Hal ini tidak bisa dilepaskan dari masa lalunya. Yaman merupakan salah satu cikal-bakal bangsa Arab. Di wilayahnya pernah berdiri kerajaan yang sangat kuat dan makmur bernama Saba.
Puncak kejayaan kerajaan Saba saat dipimpin oleh seorang ratu bernama Bilqis, yang hidup sezaman dengan raja Sulaiman yang berkuasa di wilayah Yerusalim. Kisah mereka diabadikan baik di dalam Al Qur'an maupun Injil.
Ketika Islam hadir di jazirah Arab, Yaman termasuk wilayah yang paling awal memeluk Islam, di luar Makkah dan Madinah. Kisah kaum Quraish yang berdagang ke Yaman di musim dingin sampai diabadikan dalam Al Qur'an. Saat itu Kota Sana'a sangat terkenal sebagai kota industri selain pusat bisnis.
Menjelang kelahiran Nabi Muhammad, Makkah diserbu oleh tentara gajah yang sangat menakutkan dipimpin oleh seorang raja bernama Abrahah yang pusat kerajaannya berada di Yaman.
Abrahah cemburu dengan Makkah yang memiliki Ka'bah yang berkembang menjadi pusat perdagangan menyaingi Sana'a yang juga memiliki Ka'bah. Karena itu, Abrahah bermaksud menghancurkan Ka'bah yang berada di Makkah. Kisah ini juga diabadikan dalam Al Qur'an.
Setelah Islam bersemi, Yaman menjadi salah satu pusat pendidikan dan dakwah. Kemampuan berdagang masyarakatnya menyatu dengan semangat dakwah. Salah satu kota santri yang sangat terkenal bernama Hadramaut. Dari sinilah berasal para pendakwah Arab yang mengenalkan Islam ke Indonesia.
Meskipun demikian, popoularitas Yaman kalah dengan Damaskus di Suriah dan Kordoba di Andalusia (Spanyol dan Portugis sekarang) yang menjadi pusat pemerintahan Bani Umayyah, dan Bagdad di Irak yang menjadi pusat pemerintahan Bani Abbasiah.
Sejak dijajah Inggris, Yaman terpuruk sampai sekarang. Karena kemiskinan rakyatnya, dan feodalisme yang dianut suku-suku (kabilah) mengakibatkan Yaman menjadi satu-satunya negara Arab yang sempat dikuasai Komunis.
Secara geografis Yaman berada di kawasan negara-negara Arab Teluk yang kaya-raya. Di sebelah Timur, Yaman berhatasan dengan Oman. Di sebelah Utara, berbatasan denga Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.
Pertanyaannya apakah Yaman tidak memiliki minyak seperti tetangga-tetangganya? Sebenarnya Yaman memiliki kandungan minyak yang tidak kecil. Medco milik pengusaha Indonesia Arifin Panigoro memiliki sumur minyak di sana.
Sayang tidak bisa dieksploitasi karena perang yang tidak berkesudahan dan persaingan antara kabilah yang menyebabkan pemerintah tidak sepenuhnya menguasai wilayahnya. Kepala-kepala kabilah sering mengganggu jika tidak diberi bagian.
Beberapa tahun terakhir Arab Saudi dan UEA yang bersaing dengan Iran dalam berebut pengaruh, ikut memperparah situasi yang sudah sangat buruk. Pesawat-pesawat canggih Arab Saudi dan UEA secara rutin mengebom Yaman yang tidak hanya menyasar target militer, tapi juga pemukiman penduduk sipil.
Menurut International Rescue Comittee (IRC), Yaman telah dilanda krisis kemanusiaan terparah di dunia. 22 juta lebih warga Yaman membutuhkan bantuan kemanusiaan akibat kelaparan bersama dengan wabah kolera yang terburuk dalam sejarah dunia modern.
Sekitar 8 juta lebih warga Yaman kelaparan dan 16 juta orang kehilangan akses kesehatan. Serangan udara terjadi rata-rata satu kali setiap 99 menit selama tiga tahun terakhir.
Menurut pengamatan saya, meskipun nantinya perang selesai, rakyat Yaman sulit sekali akan bisa bangkit. Hal ini disebabkan oleh pertama: sistem kasta yang masih dipegang kuat oleh masyarakatnya. Karena itu sistem meritokrasi tidak berjalan, akibatnya jabatan-jabatan publik dibagi berdasarkan kavling-kavling kabilah.
Kedua, rakyat Yaman yang kecanduan gat (catha edulis), sehingga sebagian besar hidupnya di alam khayal. Gat semacam ganja yang tumbuh secara alami di wilayah ini, kemudian diperdagangkan secara bebas baik di pasar tradisional maupun modern. Cara makannya seperti orang Indonesia mengunyah sirih, yang ditahan di mulut dan dihisap berulang-ulang. Tidak ada ulama yang berani mengharamkannya.
Meskipun miskin dan menderita, masyarakat Yaman tidak kehilangan keramahan dan kebanggaannya. Keramahan masih menjadi bagian yang hidup dan terjaga.
Bila kita datang kesana, maka kita akan kewalahan menerima undangan makan dari masyarakatnya yang berlomba-lomba menyajikan makanan terlejat, yang bukan mustahil belum pernah mereka makan sebelumnya.
Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.
BERITA TERKAIT: