Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Ade Reza Haryadi menuturkan, gugatan norma batas usia minimum Capres-Cawapres dianggap politis karena bertepatan dengan tahapan Pemilu yang berjalan.
"Dalam situasi tahapan pemilu, gugatan ke MK harus dilihat dalam konteks kontestasi antar kepentingan politik dari berbagai pihak Hal ini termasuk dengan judicial review terkait batas usia Capres-Cawapres," ujar Ade kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (28/8).
Menurutnya, gugatan yang dilayangkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan sejumlah kepala daerah itu kemungkinan besar punya tujuan politik meloloskan tokoh muda untuk menjadi Cawapres.
Sebab, dia mengetahui petitum yang dimohonkan para Pemohon adalah memangkas batas usia Capres-Cawapres, dari 40 menjadi 35 tahun dari yang diatur dalam Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu.
"Tentu saja ada kepentingan politik yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat jika batas usia Capres-Cawapres diturunkan," tegasnya.
Lebih lanjut, dia mendorong MK tetap berpegang teguh pada tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga yudikatif yang mengadili peraturan perundang-undangan.
"Menanggapi hal ini, MK semestinya konsisten sebagai
guardian of the constitution, dengan mentaati bahwa hal teknis mengenai masalah Pilpres, termasuk penentuan syarat usia Capres-Cawapres, merupakan
open legal policy yang menjadi ranah dari pembuat UU, yakni DPR," tuturnya.
"Karena itu, tidak ada masalah konstitusionalitas dalam isu batas usia capres yang terkait dengan kewenangan MK. Konsistensi ini akan menunjukkan bahwa MK merupakan lembaga yang punya integritas dan tidak tunduk pada kepentingan politik selain konstitusi itu sendiri," demikian Ade menambahkan.
BERITA TERKAIT: