Menteri-menteri yang masuk barisan tim kampenye itu tak cuma berasal dari kalangan partai politik, tapi juga menÂteri dari kalangan profesional. Bagaimana tanggapan Ferry Mursyidan Baldan yang juga pernah menjadi menterinya Jokowi terkait hal ini? Berikut penjelasan mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan ini kepada
Rakyat Merdeka.
Bagaimana tanggapan Anda terkait sejumlah menteri yang menjadi Timses Jokowi-Ma'ruf?
Meskipun kita melihat dari aturan tidak apa-apa asalkan dia cuti, namun kalau melihat semangat Pak Jokowi yang dulu itu jika diangkat menjadi menÂteri, maka tidak boleh menjadi pengurus partai. Awal-awal kan perjanjiannya begitu. Kenapa makin ke sini malah menjadi longgar? Padahal sebetulnya Pak Jokowi bisa meminta bantuan yang lain, selain yang menjabat sebagai menteri. Kalau menteri yang ditugaskan maka yang patut dikasihani itu jajaran di bawahnya, para aparatur sipil negara (PNS). Jajaran di bawah itu tahunya mengabdi kepada negara. Bukan mengabdi kepada pimpinan yang jadi tim sukses. Ini menjadi sikap yang memÂbuat anak buahnya ragu-ragu. Nanti memaknainya ini tugas sebagai tim sukses atau sebagai pegawai kementerian. Nantinya berdampak tidak bagus.
Cuti itu khusus untuk para menteri yang nyaleg atau semuanya? Ya, kalau tidak masuk timses maka dia cuti hanya pas kamÂpanye saja. Sementara kalau dia tim sukses kan melekatnya penuh. Menurut saya yang menÂjadi pertanyaan kenapa sekarang boleh seperti ini? Padahal dulu kan ketat. Pengurus partai yang jadi menteri diminta mundur dari partai. Hal ini juga dikhawatirÂkan bisa menyebabkan kebinÂgungan. Apakah dia beraktivitas sebagai pemerintah atau tim kampanye? Makanya menurut saya harusnya itu mereka tidak jadi anggota timses. Dia cukup cuti pada saat kampanye saja. Tugas pokoknya kan menteri.
Ketika Anda menjabat sebaÂgai menteri, apakah ada perÂjanjian yang mengharuskan mundur dari kepengurusan partai? Waktu awal ada, bahkan kami diminta mundur. Kemudian hal yang awalnya menjadi sebuah norma ini menyebabkan keÂhilangan maknanya ketika dia melanggar. Dalam perjalanan ada menteri yang tidak mundur sebagai pengurus partai, kemuÂdian jadi tim kampanye. Padahal menurut undang-undang kan dia diÂangkat sebagai pembantu presiden. Bukan diangkat untuk menjadi tim kampanye. Itu dua hal yang berÂbeda. Ini merupakan pembelajaran politik yang tidak bagus.
Tapi Anda membolehkan mereka jadi juru kampanye asalkan cuti? Barangkali sebatas jurkam karena mereka itu masih menÂjadi anggota parpol pengusung Jokowi. Jadi sampai batasan jurkam saja. Jurkam itu kan nanti ada jadwalnya. Kalau dia langÂsung menjadi anggota timses, itu kan tidak hanya akan bertindak sebagai jurkam. Nanti susah kita membedakannya ini timses atau menteri? Padahal kan tidak boleh kampanye pakai fasilitas negara.
Kalau dia jadi jurkam, artinÂya Anda membolehkan mereka mempublikasikan hasil kerja pemerintahan sekarang? Enggak, kalau sebagai jurkam tentu yang disosialisasikan tentu visi-misi Jokowi sebagai capres. Kalau dia sekadar menjual apa yang dia capai, tentu karena kesÂempatan itu ada. Itu kan memang menjadi kewajibannya dengan kewenangan yang ada dalam menjalankan pemerintahan. Jadi yang dihasilkan itu bukan hasil tim kampanye.
Tim kampanye itu kan tidak punya kewenangan menggunaÂkan fasilitas negara. Yang boleh itu menteri tapi menteri tidak boleh menggunakannya untuk kampanye. Jadi kalau dia tim kampanye maka yang dia jual adalah visi-misi Jokowi sebagai capres. Sementara kalau kinÂerja Jokowi sebagai presiden itu porsi dia sebagai menteri.
Tapi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf menjamin kerjaan para menteri tidak akan terganggu. Bagaimana itu? Bagaimana tidak tengganggu. Pertama mereka diangkat sebaÂgai menteri untuk membantu Jokowi sebagai presiden. Mereka diangkat dengan kewenangan dan fasilitas untuk membantu Jokowi sebagai presiden. Nah, kalau masuk tim kampanye itu kan dalam rangka membantu Jokowi sebagai capres. Bagaimana mereka dibolehkan menggunakan fasilitas pembantu presiden untuk mengerjalan tugas membantu capres.
Jadi harusnya mereka menolak masuk timses? Ya tentu harusnya menolak karena dia harus menyadari itu bukan sesuatu yang boleh dilakukan. Kalaupun tidak ada aturannya hal ini menyentuh soal kepatutan dan kepantasan. Mereka diangkat (sebagai menÂteri) dan diberi fasilitas dalam rangka membantu Jokowi seÂbagai presiden. Nah, ketika mereka ada di area abu-abu, yaitu dengan menjadi timses harusnya kan tidak bisa digunaÂkan. Pasalnya mereka pembantu presiden bukan pembantunya capres.
Perbandingannya begini, liÂhat saja itu Menpan RB yang mundur. Dia memahami kalau menjadi menteri itu merupakan pembantu presiden. Jadi ketika dia mau membantu Pak Prabowo sebagai capres maka dia mundur. Hal seperti ini harusnya berlaku juga di kubu Jokowi karena Jokowi berlaku sebagai capres bukan sebagai presiden.
Jadi menteri dan timses sesÂuatu hal yang berbeda? Kalau saya katakan dengan posisi sebagai menteri kesadaran nilai kepatutan harus tinggi. Dia diangkat sebagai menteri untuk membantu presiden. Tidak ada urusannya dia diangkat sebagai menteri tapi menjadi pembantu capres. Komparasinya ada pada Menpan RB dan Menpan RB itu menjadi pendukung Pak Prabowo. Lalu secara etika Pak Asman Abnur mundur. Jadi menteri itu tugasnya memÂbantu presiden bukan bertugas membantu capres. Sebab hal ini tidak bagus untuk pendidikan politik dan mengabaikan aspek kepantasan.
Imbauan Anda kepada Bawaslu? Kalau untuk Bawaslu mungkin sekadar ini dan itu saja. Dia bisa mengatakan adanya perbedaan antara menteri dan timses. Akan tetapi menurut saya dikembaliÂkan saja pada kepantasan dan kapatutan dalam melakukan seÂsuatu. Bagaimanapun dia menÂteri diangkat dengan Peraturan Presiden untuk membantu presiÂden bukan membantu capres. Membantu presiden berdasarkan pemilu 2014. Coba jelaskan ke saya undang-undang mana yang membolehkan para menteri membantu capres, mengingat tugasnya mereka itu membantu presiden.
Apakah kubu Prabowo-Sandi takut terhadap menteri yang menjadi timses Jokowi-Ma'ruf? Kita sih biasa saja. Namun kami ingatkan bahwa negeri ini dibangun selain atas undang-undang yang berlaku yaitu atas norma-norma kepantasan dan kepatutan. Makanya, saya kaÂtakan supaya masyarakat tidak bingung sebagaimana di semua pelajaran bahwa menteri itu berÂtugas membantu presiden. Akan tetapi dengan adanya menteri sebagai timses berarti menteri sebagai pembantu capres. Nah yang begini untuk kepentingan publik tidak bagus. Untuk kami si tidak ada urusan. Makanya saya katakan sebagai menteri yang menjual prestasi saya berÂkeyakinan, jika Pak Prabowo sebagai presiden raihan di rezim ini bisa dibeli. Jadi tidak ada kekhawatiran bahkan kami biÂasa-biasa saja. Kami ini hanya ingin menegaskan bahwa kami sedang memberikan perilaku politik yang benar sebagai penÂdidikan politik. Tidak ada pelaÂjaran menteri bertugas sebabagai pembantu capres.
Adakah rencana timses Prabowo-Sandi menyambangi KPU dan Bawaslu untuk mengawasi ihwal ini? Yang begitu-begitu tidak usahlah. Artinya kalau mengatur yang seperti itu saja, dalam hal ini nilai kepantasan tidak bisa apalagi kalau berlanjut (dua peÂriode) repot lagi. Ini soal kepanÂtasan dan kepatutan yang tidak bisa diabaikan di negeri ini.
Selain menteri, sejumlah kepala daerah juga secara terbuka mendukung Jokowi-Ma'ruf. Bagaimana tanggaÂpan Anda? Kalau soal kepala daerah ini kan tidak bisa mengatasnamakan warganya. Misalnya saya tinggal di Bandung memangnya boleh gubernur Jawa Barat mengatakan saya akan memenangkan Jokowi, ya tidak bisalah. Wong sayanya saja bagian dari warga Jabar tidak seperti itu sikapnya. ***
BERITA TERKAIT: