Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tujuh Kepala Daerah Minta Bantuan Pejabat Kemenkeu

Kasus Percaloan Anggaran Perimbangan Daerah

Kamis, 23 Agustus 2018, 10:17 WIB
Tujuh Kepala Daerah Minta Bantuan Pejabat Kemenkeu
rmol news logo Tujuh kepala daerah meminta bantuan pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yaya Purnomo untuk mendapatkan tambahan anggaran perimbangan daerah tahun 2018.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Hal itu terungkap dalam penyidikan kasus dugaan percaloan anggaran perimbangan daerah yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketujuh kepala daerah itu ada­lah Bupati Labuhanbatu Utara (Sumatera Utara), Walikota Dumai (Riau), Bupati Lampung Tengah (Lampung), Walikota Tasikmalaya (Jawa Barat), BupatiTabanan (Bali), Bupati SeramBagian Timur (Maluku) dan Bupati Halmahera Timur (Maluku Utara).

Beberapa kepala daerah itu telah dipanggil. Bupati Labuhanbatu Utara, Khaerudinsyah Sitorus mengakui mengajukan proposal permohonan anggaran perimban­gan untuk pembangunan rumah sakit umum daerah (RSUD). Jumlahnya Rp 30 miliar.

"Sedang dikerjakan," katanya usai menjalani pemeriksaan di KPK Senin, 20 Agustus 2018.

Namun dia berkilah tak tahu jika ada pemberian suap dalam pengusulan anggaran proyek itu ke pusat. "Kami enggak perin­tahkan itu," katanya.

Walikota Tasikmalaya, Budi Budiman juga mengakui men­gajukan anggaran perimbanganRp20 miliar pada APBN Perubahan 2018. Anggaran itu untuk membiayai proyek infrastruktur. "Kami menitipkan proposal itu kepada Yaya Purnomo," akunya usai menjalani pemeriksaan di KPK 8 Agustus 2018.

"Kan itu baru proposal. Bukan sudah cair," lanjutnya. Budiman mengaku kenal Yaya sejak 2017. Perkenalan terjadi Budiman menghadiri acara Kementerian Keuangan.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan hasil pemerik­saan para kepala daerah masih dianalisa. "Mereka diduga mengetahui perkara dugaan suap yang melibatkan tersangka YP (Yaya Purnomo)," katanya.

Kasus percaloan anggaran perimbangan daerah ini dibongkar dengan penangkapan terhadap anggota Komisi XI DPR Amin Santono, Eka Kamaluddin dan Ahmad Ghiast di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, 5 Mei 2018.

Saat itu, Amin baru saja menerima uang Rp 400 juta tunai dari Ghiast. Eka turut dicokok karena menjadi perantara antara Ghiast dan Amin. Ghiast menyuap Amin agar mengusulkan tambahan anggaran perimbangan un­tuk Kabupaten Sumedang pada APBN Perubahan 2018 sebesar Rp 25,8 miliar.

Sebelumnya, Ghiast telah mentransfer uang Rp 110 juta. Bukti itu ditemukan saat KPK menangkap Yaya di rumahnya di Bekasi, Jawa Barat. Di tempat ini, KPK juga mendapati doku­men proposal permohonan ang­garan yang diajukan daerah.

Penyidik juga dicengangkan dengan temuan emas seberat 1,9 kilogram, uang Rp 1,8 miliar, 12.500 dolar Amerika dan 6.300 dolar Singapura di rumah Yaya. Logam mulia dan uang itu disita karena diduga berasal dari prak­tik percaloan anggaran.

Dalam pengembangan peny­idikan, KPK menemukan doku­men proposal permohonan ang­garan perimbangan dari sejumlah daerah. "Diduga memang dari kasus ini sejak awal ada relasi pe­jabat di Kementerian Keuangan dengan anggota DPR terkait pengurusan dana perimbangan daerah," kata Febri.

Kilas Balik
Pengusaha Asal Sumedang Dituntut Tiga Tahun Penjara

Ahmad Ghiast dituntut huku­man tiga tahun penjara. Direktur CV Iwan Binangkit itu dianggapterbukti menyuap anggota Komisi XI DPR Amin Santono dan Yaya Purnomo, Kepala Seksi Pendanaan Pengembangan Perumahan dan Pemukiman Dijen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

JPU KPK juga menuntut Ghiast dikenakan denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan. "Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan me­meriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Ahmad Ghiast terbukti bersalah melakukan tindak pi­dana korupsi," ujar jaksa.

Menurut jaksa, Ghiast mem­inta bantuan Amin Santono agar Kabupaten Sumedang mendapat­kan tambahan anggaran perimban­gan daerah di APBN Perubahan 2018 sebesar Rp 25,8 miliar.

Pada 24 April 2018, Ghiast menelepon Amin dan memohon agar mengusulkan tambahan anggaran proyek infrastruktur untuk Kabupaten Sumedang. Ghiast bersedia memberikan fee 7 persen. Amin setuju. Ia kemudian mengontak Yaya di Kementerian Keuangan.

Sepekan kemudian, Amin meminta uang muka Rp 500 juta kepada Eka. Pada 1 Mei 2018, Amin kembali meminta Rp 10 juta untuk biaya 'pengawalan' usulan. Uang ini akan diberikan kepada Yaya.

Hari itu juga, Ghiast men­transfer Rp 10 juta ke rekening Eka Kamaluddin, orang dekat Amin. Tiga hari kemudian, 4 Mei 2018, Ghiast kembali men­transfer Rp 100 juta ke Eka untuk diserahkan kepada Amin.

Sore harinya, Ghiast menemui Amin dan Eka di restoran di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Ghiast menyer­ahkan uang Rp 400 juta kepada Amin. Penyerahan uang ini ter­endus KPK. Ketiga pun ditang­kap. Yaya menyusul dicokok.

"Terdakwa (Ghiast) memberi­kan uang dengan maksud meng­gerakkan Amin Santono dan Yaya Purnomo mendapatkan anggaran dari APBN-P2018," kata jaksa.

Ghiast, pengusaha asal Sumedang itu berharap jika anggaran cair, perusahaannya akan ditunjuk sebagai penggarap proyek-proyek yang dibiayai dana perimbangan daerah.

Perbuatan Ghiast dinilai me­menuhi unsur dakwaan Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA