Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ubedilah Badrun: Pujian Profesor Singapura Berbahaya karena Abaikan Nilai-nilai Demokrasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Minggu, 10 Oktober 2021, 09:28 WIB
Ubedilah Badrun: Pujian Profesor Singapura Berbahaya karena Abaikan Nilai-nilai Demokrasi
Analis sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun/Net
rmol news logo Penilaian dan pujian profesor dari National University of Singapore, Kishore Mahbubani kepada Presiden Joko Widodo bisa berbahaya karena mengabaikan nilai-nilai demokrasi dan mengabaikan nyawa manusia.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Begitu kata analis sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menanggapi pujian Profesor Kishore yang menganggap bahwa Jokowi merupakan sosok pemimpin yang jenius dan paling efektif di dunia.

"Maaf pujian Profesor Kishore itu basis indikatornya terlalu lemah dan subjektif," ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (10/10).

Selain itu, kata Ubedilah, Profesor Kishore juga telah mengabaikan prinsip-prinsip akademik pada ranah ilmu politik dengan area studi demokrasi serta mengabaikan wajah lain Jokowi dalam indikator demokrasi.

"Sebab jika ukuran jenius itu diukur hanya dari efektivitasnya merangkul Prabowo-Sandi dalam kabinet, mampu mengesahkan UU Omnibus law yang pro oligarki, dan soal ekonomi dengan versi sepihak dan tidak komprehensif menurut saya itu ukuran yang sangat tidak utuh," kata Ubedilah.

Ubedilah menilai unsur subjektivitas sangat kuat pada Profesor Kishore karena menilai Presiden Indonesia dari indikator perspektif kepentingan Singapura dan oligarki ekonomi.

"Keliru jika menilai ekonomi Indonesia hanya dari utang publik, mengabaikan utang negara, mengabaikan angka kemiskinan, pengangguran, PHK dll. Lebih dari itu Prof Kishore mengabaikan data lain dalam menilai," terang Ubedilah.

Data lain yang dimaksud Ubedilah adalah mengabaikan bahwa dalam kepemimpinan Jokowi indeks demokrasinya justru mendapat skor terburuk sepanjang 14 tahun terakhir dengan angka 6,30.

Sementara itu, skor kebebasan sipil juga merah hanya mencapai 5,59, indeks kebebasan internet juga skornya merah hanya 49. Bahkan indeks Hak Asasi Manusia juga rapotnya merah hanya 2,9.

"Profesor Kishore juga mengabaikan pelanggaran hak asasi manusia atas tewasnya sejumlah anak muda dan mahasiswa dalam berbagai aksi memperjuangkan hak-hak rakyat banyak. Saya menilai, penilaian Prof Kishore ini sangat berbahaya karena mengabaikan nilai-nilai penting demokrasi dan mengabaikan nyawa manusia," pungkas Ubedilah. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA