas dengan baik, karena bila tidak maka pada 2018 kita akan menjadi importir BBM terbesar di dunia," kata Gde Pradnyana.
Sedangkan Mamit Setiawan mengatakan, subsidi BBM lebih baik dialokasikan untuk perbaikan infrastruktur seperti pembangunan kilang. Sementara, peran kontrol sosial untuk check and balancing terhadap eksekutif dan legislatif mesti diperkuat.
Dari sudut pandang lain, Edi Junaidi menjelaskan bahwa keterpurukan Indonesia diawali sejak intervensi asing dalam segala bidang, terlebih bidang energi.
"Makin terpuruknya kondisi bangsa salah satunya sejak IMF mencengkeram ekonomi negara kita dan menjalar ke semua sektor di negara kita," terangnya.
Edi mengingatkan, masyarakat harus berperan aktif dalam mengawasi tata kelola energi nasional.
"Rekonsiliasi bangsa menjadi penting untuk mewujudkan security energi," tegasnya.
Senada dengan pembicara lain, Boby Rizaldi mengatakan, identifikasi permasalahan harus dilakukan terlebih dahulu untuk memperbaiki tata kelola migas.
"Apakah sistem atau pelakunya yang harus diubah? Tinggal tergantung administrasi dari pemerintahan Jokowi-JK. Yang pasti, alokasi BBM bersubsidi harus jelas dan tepat," tegasnya.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif LKP Moestopo, Didik Triana, menyatakan, diskusi-diskusi semacam ini penting untuk mengawal keseriusan pemerintah untuk memberantas mafia migas dan mewujudkan alternatif energi pengganti.
"Semua wacana terkait alternatif energi terbarukan harus direalisasikan, jangan cuma dibicarakan," harap Didik.
[ald]
BERITA TERKAIT: