Apakah boleh menshalati orang-orang non-muslim? Pertanyaan ini masih kontroversi karÂena ada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, ketika Nabi mendÂengar wafatnya Raja Najasy, maka Nabi meÂmerintahkan sahabatnya untuk shalat gaib emÂpat kali takbir di masjidnya untuk kematian raja Habasyah tersebut, seraya memohonkan doa (HR Bukhari No. 3880-3881). Riwayat dari jalur Imam Muslim juga hampir sama redaksinya.
Meskipun hadisnya shahih tetapi masih tetap kontroversi karena satu sisi Nabi memerintahkan menshalati orang yang belum jelas keislamannya sementara ada ayat Al-Qur’an yang melarang untuk menshalati orang non-muslim yaitu: "Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuÂburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepaÂda Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik". (Q.S. al-Taubah/9:84).
Kontroversi lainnya ialah apakah Raja Nejasy sudah muslim atau belum? Sebagian ulama mengatakan formalnya belum muslim tetapi rasa cintanya terhadap Islam dan Nabi MuhamÂmad sudah seperti umat Islam lainnya. Hanya saja beliau dikelilingi warga non-muslim maka beliau tidak menegaskan keislamannya. Ulama lainnya mengatakan beliau sudah muslim dan juga sudah bersyahadat hanya belum sempat menjalankan syari'ah Islam.
Pendapat lain mengatakan, shalat gaib seperti ini hanya untuk Raja Najasy sendiri tidak unÂtuk orang lain, mengingat sejarah panjang NaÂjasy yang sudah mempertaruhkan jiwa-raganya untuk membela kepentingan Islam di negerinya, sehingga Nabi memberikan apresiasi khusus kepadanya. Raja Najasy bernama Al-Shamah pernah lolos dari kematian dan pernah dibuang di negeri lain karena ia sebagai anak tunggal yang masih kecil. Dikhawatirkan kalau mewarisi tahta ayahnya tidak mampu memimpin negerinÂya dengan baik. Mereka meminta tampuk keraÂjaan diberikan kepada saudara Bapaknya yang memilki banyak anak. Sejarah menghendaki lain, Al-Shamah akhirnya didaulat juga menjadi raja setelah terjadi peristiwa alam yang melanÂda Habasyah. Al-Shamah memimpin dengan adil dan negerinya makmur. Namun ia meneriÂma utusan Nabi Muhammad Saw yaitu 'Amr bin 'Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'ah. Raja Najash betul-betul terpesona terhadap Islam dan Nabi Muhammad yang diperkenalkan oleh kedua tokoh ini. Bahkan, ia menjanjikan kerjasama khusus dengan Nabi Muhammad Saw. Belum sampai terwujud semuanya, akhirnya ia meninÂggal. Nabi pun mengapresiasi dengan menganÂjurkan sahabatnya untuk shalat gaib untuknya.
Dari pengalaman di atas, menjadi pelajaran bagi kita para umatnya bahwa non-muslim pun perlu mendapatkan perhatian dan penghormaÂtan, bukan saja pada saat mereka hidup tetapi sampai sesudah wafat. Ada sebuah qaul menÂgatakan: Al-mayyit haq Allah (mayat itu hak AlÂlah). Dalam hadis juga pernah dikatakan: MeÂmatahkan tulang rusuk mayat sama dosanya dengan mematahkan tulang rusuk ketika ia masih hidup. Dalam riwayat ini tidak dibedaÂkan apapun agama dan kepercayaan orang itu. Berdosa massal suatu kampung jika menyaksiÂkan mayat yang tidak diurus, sehingga mayat itu dimakan binatang buas. Allahu A'lam.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.