"YPM Salman ITB meski memakai nama ITB, bukanlah milik ITB dan bukan pula milik para civitas academica ITB," ujar jurubicara GAR ITB, Shinta M Hudiarto.
Saya sependapat dengan gugatan GAR, meski melihatnya dari sudut pandang lain.
Pernah aktif di Salman, saya tahu persis YPM Salman memang tidak ada kaitan dengan ITB sejak dulu. Diresmikan dan diberi nama oleh Bung Karno, Presiden RI dan alumni THS (nama jadul ITB), Masjid Salman adalah masjid independen.
Salman adalah masjid komunitas yang otonom dari negara dan dari kampus. Dan itulah yang membuat saya bangga sebagai salah satu alumninya.
Menurut saya, masjid adalah
community center. Salman adalah
community center mahasiswa dan civitas academica ITB yang beragama Islam. Dan komunitas yang sukses, menurut saya, adalah yang independen, tidak tergantung pada bantuan dan pengakuan negara.
Bagi saya, Salman adalah salah satu pusat komunitas Islam yang ideal, khususnya pada dasawarsa 1980-an. Tak cuma tempat shalat, di situ ada asrama, kantin, klinik, penerbitan dan perpustakaan dengan koleksi keren.
Setiap akhir pekan, Salman ramai dengan kegiatan mentoring seperti melukis, musik, matematika, bagi siswa sekolah menengah. Di waktu Ramadhan, masjid juga diisi dengan pembacaan puisi, musik bertema Islam, serta diskusi bedah buku.
Dari penerbitan Salman saya belajar tentang desain grafis, penulisan dan jurnalisme (keterampilan yang saya pakai sampai sekarang).
Dari perpustakaannya, saya membaca tak cuma buku-buku Abul A'la Maududi dan Mohammad Iqbal, tapi juga sastra klasik karya Ernest Hemingway, Mark Twain, Yokuo Mishima, dan Aleksander Solzhenitsyn.
Di masa Orde Baru, Salman juga menjadi salah satu pusat perlawanan terhadap rezim. Bang Imaduddin Abdurrahim, salah satu tokoh Salman, pernah menjadi tahanan politik Rezim Soeharto.
Sebagai pusat komunitas Islam, Salman sangat besar manfaatnya, tanpa bantuan negara dan kampus. Dan sebaiknya dilestarikan seperti itu: independen dan otonom.
Di banyak universitas, masjid merupakan bagian dari kampus, secara fisik, administratif dan pembiayaan. Di UI, UGM, dan IPB, masjid bahkan dibangun dengan sangat megah. Saya sudah lama mengkritik masjid kampus seperti itu, yang bukan hanya dependen, tapi juga tidak mencerminkan toleransi.
Saya justru melihat pernyataan Rektor ITB sebagai upaya kooptasi oleh kampus terhadap kegiatan keagamaan Masjid Salman, sama seperti Pemerintahan Jokowi mengkooptasi Gerakan Wakaf dan Ekonomi Syariah.
Penulis merupakan wartawan senior.
BERITA TERKAIT: