Peristiwa ini terjadi pada 4 Juli, saat tanker bernama Grace 1 baru saja meleawati selat sempit antara Maroko dan Spanyol yang dikenal dengan nama Gibraltar.
Memang Suriah sedang menghadapi sanksi sejumlah negara Eropa termasuk Inggris. Pertanyaannya adalah apakah pasukan Inggris berhak menahan atau menyita tanker yang tidak berlayar di wilayahnya?
Bisa saja pemerintah Inggris berdalih, bahwa tanker itu berlayar di pantai wilayah kecil seluas 6,7 kilometer persegi bernama Gibraltar atau Jabal Tarik, yang berpenduduk hanya 32.194 orang, yang dirampasnya dari Spanyol sejak 1704 melalui kekuatan senjata.
Mengingat wilayah sempit ini diklaim sebagai bagian dari wilayah Spanyol, dan kini sedang dituntut untuk dikembalikan, tentu masalah ini akan menjadi perdebatan bila dilihat dari perspektif hukum di tingkat internasional.
Akan tetapi bila dilihat dari kaca mata politik, maka tindakan Inggris ini tergolong nekad, mengingat posisinya berada di antara Amerika dan Iran yang kini sedang berada dalam puncak ketegangan, yang diwarnai dengan berbagai insiden militer, walau masih dalam skala kecil, bila dilihat dari besarnya mesin perang yang digelar dan banyaknya personil militer yang dimobilisasi dua belah pihak.
Teheran marah terhadap tindakan Inggris yang menyandera tankernya, pada saat Iran menekan Inggris dan negara-negara Barat penandatangan JCPOA seperti Perancis dan German. Teheran menilai London telah melakukan tindakan yang gegabah, sampai pemimpin spiritual Ayatollah Ali Khamenei kemudian mengancam akan memberikan balasan.
Jum'at (19/7) tepat 15 hari setelah pasukan Inggris menyandera tanker Iran, pasukan Garda Revolusi Iran (IRGC) balas menyandera tanker berbendera Inggris bernama Stena Impero, saat melewati Selat Hormuz. Tanker yang dikelola perusahan Inggris bernama Northern Marine Management dengan awak 23 orang ini dituduh melanggar tiga hal: mematikan GPS; melalui gerbang keluar Selat Hormuz; dan mengabaikan peringatan.
Amerika mengancam Iran sembari meminta agar kapal berbendera Inggris yang sedang disanderanya segera dibebaskan bersama awaknya. Ancaman ini dibalas oleh pasukan Garda Revolusi yang bertanggungjawab terhadap penyanderaan, dengan menegaskan bahwa tanker yang disanderanya telah melakukan penyelundupan minyak.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Perancis Emmanuel Macron yang melakukan komunikasi via telpon, telah sependapat perlunya mengkonsolidasi kembali kesepakatan JCPOA, sebagai landasan untuk meredakan ketegangan dan menghentikan perlombaan senjata nuklir di kawasan Timur Tengah.
Dengan peristiwa saling sandra ini, apakah Inggris akan ikut terseret dalam perang antara Amerika dengan Iran yang bisa pecah setiap saat ? Menarik untuk dicermati, meskipun Menlu Inggris Jeremy Hunt telah menyatakan bahwa persoalan ini akan diselesaikannya lewat jalur diplomatik.
Penulis adalah Pengamat Politik Islam dan Demokrasi
BERITA TERKAIT: