Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

UU Cipta Kerja: Manifestasi Nyata Sistem Kapitalisme

Kamis, 12 Januari 2023, 08:40 WIB
UU Cipta Kerja: Manifestasi Nyata Sistem Kapitalisme
Ilustrasi/Net
"Orang kaya makin kaya orang miskin makin miskin" memang bukan hanya sekadar omong kosong belaka. Awalnya mungkin kita anggap sebagai narasi hiperbola tapi setelah faham orientasi ekonomi di era kapitalisme saat ini. Rasanya quote tersebut bukan sesuatu yang aneh, bahkan sudah menjadi rahasia umum.
 
Ada banyak faktor mengapa fenomena signifikansi berbanding terbalik tersebut benar-benar terjadi. Pola stratifikasi sosial di dalam institusi negara maka tidak lepas dari berbicara tentang sistem. Sistem yang berpihak saat ini jelas pada pemilik modal, sebutlah kapitalisme.
 
Dampaknya? Tentu sangat konkret. Misal saja dalam siklus pembuatan kebijakan ini berawal dari siapa yang akhirnya menyokong para penguasa sebagai sumber modal untuk operasional politik yang cukup mahal sehingga pada praktisnya akhirnya berimbas pada kebijakan yang memihak ke mereka.

Dan jawabannya adalah tentu para pemilik modal dalam hal ini kapitalis. Saling menguntungkan, penguasa memberikan kebijakan yang berpihak pada kapitalis dan kapitalis memberikan modal operasional politik kepada penguasa.
 
Para kapital inilah yang bergerak secara transparan di belakang sosok-sosok pemangku kebijakan. Maka dari sini munculah broker kepentingan, kongkalingkong kekuasaan, hingga bermuara pada kebijakan yang merugikan kaum marginal. Lahirlah kemiskinan struktural sebagai buah dari kebijakan.
 
Sederhananya kemiskinan ini bukan soal rakyat yang malas bekerja atau kompetitor pengangguran yang berebut lapangan kerja hingga akhirnya kembali pada kemelaratan. Poin intinya adalah adanya pihak vertikal yang menciptakan ekologi kemiskinan semakin langgeng. Mengapa? Karena rakyat tidak punya power untuk mengubah kondisinya terlebih sebagai korban dari sistem. Itulah sebabnya mengapa kemiskinan bisa terjadi secara turun-temurun.
 
Sebutlah dalam suatu keluarga kecil misalnya, berawal dari biaya sekolah yang tidak ramah pada masyarakat miskin. Sepasang suami istri hidup di gubuk kecil dengan rendahnya taraf pendidikan, akhirnya sang ayah tidak mendapatkan pekerjaan yang layak menghidupi keluarganya berimbas pada sang istri yang harus membantu memulung bersama suaminya dan membawa anaknya ke tempat orang tuanya bekerja.

Jangankan untuk sekolah, untuk beli kebutuhan sehari-hari rasanya sangat sulit. Akhirnya sang anak juga tidak sekolah dan tumbuh menjadi anak yang juga meneruskan pekerjaan orang tuanya.

Atau contoh yang lain, Petani. Bertani setiap hari pergi pagi pulang petang. Pada saat musim panen, petani harus rugi karena harga pasar yang rendah. Mafia pasar hingga broker bermain dalam sistem pasar bebas alhasil petani rugi. Belum lagi kebijakan impor beras dengan jumlah besar berdampak pada petani lokal yang tidak diuntungkan. Jadilah sebagian besar petani berada pada garis kemiskinan.
 
Jika melihat orang-orang miskin bertebaran di negeri dengan kekayaan alam yang melimpah. Tidak perlu heran sebab hakikatnya kemiskinan ini tercipta oleh sistem.
 
Lantas apa contoh kongkrit kebijakan yang dihasilkan dari sisitem  kapitalisme? Contohnya adalah UU Cipta Kerja. Mengapa? Jelas sangat berkaitan erat. Di atas dijelaskan bagaimana sistem kapitalisme bekerja dalam sebuah institusi negara. Sebutlah UU Cipta

Kerja adalah buah dari kebijakan yang dihasilkan dari cara kerja sistem kapitalisme. Artinya? Indonesia bukan negara yang berlandaskan Pancasila, melainkan Kapitalisme. Ideologi yang juga diterapkan global saat ini dengan Amerika sebagai ikon kapitalisme dunia.
 
Mari kita bahas mengapa UU Cipta Kerja merupakan manifestasi kapitalisme. Setidaknya penulis merangkum 3 alasan mengapa UU Cipta Kerja hasil dari proyek kapitalis.
 
Yang pertama kapitalisme merupakan induk pemikiran ekonomi pragmatis dengan memproduksi sebanyak-banyaknya dengan minimalisasi modal. Titik ekstremnya adalah mengejar keuntungan meski harus merugikan pihak lain.

Pandangan Karl Marx mengenai kapitalisme magnum opus Das Kapital, di bukunya Marx juga menulis tentang "cara produksi kapitalis". Maka hari ini terjadi secara nyata melalui regulasi Cipta Kerja. "Menciptakan mesin produksi" meski harus merusak alam.
 
Pasalnya dengan UU Cipta Kerja ini maka pengelolaan sumber daya akan bersifat ekstratif. Hal ini berbahaya karena bertentangan dengan arus global bahwa pengelolaan sumber daya seharusnya berbasis pada inovasi dan memperhatikan aspek lingkungan dan bersifat berkesinambungan sebagaimana konsep SDGs (Social Development Goals Sustainable yakni rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. Namun Cipta Kerja justru bertentangan dengan hal ini.
 
Selanjutnya yang kedua, UU Cipta Kerja merupakan neo feodalisme yang disulap menjadi kebijakan negara. Titik esktremnya ini merupakan proyek eksploitasi buruh seperti kembali pada masa revolusi industri 1.0 di mana klimaksnya para buruh akhirnya unjuk rasa hingga konflik vertikal terjadi dan melahirkan anti tesis yakni sosialisme komunisme sebagai bentuk perlawanan terhadap kaum borjuis yakni kapitalis.
 
Pasalnya UU Cipta Kerja memberikan dampak pada jam kerja yang eksploitatif pada buruh dengan taraf kesejahteraan yang tidak kunjung meningkat terlebih penghilangan hak cuti dan hak upah atas cuti. Jelas UU ini berpihak bukan pada kaum marginal melainkan para kapital yang berkuasa di negeri ini.
 
Yang ketiga sekaligus yang terakhir yaitu mekanisme pengesahan RUU Cipta Kerja pada tahun 2020 silam terkesan ugal-ugalan dan tertutup. Pengesahan tengah malam pada tanggal 8 Oktober 2020 silam membuktikan bahwa ada kesan kepentingan gelap para kapital atau oligarki dengan penguasa.

Ugal-ugalan proses legislasi ini terbukti dengan munculnya beberapa kejanggalan kemudian. Sejumlah mahasiswa turun ke jalanan di tengah terpaan pandemi. Pengesahan RUU Cipta Kerja ini memang sejak awal tidak melibatkan partisipasi masyarakat melainkan justru sarat dengan partisipasi oligarki.
 
Bila kita simpulkan sebetulnya fenomena kemiskinan yang terjadi di bumi pertiwi ini lagi-lagi bukan karena faktor kultural. Tangan-tangan besi yang berkuasa seharusnya mampu memajukan kesejahteraan umum sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alenia keempat. Hari ini justru sangat jauh dari idealitas. Negara justru sibuk menyuapi para kapital dibandingkan mengurusi rakyatnya.

Inilah kerusakan sistem kapitalisme. Kamuflase cantik lewat pintu-pintu demokrasi. Seolah menjanjikan masa depan lewat Pemimpin yang katanya dipilih langsung oleh rakyat. Padahal nyatanya setelah memimpin telinga mereka tuli, mata mereka buta, dan mulut mereka bisu lantaran disuapi dengan kemewahan-kemewahan yang diberikan oleh kaum kapitalis sebagai raja di atas raja di bawah sistem neoliberal negeri ini.
 
Wallahu A'lam Bi Sowab. rmol news logo article

*Mahasiswi Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA