Salah satu tempat yang disÂasar berada di Jakarta Utara. Sebuah rumah di Jalan Mahoni I, RT 12 RW 5, Perumahan Gading Griya Lestari, Kelurahan Sukapura, Kecamatan Cilincing, jadi gudang tempat produksi obat illegal.
Gudang tersebut merupakanrumah tinggal biasa, seperti rumah-rumah lain di sekitarnya. Bangunannya cukup megah. Terdiri dari dua lantai. Dengan lebar muka sekitar 10 meter dan panjang sekitar 15 meter. Jaraknya hanya sekitar 500 meter dari pos pintu masuk komplek yang dijaga beberapa petugas keamanan.
Jika dilihat sekilas, tak akan ada seorang pun yang menyangkarumah tersebut dijadikan tempat bisnis barang terlarang. Soalnya, lingkungannya terbilang ramai dan berada di komplek perumaÂhan yang cukup mewah.
Selain itu, aktivitas warga di sekitar juga cukup ramai. Demikian pula dengan kendaraan yang hilir mudik melewati depan rumah tersebut.
Pagar rumah tersebut dibanguncukup tinggi. Semua sisi pagartertutup, bahkan seperti tanpa celah sedikit pun untuk bisa mengintip ke bagian dalam. Celah-celah pagar besi ditutup bahan fiber berwarna hitam. Sewarna dengan pagar tersebut.
Sekitar tiga perempat banÂgunan pagar tertutup besi. Sedangkan sisanya, pagar ditutup, dibangun menggunakan dinding beton. Rumah itu berbeda dengan rumah lainnya. Sisi depannya terÂtutup, mulai dari permukaan tanah hingga ke atap. Paling tertutup dibanding rumah lainnya.
Masuk agak ke dalam, terdaÂpat teras yang cukup luas. Teras itu sekaligus dipakai untuk garasi kendaraan. Hari itu, teras tersebut tampak sangat beranÂtakan. Satu unit mobil minibus terparkir di teras yang sekaligus sebagai garasi.
Teras rumah juga tampak dijadikan sebagai dapur. Itu terlihat dengan adanya kompor dan juga beberapa buah tabung gas melon. Selain itu, terdapat perlengkapan masak dan makan yang biasanya berada di dapur. Di teras itu juga, terdapat dua sangkar burung yang tak berÂpenghuni.
Untuk masuk ke dalam ruÂmah, hanya ada satu akses pintu. Pintu tersebut dilapisi teralis besi yang ukurannya sama dengan pintu utama. Jendela-jendela berukuran besar menambah kesan luas rumah tersebut.
Memasuki dalam rumah, banyak kardus berbagai macam ukuran berisi produk obat-obaÂtan tradisional tanpa izin edar. Beberapa kamar di rumah itu pun juga dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan obat-obaÂtan tradisional ilegal.
Tak hanya lantai satu. Ruangan kosong di lantai dua rumah itu pun juga dipenuhi kardus-kardus obat ilegal. Meski dari luar tak terlihat, di bagian dalam rumah itu tampak jelas digunakan sebagai gudang penyimpanan obat ilegal.
Meski demikian, di mata wargasekitar, tak ada yang mencurigakan di rumah tersebut,termasuk aktivitas para penghuninya. Sugeng, salah seorang warga mengatakan, dirinya tak pernah menduga bahwa rumah itu samÂpai disegel lantaran dijadikan penyimpanan barang terlarang.
"Saya nggak pernah lihat ya ada kegiatan mencurigakan di rumah itu. Nggak tahu juga yakalau itu gudang. Memang kadang-kadang lihat pas menurunkan atau menaikkan barang. Tapi, tak tahu barangnya, kan dimasukkan dalam kardus. Jadi ngÂgak pernah lihat," kata Sugeng.
Sugeng mengaku tak mengetahui persis sejak kapan rumah itu sering kedatangan barang yang dikemas kardus. Yang pasti, Sugeng yang telah dua tahun menetap di kawasan itu, kerap kali melihat adanya aktivitas tersebut.
"Nggak tentu. Kan datangnya nggak mesti tiap saat. Tapi yang pasti sore. Biasanya ada dua orang," bebernya.
Mobil Yang Datang Langsung Diparkir Belakangi Rumah Herman, warga setempat, perÂnah beberapa kali melihat mobil datang ke rumah tersebut. Mobil yang datang biasanya langsung dimasukkan ke dalam dan parkir membelakangi rumah.
"Kalau mobil itu datang biasanya bagian belakang mobilnya ke dalam. Nggak lama pintu rumah ditutup lagi. Mobilnya itu minibus gitu," ujarnya.
Aktivitas di rumah itu, menurut warga, juga tak tentu. Namun, kadang-kadang wargamelihat ada beberapa orang di rumah tersebut. Tak jarang rumah kosong sama sekali.
"Mungkin operasinya malam. Tapi nggak tentu juga, kadang ada, kadang nggak. Nggak jelas kapan mereka kegiatannya," ucap Herman.
Saat ada penggerebekan dari BPOM, Herman bahkan menyangka jika penghuni rumah tersebut akan pindah. Dia tak tahu selama ini rumah tersebut dijadikan tempat memproduksi atau gudang obat-obatan ilegal.
"Saya kira kemarin itu mau pindahan. Eh ternyata ada pengÂgerebekan atau penggeledahan gitu. Selama ini nggak pernah lihat ada aktivitas mencolok. Mungkin itu juga yang jadi perÂtanyaan warga," tuturnya.
Di tempat sama, Eko yang juga warga setempat mengaÂtakan, tak pernah melihat hal mencurigakan di rumah yang dijadikan gudang itu. Soalnya, dia bahkan tidak pernah menÂdengar ada suara berisik atau aktivitas layaknya di sebuah gudang.
"Terus biasanya obat kan ada baunya ya kalau jumlahnya banyak. Ini nggak ada bau obat sama sekali," ucap Eko.
Meski melihat ada yang menÂetap di rumah itu, warga lainnya, Sugeng mengaku sama sekali tak pernah berinteraksi dengan mereka. Menurut Sugeng, orang di dalam rumah itu memang jarang berbaur.
"Kita nggak tahu kalau rumah itu pabrik obat ilegal, dan orang di rumah itu juga jarang kelihaÂtan," katanya.
Latar Belakang
Nilai Ekonomi Obat Ilegal Rp 15,7 Miliar
Dari Penggerebekan Di Empat Tempat
BPOM menggerebek empat tempat di Jakarta dalam menÂgungkap kasus obat ilegal. Dua di antaranya merupakan rumah tinggal yang dijadikan gudang di kawasan Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara.
Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, kedua rumah terseÂbut difungsikan sebagai gudang penyimpanan obat-obatan traÂdisional ilegal. Dari dua rumah tersebut, ditemukan 127 item obat-obatan tradisional ilegal.
Selain itu, ada satu mobil boks berisi 21 koli obat tradisional ilegal yang siap diedarkan dan rencananya dikirim ke daerah Kudus, Jawa Tengah. Total obat-obatan yang disita BPOM dari pengungkapan kasus di empat tempat berjumlah 330 item. "Jumlah totalnya mencapai 1.679.268 pieces obat-obatan ilegal," ucap Penny.
Adapun obat-obatan yang disita BPOM terdiri dari obat kuat berbagai merek, obat peÂlangsing berbagai merek, serta jamu asam urat dan pegal linu berbagai merek. Penny menuÂturkan, penggerebekan tersebut berawal dari temuan di sebuah toko obat di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur.
Kemudian dilanjutkan pengungkapan di sebuah rumah tinggal di kawasan yang sama. Delapan orang saksi telah diÂperiksa penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) BPOM.
"Kami akan menindaklanjuti temuan ini melalui proses pro-justisia guna mengungkap aktor intelektual," ujar Penny.
Lebih lanjut, BPOM menaksir nilai ekonomi dari obat-obat tradisional ilegal yang ditemukan di sejumlah tempat mencapai Rp 15,7 miliar. Penny bilang, angka tersebut diperoleh dari empat lokasi penemuan obat-obat ilegal yang tersebar di Jatinegara dan Sukapura. "Tadi ada empat sarana di wilayah yang sama, yang saling terkait," katanya.
Meskipun nilai ekonomi obat-obatan itu bisa ditaksir, Penny mengatakan, kerugian negara akibat peredaran obat-obatan tersebut tidak bisa dihitung. Kata dia, masalahnya tidak terletak pada uang saja.
"Ada masalah kesehatanmasyarakat, BPJS ya. Pengaruhnya kan pemerintah menanggung biaya kesehatan," ujarnya.
Dia menambahkan, keberadaan obat-obatan ilegal tersebut juga merugikan para produsen obat-obatan tradisional yang selama ini telah menaati aturan yang berlaku. Makanya, kata dia, BPOM terus menguatkan pengawasannya dan tentunya meminta kerja sama dengan mitra dan masyarakat untuk bisa ikut mencegah.
Di sisi lain, Deputi Bidang Penindakan BPOM Hendri Siswadi mengatakan, butuh satu pekan bagi pihaknya untuk menelusuri dua rumah tinggal di Sukapura yang jadi tempat penyimpanan obat tradisional ilegal seperti obat kuat dan peÂlangsing. Pihaknya melakukan penelusuran yang berujung penggerebekan, setelah menÂerima laporan dari masyarakat soal praktik ilegal tersebut.
"Ada informasi dari lapoÂran masyarakat, tapi kan kita harus memastikan. Kami itu ada Direktur Intelijen, bergeraklah sampai sekecil-kecilnya," kata Hendri.
Tak berhenti di kedua ruÂmah tersebut, BPOM meneluÂsuri peredaran obat-obatan itu ke sebuah rumah tinggal di Jatinegara. Di sana, petugas menemukan 183 item OT ilegal. Hendri mengatakan, keempat lokasi temuan itu diduga dikenÂdalikan oleh orang yang sama. "Orang itu masih dicari oleh petugas," ucapnya.
Kegiatan perdagangan obat ilegal disebut melanggar Pasal 196 dan 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ancaman hukumanÂnya adalah penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 1,5 miliar. ***