Sebelumnya, mantan Panglima ABRI ini juga menggelar perÂtemuan
sub regional meeting on counter terrorism (SRM on CT) bersama pemerintah Australia dalam rangka menghÂadapi berkembangnya ancaman terorisme. Berikut penjelasan Wiranto terkait hasil pertemuan yang membahas beberapa persoÂalan dalam negeri dan regional tersebut;
Baru-baru ini Anda menÂgundang Menteri Agama berÂsama beberapa ormas Islam ke kantor Anda. Apa saja yang dibahas dalam pertemuan tersebut?
Perlu Anda ketahui bahwa saya memang sengaja mengundang tokoh-tokoh agama Islam, para ulama, para habaib, dan juga para pimpinan ormas Islam untuk berÂdialog. Dialog secara bebas dan santai, membahas masalah
ukhuÂwah Islamiyah, ukhuwah watÂtoniyah, masalah tauhid, masalah akidah yang sementara ini kan masih menjadi perdebatan.
Lho memangnya perdebaÂtan apalagi, bukankah kasus pembakaran bendera tauhid di Garut sudah selesai?(Perdebatan itu) walaupun sudah mereda, tetapi masih cukup sengit.
Sebab (bendera yang dibakar di Garut beberapa waktu lalu)sebagian kalangan menganggap bendera HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), sementara seÂbagian lagi menggap bendera tauhid. Atau meski bukan benÂdera tauhid, tapi simbol-simbol tauhid. Sehingga terjadi perbeÂdaan yang sangat tajam.
Bukankah sudah disepakati diselesaikan secara hukum?Polisi memang telah menyeleÂsaikannya dengan satu struktur hukum, yang kemudian telah memberikan satu proses peradiÂlan kepada orang yang membakar dan yang membawa bendera. (Dari pihak-pihak yang berÂperkara) ini kan masing-masing memberikan penjelasan yang membuatnya tidak bisa menÂjadi satu. Maka saya kumpulkan, Menteri Agama ada penjelasanÂnya, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga ada, lalu dari Bareskrim Polri yang mengusut masalah itu, dan menÂdorong ke pengadilan juga ada. Lalu dari perwakilan organisasi yang anak buahnya membakar bendera dan organisasi lain yang anak buahnya membawa bendera ini saya kumpulkan jadi satu unÂtuk berdialog. Dan alhamdulillah dialog berlangsung sangat santai, sangat bersahabat, dipenuhi sauatu kesadaran bahwa dialog semacam ini mencari kebenaran, semangat tabayun sangat dijiwai.
Lantas apa hasil yang dicaÂpai dari dialog tersebut?Ya kami sangat gembira karena telah terjadi kesepakatan bahwa, ini ada kesalahpahaman yang tidak boleh lagi terjadi di masa depan. Dan kemarin saya sampaikan bahwa, semua umat Islam yang merupakan mayoritas bangsa Indonesia, harus ikut bersama-sama dengan aparatur keamanan menjaga stabilitas. Stabilitas keamanan, stabilitas politik, taat hukum, ini menjadi kewajiban kita berÂsama. Agar apa? Agar negara kita damai, negara kita rukun, negara kita stabil. Karena dari stabil itulah kita bisa membanÂgun. Alhamdulillah semuanya sudah menyadari masalah itu, sehingga kesimpulannya adalah semua sudah menerima dan semuanya sudah diselesaikan. Baik itu penyelesaian hukum, maupun penyelesaian organisasi dimana oknum-oknumnya terliÂbat masalah itu.
Kemudian juga Menteri Agama sudah menyampaikan bagaimana masalah akidah, masalah kalimat tauhid ini nanti akan dimusyawarahkan lebih luas lagi. Dan itu bukan domain pemerintah untuk ngatur, untuk menentukan tata cara pernghorÂmatan kepada kalimat tauhid dan sebagainya.
Jadi saya kira, pertemuan keÂmarin walau hanya sekitar dua jam, tapi sudah menghasilkan sesuatu yang menurut saya funÂdamental, sesuatu yang strategis, sesuatu yang sangat penting untuk kita bisa bergerak ke depan. Saya juga tadi mengÂingatkan kepada teman-teman yang berdemonstrasi, hati-hati ya. Demonstrasi yang terkadang mempunyai niat baik, untuk membangun suatu pemahaman yang positif, terkadang dia diÂtunggangi oleh kelompok lain untuk kepentingan politik.
Anda menduga aksi demonÂstrasi yang ada beberapa waktu lalu ditunggangi. Apa buktinya?Tadi saya tayangkan, untuk demonstrasi yang kedua kali itu, ternyata memang ditunggangi oleh kelompok-kelompok yang memanfaatkan untuk kepentinÂgan politik tertentu.
Siapa yang menunggangi aksi itu? Dimanfaatkan oleh teman-teman dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk tetap eksis berorganisasi. Untuk itu saya kiÂra pertemuan semacam ini akan kami lakukan secara berkala, secara periodik. Agar kebersaÂmaan kita, baik itu sesama umat Islam maupun antar agama tetap terjaga di Indonesia ini.
Anda bilang dalam perÂtemuan, seluruh peserta sepakat menilai telah terjadi kesalahpahaman. Apa makÂsudnya?Ini kan yang dibakar itu ada satu bendera ya, yang kemudian ada tulisan “laa ilaaha illa Allah†dalam bahasa arab. Pembakar merasa itu bendera HTI, karena yang membawa juga memang mengaku dia membawa bendera HTI. Itu dalam konteks Garut, dua orang pembakar dan satu orang pembawa. Yang bawa ngaku bahwa itu bendera HTI, sementara yang membakar juga merasa itu bendera HTI. Dalam konteks hukum, bendera itu adalah bendera HTI. Tapi dalam konteks yang lebih luas, dalam konteks akidah dan tauhid, itu adalah bendera dengan tulisan
"laa ilaaha illa Allah", jadi engÂgak boleh dibakar. Ini yang saya bilang enggak bisa dijadikan satu, karena dalam konteks yang berbeda. Maka dari itu kemarin saya jelaskan, semua orang Islam saat melihat tulisan
"laa ilaaha illa Allah" kita hormati, kita cintai. Dalam konteks di Garut, jangan kemudian kita campuradukan. Sehingga keÂmarin sudah ada pemahaman soal itu. Supaya jangan sampai ada satu fakta hukum, yang didekati dari dua konteks yang dicampuradukkan. Ini yang membuat nanti kacau.
Selain bertemu dengan orÂmas Islam dan Menteri Agama, sebelumnya Anda juga menggelar pertemuan regional dengan beberapa negara jiran. Apa saja yang dibahas dalan pertemuan itu?Pertemuan itu merupakan perÂtemuan lanjutan dari pertemuan serupa yang kami lakukan di Manado, pada 29 Juli 2017 yang lalu, dimana Indonesia adalah tuan rumah dalam perÂtemuan tersebut. Negara-negara yang hadir dalam pertemuan kali ini adalah Indonesia, Australia, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, Selandia Baru, Myanmar, Thailand, dan Singapura. Pertemuan kemarin dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri Australia, Bapak Hon Peter Dutton serta saya sendiri, dan diikuti oleh tujuh menteri atau setingkat menteri lainÂnya, dari negara-negara yang saya sebut tadi. Pertemuannya membahas upaya negara peserta dalam memberantas tindak terÂorisme, melalui penguatan kerja sama yang telah ada. Selain itu kami juga mencoba merancang program-program baru, yang perlu kami lakukan sehubungan dengan peningkatan ancaman terorisme yang menggunakan berbagai media, dan cara-cara baru, baik teknis maupun taktik mereka. Seperti kita ketahui bahwa, cara dan metodologi tinÂdak terorisme telah berkembang. Bahkan kita lihat di Surabaya yang menggunakan keluarga, khususnya kaum perempuan dan anak-anak. Serta juga mengguÂnakan teknologi yang semakin maju. Teknologi yang digunakan oleh masyarakat umum juga mereka gunakan, untuk melakuÂkan suatu perencanaan tindak terorisme. Oleh karena itu, salah satu upaya yang juga dibahas adalah, bagaimana pemerintah bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil, untuk menangÂgulangi terorisme itu. Selain itu, pertemuan itu juga membahas upaya bersama dalam menangÂgapi terorisme melalui media soÂsial. Di mana kita kerjasamakan dengan pihak swasta yang berkeÂcimpung dalam bidang teknologi informasi. Hasil pertemuan ini akan kami tindaklanjuti pada Jakarta Working Group, yang terdiri atas pejabat-pejabat seÂnior dari sembilan negara, yang bertugas membuat perencanaan dan monitoring kegiatan berÂsama. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.