Ketua DPR Marzuki Alie mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian BUMN dan Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) agar menegakkan kepentingan perekonomian secara luas, dibanding hanya kepentingan sekelompok dekat dengan kekuasaan. “Mereka itu hanya duduk manis lalu dapat untung. Lalu ngakutnya dengan pipa PGN, itu namanya apalagi kalau bukan korupsi,†kata Marzuki pada wartawan di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, BUMN adalah aset negara yang sudah dipisahkan dari sistem keuangan. Ketika sebuah BUMN sudah dalam bentuk perseroan terbatas (PT), tugas manajemen adalah meningkatkan
shareholder value. Apalagi, ketika BUMN seperti PGN sudah menjadi perusahaan terbuka, maka secara langsung menarik datangnya investasi dari masyarakat dan investor luar negeri. “Dalam menentukan kebijakan tentang
open access mesti dilihat dulu apakah bisa memberikan
multiplier effect sehingga ekonomi kita naik atau malah sebaliknya,†kata Marzuki.
Yang terjadi saat ini, ada 63 trader gas yang sebagian besar dari trader gas itu hanya bisa mendapatkan alokasi gas, namun tidak melakukan investasi untuk membangun infrastruktur. Mereka memaksakan
open access dengan harapan bisa menggunakan fasilitas infrastruktur (pipa) milik PGN. Kalau
open access dipaksakan tentunya akan merugikan PGN.
Kebijakan open access menurut Marzuki hanya membela kepentingan para trader gas. Dan ini justru disokong oleh Pertamina karena BUMN minyak ini justru mengalokasikan produksi gas-nya kepada para trader gas itu. Alokasi gas baru untuk PGN boleh dikatakan tak bertambah sejak 2007.
Sebelumnya, Dirut Pertamina Karen Agustiawan mengusulkan agar penerapan
open access bisa dilakukan pada pipa berdiamater di atas delapan inchi dan tekanan di atas 16 bar.
Namun, Dirut PGN Hendi P Santoso Hendi ngaku telah mematuhi regulasi
open access. Saat ini, pipa transmisi PGN sepanjang 2.000 km sudah di-
open access. Sementara, pipa distribusi sepanjang 4.000 km belum
open access. ***