Dibanding mengumbar janji, pemerintah diminta untuk menyelesaikan persoalan kesejahteraan guru honorer, khususnya yang berada di daerah-daerah.
“Guru adalah sebuah profesi mulia dengan tanggung jawab yang begitu besar. Peran mereka begitu besar dalam mendidik generasi penerus bangsa agar menjadi cerdas, berkepribadian, dan mampu menjawab tantangan zaman. Namun, saat ini nasib hampir 2 juta guru honorer di Indonesia amatlah memprihatinkan,†kata Junaidi dalam acara Sosialisasi Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara MPR RI di Gunung Agung, Tulang Bawang Barat, Minggu (24/3).
Anggota DPR RI ini menjelaskan, saat ini banyak guru honorer yang mengabdi puluhan tahun dengan upah sangat jauh di bawah Upah Minimum Rata-rata (UMR).
Namun harapan agar dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil sampai sekarang tidak juga menemui kejelasan dari pemerintah.
Dengan kondisi yang memprihatinkan itu, lanjutnya, pemerintah justru lebih memilih mengeluarkan Kartu Pra-kerja yang disebut-sebut akan memberikan honor kepada masyarakat yang belum bekerja atau pengangguran.
“Kalaupun uangnya ada, daripada memberi honor kepada yang belum bekerja, bukankan lebih baik mengalokasikannya untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer?†tegasnya.
Politisi PKS ini pun menyinggung soal guru honorer yang merupakan janji Presiden Jokowi di 2014 silam.
Selain itu, ia juga menganggap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bukan merupakan solusi yang tepat untuk guru honorer K2.
Peraturan tersebut dianggap belum mengakomodasi harapan honorer untuk bekerja sebagai P3K karena mereka perlu mendapatkan jenjang karir yang jelas.
"Pemerintah harusnya membuat regulasi yang berkeadilan dengan mengangkat honorer K2 menjadi ASN secara bertahap dengan proses pelaksanaan yang konsisten dan dengan persyaratan kualifikasi yang jelas, transparan, dan akomodatif," tandasnya.