Namun, hal itu bisa tidak berlaku, bila DPR mengesahkan Pasal 10 Bab IV ayat 2 draf Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang mengatur jabatan gubernur dan wakil gubernur ditetapkan oleh Presiden RI, alias tidak melalui Pilkada.
"Indeks Pembangunan Manusia di Jakarta terakhir berada pada angka 81,65, tertinggi dari semua Provinsi di Indonesia. Jadi biar saja dilaksanakan Pilkada seperti biasa. Jakarta dengan kekhususannya bisa menjadi contoh pelaksanaan demokrasi di Indonesia," kata Ketua Bidang Aparatur dan Organisasi PB Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Muhammad Rohim Hidayatullah, terkait draf RUU DKJ, Selasa (5/12).
Lanjut Rohim, bila draf RUU disahkan, akan mengubah kebiasaan masyarakat yang terbiasa dengan sistem Pemilu.
"Jakarta selama menjadi Ibukota sudah terbiasa melakukan Pilkada secara langsung," jelas Rohim.
Sayangnya, apabila DPR mengesahkan RUU DKJ, tidak ada jaminan para kepala daerah akan berhasil memimpin warga di wilayahnya.
"Kalau semisal tetap dilaksanakan sebagaimana tercantum dalam RUU tadi, harus ada ukurannya apakah ada jaminan bahwa Kepala Daerah yang dihasilkan jauh lebih baik, lebih berintegritas daripada Pilkada langsung? Apakah persoalan seperti politik identitas,
black campaign, dan masalah lainnya bisa terkendali atau tidak? Kalau tidak ada jaminan begitu saya pikir akan sama saja," tandas Rohim.
BERITA TERKAIT: