Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Amerika Serba Boleh Iran Serba Tidak Boleh

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-muhammad-najib-5'>DR. MUHAMMAD NAJIB</a>
OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB
  • Minggu, 01 September 2019, 17:01 WIB
Amerika Serba Boleh Iran Serba Tidak Boleh
Donald Trump/Net
MULTILATERALISM atau multilateralisme dalam kontek hubungan antar negara, menurut James Scott dalam artikelnya: Multilateralism International Relations, merupakan prinsip-prinsip yang disepakati oleh sejumlah negara yang menjadi anggotanya untuk mengatur kepentingan semua negara anggota.

Secara historis gagasan multilateralisme mulai berkembang dan banyak dipraktikan pasca Perang Dunia ke-2. Implementasi gagasan ini dimotori oleh Amerika Serikat, seperti pembentukan World Trade Organization (WTO) dalam perdagangan, atau Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam bidang politik.

Lawan dari faham multilateralisme adalah faham unilateralisme, yang secara sederhana dimaknai sebagai doktrin kebenaran sepihak dari sebuah negara berdasarkan kepentingannya, yang boleh jadi berbeda atau malah ditentang oleh negara lain.

Masalah-masalah hubungan internasional baik dalam bidang ekonomi maupun politik, kini bermunculan karena tatanan global yang dibangun dengan prinsip-prinsip multilateralisme tiba-tiba harus menghadapi negara-negara tertentu yang menggunakan faham unilateralisme.

Israel merupakan negara yang disamping menggunakan faham multilateralisme, dalam banyak hal juga menggunakan doktrin unilateralisme. Pada saat mana prinsip multilateralisme digunakan dan pada saat mana doktrin unilateralisme dipakai, tergantung pada kepentingan nasionalnya.

Sebagai negara kecil, meskipun doktrin unilateralisme yang digunakan Israel sering mengganggu negara lain, akan tetapi dampaknya tidaklah besar.

Kini Amerika mulai rajin menggunakan doktrin ini. Sebagai negara besar baik dalam kontek ekonomi maupun politik, ketika doktrin unilateralisme dipraktikan oleh Amerika, maka dampaknya sangat masif.

Contoh aktual pertama adalah akibat sikap unilateral Amerika terhadap China dalam bidang perdagangan. Langkah balasan China kemudian mengakibatkan terjadinya perang dagang antara dua negara yang kini menjadi raksasa ekonomi.

Akibatnya terjadi keguncangan ekonomi di tingkat global yang dirasakan oleh hampir semua negara.

Contoh aktual kedua adalah sikap unilateral Amerika terhadap Iran, yang meliputi bidang politik, ekonomi, dan keamanan. Sikap Iran yang tegas dan melawan mengakibatkan ketidak stabilan global yang mempengaruhi situasi politik, ekonomi, maupun keamanan internasional.

Tindakan unilateral Amerika terhadap Iran berawal dari mundurnya Washington secara sepihak dari JCPOA yang ditandatangani kedua negara, ditambah empat negara lain pada tahun 2015.

JCPOA dibuat sebagai upaya untuk mengontrol dan membatasi perkembangan kemampuan Iran dalam bidang teknologi nuklir, agar tidak diarahkan untuk membuat bom.

Iran setuju dengan imbalan berbagai sanksi yang dibuat negara-negara Barat sejak Revolusi Islam yang dipimpin Ayatullah Khomaini tahun 1979, yang menjatuhkan Rezim Reza Pahlevi yang didukung Barat dilonggarkan.
Alasan Presiden Amerika Donald Trump dari berbagai pernyataan yang dibuatnya sendiri dan para pejabat senior di Gedung Putih adalah JCPOA sudah tidak memadai lagi, karena hanya mengendalikan dan membatasi kemampuan Teheran dalam bidang teknologi nuklir.

Washington ingin membatasi kemampuan Teheran dalam pengembangan rudal balistik. Menurut sejumlah pemerhati di bidang ini, karena dari segi jarak kemampuan rudal Iran sudah bisa menjangkau Tel Aviv, sementara dari daya ledaknya bisa menenggelamkan kapal induk milik Amerika.

Belum selesai masalah rudal, kini Trump menambah daftar masalah lagi dengan memasukkan proyek satelit Iran. Alasannya, roket pendorongnya dikhawatirkan akan dikembangkan menjadi senjata ruang angkasa yang membahayakan negara lain.

Walau belum muncul ke permukaan, bukan mustahil drone produksi Iran juga akan masuk daftar masalah, mengingat drone Iran terbukti sangat efektif digunakan oleh pemberontak Houthi untuk menyerang Saudi Arabia dari Yaman.

Pertanyaannya kemudian, kalau semua hal yang dibuat Iran dianggap membahayakan, kemudian harus dilarang, bagaimana dengan berbagai teknologi persenjataan dan teknologi spionase termasuk dalam wujud satelit mata-mata yang dibuat Amerika ?

Bukankah tidak ada satu negarapun yang mempertanyakan apalagi mempersoalkan secara unilateral, ketika Amerika membuat berbagai pesawat tempur, rudal, satelit, dan bom.  Bahkan sebagai negara yang menyimpan bom nuklir terbesar di dunia, terkesan hanya cuek bebek ketika muncul imbauan untuk menguranginya dari para aktivis pencinta lingkungan hidup. rmol news logo article

Penulis adalah Pengamat Politik Islam dan Demokrasi.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA