Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Fajrul Falaakh, PMII Dan Reformasi Birokrasi

Jumat, 17 April 2020, 02:25 WIB
Fajrul Falaakh, PMII Dan Reformasi Birokrasi
Ilustrasi PMII/Net
TANGGAL 17 April 1960 merupakan haril lahir Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Tepat pada 17 April 2020 PMII merayakan ulang tahunnya yang ke-60. Usia 60 tahun dalam tataran organisasi merupakan usia yang dikategorikan dewasa, dimana kemandirian dalam berorganisasi menjadi tolak ukur yang pasti.

Mengulik sejarah singkat berdirinya PMII yang menginginkan adanya perubahan siginifikan terhadap pemerintahan Indonesia yang saat itu cenderung tertutup sehingga harus ada perubahan dalam tatanan organisasi pemerintahan di Indonesia.

Said Budairy merupakan salah satu pendiri PMII yang berlatar belakang wartawan, dimana wartawan pada zaman itu (dan sampai sekarang ) adalah ujung tombak perubahan karena mempunyai fungsi kontrol terhadap penguasa dan memperjuangkan nilai-nilai keadilan yang tidak bisa dijangkau oleh rakyat kecil.

Nilai-nilai pemikiran para pendiri PMII yang mempunyai latar belakang menyuarakan keadilan rakyat kecil selalu dipakai oleh kader-kader PMII sampai sekarang.

Tidak heran jika dalam setiap gerakan masyarakat kecil selalu saja ada kader PMII yang menjadi ujung tombak untuk membela hak-hak kaum tertindas, seperti kriminalisasi petani Surokonto, petani Kendeng dan isu-isu Hak Asasi Manusia lainnya. Sejak kelahirannya, PMII merupakan organisasi gerakan yang dipengaruhi oleh nilai-nilai pembebasan.

Para pendiri PMII merasa yakin dengan adanya PMII sebagai organisasi gerakan mahasiswa bisa melakukan perubahan di berbagai lini. Mengapa demikian?

PMII mempunyai kewajiban moral untuk memperjuangkan hal-hal yang mengarah kepada permasalahan umat karena dalam Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII selalu mengagungkan nilai ahlussunnah wal-jama’ah yang di dalamnya berisikan nilai kemerdekaan (al-hurriyah), persamaan (al-musawah), keadilan (al-‘adalah), toleransi (tasamuh), dan nilai perdamaian (al-shulh).

Peran penting gerakan mahasiswa dalam perubahan juga diakui oleh Philip G. Albatch (1988 : 7) yang mengatakan ada dua fungsi gerakan mahasiswa sebagai proses perubahan. Pertama, efektifitasnya untuk menumbuhkan perubahan sosial karena di dalam masyarakat mereka itu merupakan bagian dari persamaan politik yang konsisten dan penting.

Kedua, mendorong bergulirnya perubahan-perubahan politik. Di suatu negara dunia ketiga kondisi politiknya sering tidak memiliki kelembagaan politik yang efektif untuk demokrasi yang berorientasi pada kepentingan rakyat, sehingga kemacetan-kemacetan dapat mengubah lingkungan dan dampak keterlibatan mahasiswa secara politis.

Pemikiran Fajrul Falaakh

Nilai-nilai pergerakan PMII berpengaruh terhadap pola pikir para kadernya yang menginginkan adanya perubahan terhadap sistem pemerintahan Indonesia sehingga tidak hanya dikuasai oleh elite-elite penguasa yang lebih mementingkan dirinya sendiri.

Ketika ada elite penguasa yang membuat kebijakan tidak sesuai dengan tujuan bernegara maka kader PMII selalu bergerak. Di antara banyak tokoh yang dilahirkan oleh PMII dalam mendobrak sistem pemerintahan Indonesia adalah Muhammad Fajrul Falaakh.

Fajrul Falaakh terus mengumandangkan nilai-nilai keadilan. Dan percaya bahwa keadilan dimulai dari adanya perubahan sistem pemerintahan. Fajrul mengerti birokrasi di pemerintahan memiliki peran penting dalam mengubah keadaan negeri.

Fajrul menginginkan adanya perampingan dalam birokrasi dengan fatwanya “mengefisienkan kinerja birokrasi melalui reformasi kelembagaan dengan perampingan struktur birokrasi dan peningkatan pelayanan birokrasi”( Fajrul Falaakh 1998: 30).

Paradigma kritisisme yang diajarkan di PMII membuat Fajrul mengerti sasaran yang harus “ditembak” guna melakukan perubahan. Untuk mewujudkan keadilan maka Fajrul mengampanyekan adanya perubahan birokrasi.

Dalam sejarahnya birokrasi dimanifestasikan sebagai “Tuhan” yang harus dipatuhi segala perintahnya dan dijauhi segala larangannya dan rakyat diposisikan sebagai “hamba” yang harus mematuhi segala perintah dan larangannya (Rina Martini).

Bagi Fajrul, dalam sistem negara modern yang mengedepankan kesejahteraan rakyat daripada kekuasaan, mengharuskan birokrasi menjadi pelayan publik.

Keyakinan Fajrul berangkat dari fakta bahwa birokrat difasilitasi oleh pajak hasil pungutan rakyat, sehingga paradigma pelayanan kepada masyarakat harus lebih diutamakan. Dari sinilah kemudian lahirlah peraturan-peraturan terkait dengan pelayanan publik.

Untuk mengubah paradigma birokrasi dan perampingan birokrasi, maka Fajrul memilih jalur di bidang hukum karena hukum bisa dijadikan alat perubahan, asalkan di tangan yang tepat.
Usaha menyukseskan misinya dalam melakukan reformasi birokrasi, maka Fajrul menjadi motor penggerak di Komisi Hukum Nasional (KHN).

Perannya dalam menggerakan KHN sangat signifikan. Kiprah Fajrul kemudian diakui oleh KHN dengan menerbitkan buku “Mohammad Fajrul Falaakh: Konsisten Mengawal Konstitusi”.    

Profesionalisme Kader PMII

Fajrul merupakan salah satu contoh kader PMII yang bersikap profesional. Seperti penjelasan di atas sikap profesional dalam gerakan yang dimiliki oleh Fajrul merupakan hasil didikan nilai-nilai pergerakan PMII. Masih banyak lagi kader yang menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalitasnya dalam setiap bidang karena memang didikan PMII mengharuskan kadernya untuk bersifat profesional dengan menjunjung tinggi asas keadilan.

Apakah semua kader PMII mempunyai sikap profesional ? ini adalah pertanyaan yang selalu muncul dalam era sekarang karena proses pengkaderan di PMII setiap zaman berbeda.

Pada era orde baru sebagai organisasi pergerakan tentu selalu dipantau sehingga yang berani muncul adalah orang-orang yang mempunyai daya juang yang tinggi dan mental yang kuat, seperti derma Tan Malaka “terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk”. Lahir dan bergerak dalam suasana yang dilingkupi rasa mawas diri terhadap teror rezim menjadikan para kader PMII kuat dan “tahan banting”.

Perubahan era dari orde baru ke era reformasi berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya pengkaderan di PMII. Dulu, PMII bertumbuh di beberapa kampus yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan perguruan tinggi yang berlatar belakang Islam.

Fenomenan berbeda terjasi saat pasca reformasi, kader PMII mulai tumbuh di banyak perguruan tinggi termasuk perguruan tinggi negeri maupun swasta yang berbasis umum.

Kuantitas jelas akan mempengaruhi kualitas. Bisa dilihat gerakan PMII saat ini yang terlena dengan kemapanan banyaknya kader. Akhirnya PMII terjebak pada dunia politik pragmatis, dunia yang hanya mengandalkan massa, seperti jualan suara pada pemilu ataupun pemilihan kepala daerah.

Salah satu bukti yang nampak adalah gemuknya birokrasi yang terjadi pada pemerintahan saat ini luput dari kritikan kader PMII, padahal efisiensi birokrasi merupakan hasil dari perjuangan kadernya sendiri yakni Fajrul Falaakh.

Contoh di atas seharusnya menjadi pelajaran bagi PMII di usianya yang ke 60 tahun untuk melakukan refleksi terhadap sistem pengkaderannya yang berada pada profesionalitas di atas segalanya.

Profesionalitas bisa dibangun dalam setiap lini, termasuk dunia politik. Kader harus mempunyai sikap profesional sebelum terjun ke wilayah politik sehingga dunia politik adalah tempat pengabdian guna menciptakan kebijakan-kebijakan yang mengarah kepada kesejahteraan rakyat.rmol news logo article

Muhtar Said
Penulis adalah Dosen Hukum Administrasi Negara; Peneliti Pusat Studi Pendidikan & Kajian Anti Korupsi (PUSDAK) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA