"Pencekalan sudah kami perpanjang 6 bulan ke depan. Tujuan pencegahan itu agar si tersangka tidak melarikan diri ke luar negeri," kata Warih Sadono, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung.
Ketiga tersangka yang diperÂpanjang masa cekalnya adalah Karen Agustiawan (bekas Dirut Pertamina), Frederik Siahaan (bekas Direktur Keuangan Pertamina) dan Genades Panjaitan (
Chief Legal Councel and Compliance Pertamina)
Ketiga mulai dicegah ke luar negeri sejak Februari 2018. Masa pencegahan berlaku enam bulan. Kemudian bisa diperpanÂjang untuk enam bulan lagi. "Ini pencegahan yang kedua," kata Warih.
Penyidik menjadwalkan peÂmeriksaan Karen sebagai tersangÂka di gedung bundar Kejagung pada Kamis, 23 Agustus 2018. "Pemeriksaan untuk melengkapi berkas perkaranya," kata Warih. Namun Karen tak nongol.
Selama ini, Karen, Frederik maupun Genades tak ditahan. Ketiganya ditetapkan sebagaitersangka sejak 22 Maret 2018. Bayu Kristanto, bekas Manager Merger and Acquisition Pertamina lebih dulu ditetapkan seÂbagai tersangka pada 23 Januari 2018. Bayu dijebloskan ke tahÂanan pada 8 Agustus lalu.
Kasus yang menjerat Karen cs terjadi pada 2009 silam. Saat itu, Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi 10 persen saham ROC Oil Ltd, yang menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase-BMG Project diÂteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya 31.917.228 dolar Amerika.
Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (
cash call) dari pengeboran minyak di Blok BMG sebesar 26.808.244 dolar Australia.
Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minÂyak mentah 812 barrel per hari. Ternyata Blok BMG hanya dapat bisa menghasilkan minyak menÂtah rata-rata 252 barel per hari..
Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian pengeboran minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonoÂmis jika diteruskan produksi.
Investasi yang sudah dilakuÂkan Pertamina pun tidak memÂberikan manfaat maupun keunÂtungan. Juga tidak menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Hasil penyidikan Kejagung menemukan dugaan penyimÂpangan dalam proses pengusuÂlan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga taÂhap final due dilligence atau kaÂjian lengkap mutakhir. Diduga, direksi mengambil keputusan inÂvestasi tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara cq Pertamina sebesar US$31.492.851 dan AUS$ 26.808.244 atau setara Rp 568.066.000.000.
Kilas Balik
Bekas Dirut Pertamina Transko Terima Suap 8 Miliar Dari Odman
Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum Suherimanto, bekas Direktur Utama PT Pertamina Trans Kontinental (Transko) dipenjara 2 tahun 4 bulan penjara.
Suherimanto terbukti melakuÂkan korupsi pengadaan dua kapal Anchor Handling Tug Supply (AHTS) pada tahun angÂgaran 2011.
Selain dipenjara, Suherimanto dikenakan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 8 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Ketua majelis hakim Fahzal Hendri menyatakan perbuatan Suherimanto memenuhi unsur dakwaan subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Adapun dakwaan primair Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor, dinilai majelis tidak terbukti.
Majelis hakim menyebutkan Suherimanto menerima suap 617.561 dolar Amerika atau setÂara Rp 8 miliar dari Aria Odman, Direktur PT Vries Maritime Shipyard (VMS).
"Terdakwa sudah memenuhi unsur menguntungkan diri sendiridan korporasi," katanya.
Kasus tersebut berawal saat PT Pertamina Trans Kontinental mengadakan dua kapal AHTSyakni kapal Transko Andalas dan kapal Transko Celebes, melalui perjanjian dengan PT Vries Maritime Shipyard (VMS) dengan harga 28,4 juta dolar Amerika atau setara Rp 254 miliar kurs saat itu.
Pengadaan itu dilakukan tanpa lelang sebagaimana ketentuan yang berlaku. Harga perkiraan sendiri (HPS) baru disusun dan ditetapkan setelah proses negosiasi harga dan penandaÂtangan perjanjian jual beli kapal kemudian. Tanggalnya dibuat mundur atau backdate seolah-olah dibuat sebelum proses negosiasi harga.
PT VMS ditetapkan sebagai pelaksana pengadaan meskipun tidak memenuhi persyaratan berupa pengalaman tertentu, sumber daya manusia, modal, peralatan, dan fasilitas lain yang sesuai dengan kriteria perusahaan.
PT VMS juga belum memiÂliki SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), TDP (Tanda Daftar Perusahaan), Nomor Identitas Kepabeanan, dan Angka Pengenal Impor Produsen saat ditetapkan sebagai pelaksana pengadaan.
Tak hanya itu, Suherimanto juga menyetujui permohonan PT VMS untuk memberikan pinjaman sebesar 3,5 juta dolar Amerika tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Meski penyerahan kedua kaÂpal terlambat, Suherimanto tak mengenakan denda kepada PT VMS. Berdasarkan perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara dalam pengadaan dua kapal ini Rp35 miliar.
Kuasa hukum Suherimanto, Rudi Manurung menyatakan akan pikir-pikir atas putusan hakim. Begitu dengan jaksa peqnuntut umum. ***
BERITA TERKAIT: