Peringatan tersebut sebagai bentuk dedikasi agar selalu menjaga perdamaian dunia dan juga pengingat akan dampak kekerasan dan perang.
Deputi Bidang koordinasi Kebudayaan Nyoman Shuida menilai Hari Perdamaian Internasional merupakan momentum tepat untuk menjaga budaya damai. Khususnya menjelang masa kampanye Pileg dan Pilpres 2019 yang akan mulai berlangsung sejak tanggal 23 September 2018.
Untuk itu jugalah ia mengajak masyarakat selalu menjaga iklim persatuan sebagai satu bangsa.
"Kita memiliki keberagaman budaya kepercayaan dan cara pandang, itu semua adalah aset bangsa yang mampu memperkuat kita sebagai bangsa, maka sebuah keharusan bagi siapapun untuk menjadi teladan dalam menyemai nilai-nilai toleransi," ujar Nyoman Shuida seperti keterangan tertulis yang diterima redaksi, Sabtu (22/9).
Ia menceritakan salah satu kegiatan hasil kerjasama Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) dan Paritas Institut dalam membangun budaya toleran yakni melalui lokakarya Penggerak Perdamaian di berbagai daerah di Indonesia.
Menurutnya dalam lokakarya Penggerak Perdamaian itu, banyak pemuda yang antusias untuk membangun dialog dan memupuk toleransi.
"Di Purwokerto, para pemuda lintas iman saling berkunjung ke berbagai tempat ibadah dan pesantren dengan misi membangun keharmonisan dan perdamaian antar umat beragama. Semangat mereka perlu ditiru," tutur Nyoman.
Ia bersyukur bahwa Indonesia terus eksis dalam bentuk negara kesatuan yang membingkai keberagaman. Sebab hal ini penting ditekankan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila sudah final untuk bangsa ini
"Tugas kita semua untuk terus meningkatkan perilaku yang mendukung kehidupan demokrasi Pancasila yang menjadi fokus Gerakan Indonesia Bersatu (GIB)," ujarnya
Lebih lanjut Nyoman mengingatkan agar masyarakat terus merawat bangunan budaya damai NKRI agar tidak dirusak perlahan-lahan justru oleh bangsanya sendiri dengan praktik-praktik intoleran yang sarat akan kekerasan.
Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, Nyoman mengingatkan pentingnya tenggang rasa dan menahan diri untuk tidak berbuat menyakiti orang lain baik dalam bentuk fisik maupun verbal.
"Mengamalkan Pancasila itu dimulai dari hal yang sederhana, yaitu biasakan untuk bantu, senyum dan sapa tanpa memandang perbedaan identitas ataupun pandangan politik," pungkasnya. [nes]
BERITA TERKAIT: