Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Konflik Separatis Uighur

Jumat, 06 Desember 2019, 15:13 WIB
Konflik Separatis Uighur
THE Xinjiang conflict is an ongoing "separatist conflict" in the northwestern part of China. Bukan konflik agama. Karakter konfliknya sama dengan West Papua Movement.

Setelah Dinasti Qing runtuh, Sun Yat Sen mendirikan Republik Tiongkok dan memproklamirkan negara baru ini milik orang-orang Han, Manchu, Mongol, Hui (Muslim), Tibetan dan Miao.

Polemik Uighur mulai serius setelah Soviet Union membiayai Uyghur communist party i.e. East Turkestan People's Revolutionary Party merilis violent uprising against China tahun 1968.

Pemberontakan modern Uighur dipimpin seorang konglomerat real estate dan mantan anggota Partai Komunis Tiongkok bernama Rebiya Kadeer. Sekarang dia tinggal di Washington DC dan punya closed relation dengan CIA.

Nama "Uighur" baru muncul di abad 20 setelah Komunis Soviet Union merilis blue-print Negara "Uyghuristan” sebagai bagian Soviet Republic di samping Kyrgyzstan, Kazakhstan, Uzbekistan, Tajikistan, dan Turkmenistan.

Menurut Professor James A. Millward, Orang Uighur modern adalah mixed race antara East Asian Mongoloid dan Europoid Caucasian populations.

Di masa silam, mereka disebut "Turki,” “Turban-headed,” atau simply “Muslims". Older English-language reference sering menggunakan istilah Chinese Turkestan sebagai pengganti kata "Xinjiang".

Di abad 17, Xinjiang dikuasai nomadic Buddhist Oirat Mongol. Saat itu Xinjiang disebut Dzungar Khanate.

The 5th Dalai Lama menginstruksikan followers-nya merebut Tarim Basin tahun 1680.

The Turkic Muslims yang tinggal di wilayah Turfan dan Kumul menyerahkan diri secara sukarela kepada Dinasti Qing dan minta China membebaskan mereka dari kekuasaan The Mongol Buddhist Dzungars.

Wilayah Muslim Turfan dan Kumul diterima sebagai vassal Dinasti Qing yang segera merilis perang melawan Dzungars.

Dibantu gerilyawan Vassal Uighur, Kaisar Qianlong membantai sekitar 80% populasi atau (+/-) 500-800 ribu orang Mongol Buddhist Dzungar. Peristiwa ini dikenal sebagai "Dzungar genocide".

Dinasti Qing melepaskan Pemimpin Uighur Burhanuddin dan Khoja Jihan (The Khoja brothers) dari penjara Dzungar. Keduanya dilantik sebagai penguasa baru Tarim Basin.

Dua tahun kemudian, The Khoja brothers melancarkan pemberontakan dan mengangkat diri sebagai independent leaders of the Tarim Basin.

Dinasti Qing dan Turfan leader Emin Khoja segera menghancurkan pemberontakan dan mengambil kontrol penuh atas Tarim Basin (Huijiang atau Muslimland) dan Wilayah Dzungaria (Zhunbu).

Nama "Xinjiang" baru digunakan setelah Dinasti Qing menghancurkan avonturisme Raja Uzbekistan Yaqub Beg tahun 1870an. Xinjiang artinya "new frontier" dan resmi menjadi provinsi di tahun 1884.

Di masa kacau, di Kashgar pada tanggal 12 November 1933, self-proclaimed First "East Turkestan Republic" was declared.

The Chinese Muslim Kuomintang 36th Division dipimpin Jenderal Muslim Ma Zhongying dari National Revolutionary Army menghancurkan tentara East Turkestan Republic di Peristiwa "Battle of Kashgar" tahun 1934. Abdullah Bughra dan Nur Ahmad Jan Bughra dieksekusi.

Mengambil celah momentum, Stalin's Soviet Union bersama White Russian forces dan Torgut Mongol menginvasi dan menempatkan Warlord Sheng Shicai sebagai penguasa baru Xinjiang Soviet puppet state selama satu dekade.

Stalin menyebut Sheng Shicai sebagai "a provocateur or a hopeless "leftist" having no idea about Marxism".

The Soviet era ended in 1942, setelah Sheng Shicai bergabung dengan Pemerintah Nationalist Chinese Chiang Kai Shek.

All in all, Xinjiang sudah masuk wilayah Tiongkok sejak abad ke 2 SM. Saat itu, wilayah ini disebut Protectorate of the Western Regions atau Xiyu Protectorate di bawah Emperium Dinasti Han. rmol news logo article

Penulis adalah anggota Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KOMTAK)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA