Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Etika Politik dalam Al-Qur'an (10)

Merintis Toleransi

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Senin, 04 Februari 2019, 08:27 WIB
Merintis Toleransi
Nasaruddin Umar/Net
rmol news logo Toleransi dalam arti men­jalin hubungan yang harmonis antara berbagai komponen warga bangsa/negara merupa­kan salahsatu ciri khas ajaran Islam. Banyak ayat dan hadis yang menyatakan dukun­gan toleransi secara terbuka dengan berbagai komunitas masyarakat. Islam tetap meng­hargai agama, etnik, dan berbagai perbedaan yang terjadi di dalam masyarakat.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Relasi antar umat beragama bukan hal asing bagi Nabi. Banyak contoh sejarah yang dilakukan Nabi sangat menakjubkan. Ia banyak ditolong dan menolong agama lain. Ketika Nabi masih remaja melakukan misi perdagangan ke Syiria. Disana ia ketemu seorang pendeta yang melihat tanda-tanda ajaib di bahu Muhammad. Sang pendeta memint­anya agar lebih baik segera kembali karena anak ini kelak akan menjadi orang besar, menjadi Nabi. Peristiwa lain ketika Nabi baru saja mendapatkan wahyu pertama di goa Hira, ia dipertemukan dengan seorang pendeta kenalan isterinya, dan sang pendeta menerjemahkan pengalamn Nabi Muhammad sebagai awal dari misi kenabiannya. Nabi Muhammad sejak awal kenabiannya sudah akrab dengan pendeta.

Ia juga sering memberi perlindungan terhadap agama-agama lain termasuk melindungi para tokoh-tokohnya. Konsep Darus Salam untuk non muslim kooperatif dan Darul Harbi untuk non-mus­lim non kooperatif merupakan konsep yang amat strategis yang tidak pernah diterapkan oleh etnik sebelumnya. Orang-orang yang beraga lain yang tidak memusuhi Nabi harus diberi perlindungan. Hanya orang-orang non-muslim dan munafiqun yang selalu mengangkat senjata terhadap Nabi yang perlu dihadapi dengan ketegasan. Itupun Nabi kalau menjalankan misi perang tidak mem­bolehkan membunuh anak-anak, orang-orang tua ('ajuz), perempuan, tidak boleh merusak dan membakar rumah ibadah, tidak boleh mencabut atau mematahkan ranting pepohonan mereka, serta menghancurkan benda-benda budaya mereka. Kalau mereka sudah angkat tangan tidak boleh lagi diperangi.

Menarik untuk kita kaji, Nabi pernah mengang­kat panglima seorang anak muda yang bernama Usamah, relatif masih di bawah 20 tahun. Suatu ketika ia menjebak seorang musuh sehingga ter­pojok lalu ia mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia dilaporkan kepada Nabi oleh sahabat tertentu terhadap kejadian ini. Nabi memanggil Usamah dengan marah dan bertanya kenapa engkau membunuh orang yang sudah bersyahat? Dijawab oleh Usamah dengan mengatakan ia bersyahadat karena terpaksa, hanya ingin cari selamat. Nabi menjawab, sebagaimana dikutip di dalam kitab Al-Muwaththa' karya Imam Malik: Nahnu nahkumu bi aldhawahir wa Allahu yatawalla al-sarair (Kita hanya menghukum apa yang tampak dan Allah menentukan apa yang tersembunyi di dalam hati). Hadis ini amat penting diaktualkan maknanya dalam masyarakat majmuk seperti Indonesia tercinta.

Amat banyak pelajaran penting dari Nabi soal ini. Pelajaran penting yang dapat diperoleh dari hadis ini ialah kalau orang sudah bersyahadat dengan benar tidak perlu lagi dihakimi dengan kekerasan karena secara formal orang itu sudah muslim. Tugas berikutnya ialah bagaimana mengislamkan mereka secara utuh. Banyak lagi hadis yang dapat ditemukan yang menggambarkan bagaimana Nabi penuh toleransi terhadap muallaf. Bahkan termasuk memberikan zakat sekalipun ia kaya. Orang mual­laf ialah orang yang sudah bersyahadat. Apapun isi hatinya, itu urusan Allah. Kita jangan mengurus sesuatu yang menjadi hak prerogatif-Nya, nanti akan merepotkan diri sendiri.

Ia juga banyak menyelesaikan konflik antara petani dan pemilik atau pengendali pengairan, menyelesaikan pasca panen, menyelesaikan per­soalan okulasi penanaman korma, menyelesaikan masalah kewarisan, harta pungutan, perkawinan antar umat beragama, dan persoalan pertetang­gaan antar kabilah. Bahkan konflik negara-negara besar sesama non muslim juga meminta jasa Nabi untuk menyelesaikannya. Jadi Nabi Muhammad Saw betul-betul sebagai Nabi yang layak disebut sebagai Bapak Toleransi, Bapak Perdamaian, Bapak HAM, Bapak Kemanusiaan, dan Bapak Pembebasan.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA