"Berbagai manipulasi hukum kembali terjadi. Itu semua akibat praktik kekuasaan yang telah mengabaikan kebenaran hakiki dan politik atas dasar nurani," katanya.
Kasus MK ini, kata Megawati, mengingatkan dia saat menjabat Presiden ke-5 RI, saat dibentuknya MK, sesuai Perubahan Ketiga UUD 1945 yang diatur dalam Pasal 7b Pasal 24 Ayat 2 dan Pasal 24 c.
"Dari namanya saja seharusnya Mahkamah Konstitusi ini sangat-sangat berwibawa. Memiliki tugas sangat berat dan penting, mewakili seluruh rakyat Indonesia di dalam mengawal konstitusi demokrasi," katanya.
Dengan peran yang begitu penting, dia sangat serius menggarap pembentukan MK. Didampingi Menteri Sekretaris Negara saat itu, Megawati bahkan ikut mencarikan sendiri gedungnya.
"Dan saya putuskan berada di dekat istana, tempat yang sangat strategis yang disebut ring 1, harapannya MK harus bermanfaat, bukan bagi perorangan, tapi bagi rakyat, bangsa dan negara," paparnya.
Dia pun menyampaikan terima kasih atas segala konsistensi yang ditunjukkan Jimly Asshiddiqie, pada saat itu menjadi Ketua MK pertama.
Pembentukan MK, kata dia, merupakan kehendak rakyat melalui reformasi, sebagai suatu perlawanan terhadap watak dan kultur pemerintahan yang waktu itu sangat otoriter, yang dapat melahirkan nepotisme, kolusi, dan korupsi.
Praktik kekuasaan seperti itu mendorong lahirnya semangat reformasi, dan akhirnya masuk zaman demokrasi. Menurut Megawati, hal itu bukan proses yang mudah dan indah.
"Karena waktu itu, sampai saat ini, seharusnya kita masih mengenang dengan perasaan hati yang sedih atas pengorbanan rakyat dan mahasiswa melalui peristiwa Kudatuli, peristiwa Trisakti, peristiwa Semanggi, hingga berbagai peristiwa penculikan para aktivis, bagian dari rakyat dan lain-lain," urai Megawati.
Menurut dia, praktik kekuasaan yang otoriter telah dikoreksi, hingga lahir demokratisasi melalui pelaksanaan Pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung dan terbatas, serta lahir UU tentang Pemerintahan yang Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
BERITA TERKAIT: