Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tiga Tersangka Kasus Suap DPRD Sumut Bakal Ditangkap

2 Kali Mangkir Pemeriksaan KPK

Senin, 13 Agustus 2018, 10:47 WIB
Tiga Tersangka Kasus Suap DPRD Sumut Bakal Ditangkap
Foto/Net
rmol news logo Tiga tersangka kasus suap berjamaah DPRD Sumatera Utara tak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK pekan lalu. Mereka pun dipanggil ulang agar datang hari ini.

Tiga tersangka yang mangkir: Tahan Manahan Panggabean, Musdalifah, dan Pasiruddin Daulay. "Sudah dijadwalkan panggilannya Senin ini akan diperiksa," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.

Febri mengimbau ketiga ter­sangka memenuhi panggilan pemeriksaan. Jika mangkir lagi, mereka bisa ditangkap. "Kita bisa melakukan upaya jemput paksa untuk mereka yang sudah berstatus tersangka," tandasnya.

Ketiga tersangka seharusnya menjalani pemeriksaan pada Selasa 7 Agustus 2018. Bersamaan dengan pemeriksaan tersangka Elezaro Duha, anggota DPRD Sumut periode 2009-2014.

Usai menjalani pemeriksaan, Elezaro dijebloskan ke tahanan. "ELD (Elezaro) ditahan 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur," kata Febri Diansyah.

Elezaro tersangka kesebelas yang ditahan terkait kasus ini. Sebelumnya KPK telah mena­han Fadly Nurzal, Rijal Sirait, Rooslynda Marpaung, Helmiati, Muslim Simbolon, Rinawati Sianturi, Sonny Firdaus, Mustofawiyah, Tiaisah Ritonga, dan Arifin Nainggolan.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan 38 anggota dan bekas anggota DPRD Sumut sebagai tersangka. Mereka disangka menerima suap dari Gubernur Sumut saat itu, Gatot Pujo Nugroho berkisar Rp 300 juta sampai Rp 350 juta per orang.

Mereka adalah Rijal Sirait, Rinawati Sianturi, Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar, Muhammad Faisal, DTM Abul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga, Syafrida Fitrie, Rahmianna Delima Pulungan, Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, Analisman Zalukhu, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawaty Munthe, dan Dermawan Sembiring.

Kemudian, Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan Sarumaha, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando Tanuray Kaban, Tunggul Siagian, Fahru Rozi, Taufan Agung Ginting, Tiaisah Ritonga, Helmiati, Muslim Simbolon, Sonny Firdaus, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah, serta Tahan Manahan Panggabean.

Anggota dan bekas anggota Dewan itu menerima suap 'uang ketok' persetujuan atas Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Pemprov Sumut 2012, persetujuan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2013, serta pengesahan APBD 2014. Selain itu terkait LPJ Pemprov Sumut 2014, pengesahan APBD 2015, serta pembatalan penolakan penggunaan hak interpelasi tahun 2015.

Empat tersangka kasus ini sempat menggugat KPK. Mereka mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Medan. Mereka mempersoalkan penetapan sebagai tersangka kasus suap oleh KPK.
Washington Pane, Syafrida Fitrie, Ariffin Nainggolan, dan Muhammad Faisal berdalih tidak pernah menerima duit dari Gatot.

Menghadapi gugatan ini, kuasa hukum menyampaikan penetapan Washington Pane cs sebagai tersangka berdasarkan alat bukti yang cukup. Mereka merupakan bagian dari 38 ang­gota dan bekas anggota DPRD Sumut yang menerima suap dari Gatot.

Hakim tunggal Erintuah Damanik memutuskan PN Medan tidak berwenang menyidangkan gugatan praperadilan terhadap KPK. Dalam putusan sela, ia menyatakan bisa menerima ar­gumen kuasa hukum KPK.

Kuasa hukum menyampaikan pengadilan yang berhak meng­gelar sidang praperadilan adalah PN Jakarta Selatan. Sebab, kantor KPK berada di wilayah itu.

Kilas Balik
Gatot Pinjam Rp 5 Miliar Untuk Menyuap DPRD
 KPK melanjutkan penyidikan kasus suap 'uang ketok' DPRD Sumatera Utara. Kali ini, lem­baga antirasuah memanggil pengusaha Anif Shah dan calon wakil gubernur (cawagub) Sumut Musa Rajek Shah alias Ijeck.

Bapak dan anak itu memenuhi panggilan penyidik KPK. Mereka datang bareng dengan Toyota Alphard ke tempat pemeriksaan di Markas Korps Brimob Polda Sumut. "Penyidik meneruskan proses pemeriksaan terhadap dua saksi sejak pukul 10 pagi," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.

Anif dan Ijeck kembali dice­car soal asal duit untuk menyuap DPRD. Diduga, uang itu berasal dari mereka.

Sebelumnya, bapak dan anak itu pernah diperiksa pada 2015 silam. Saat itu, mereka menjadi saksi untuk perkara tersangka Gatot Pujo Nugroho, bekas Gubernur Sumut. Kali ini, Anif dan Ijeck menjadi saksi untuk perka­ra tersangka 38 anggota dan bekas anggota DPRD Sumut.

Dalam sidang kasus 'ketok suap', Gatot membeberkan keterlibatan Anif dan Ijeck. Gatot menuturkan, dia didatangi Sekretaris DPRD (Sekwan) Randiman Tarigan dan Kepala Biro Keuangan Setda Pemprov Sumut, Ahmad Fuad Lubis.

Kedua pejabat eselon II Pemprov Sumut itu melaporkan per­mintaan 'uang ketok' sudah men­desak. Mereka lalu mencari cara mendapatkan uang buat Dewan. "Kita sepakat pinjam uang ke Haji Anif. Yang membuat komit­men saya, tapi pinjaman untuk Pemprovsu," beber Gatot.

Setelah itu, Gatot bersama Randiman, Fuad dan Zul Jenggot menemui Anif. "Kami makan siang. Lalu saya utarakan maksud­nya. Saya bilang sama Bang Anif, Bang ini bukan sebagai pribadi saya. Makanya saya didampingi Sekwan dan Kabiro Keuangan. Ini bawa nama Pemprov. Uang ini untuk Dewan," tutur Gatot.

Politisi PKS itu menyampaikan hendak meminjam Rp 5 miliar dari Anif. "Bang Anif sempat nanya, kenapa mesti gubernur yang turun tangan," ucap Gatot.

Anif bersedia memberi pinja­man. Randiman dan Fuad disuruh berhubungan dengan Ijeck. Setelah itu, Gatot tak ikut campur tangan lagi. "Saya tak tahu meka­nismenya, karena mereka beruru­san sama Ijeck," dalih Gatot.

Kasus 'uang ketok' juga me­nyeret adik Anif, Ajib Shah. Ajib, bekas Ketua DPRD Sumut ikut menerima suap dari Gatot. Ia didakwa menerima Rp 1,195 miliar terkait pengesahan APBD dan serta pembatalan pengajuan hak interpelasi.

"Hadiah diberikan untuk menggerakkan terdakwa agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan dengan kewajibannya, yaitu kewajiban terdakwa selaku anggota DPRD Sumut," kata Jaksa KPK Irene Putri membacakan dakwaan.

Irene menjabarkan uang-uang yang diterima Ajib. Dari pengesahan Laporan Pertanggungjawaban APBD 2012, Ajib menerima Rp 20 juta. Dari persetujuan APBD Perubahan 2013 Rp 40 juta.

"(Pengesahan) APBD Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2014, Ajib menerima uang Rp 75 juta. Persetujuan APBD Tahun 2015 Ajib juga menerima 'uang ketok' Rp 200 juta," sebut Irene.

Tidak hanya itu, Ajib diminta Gatot menggagalkan hak inter­pelasi tahun 2015 yang diajukan 57 orang anggota DPRD. Ajib lalu melobi semua fraksi agar menolak usul interpelasi.

"Di dalam rapat terdakwa dan Gatot meminta agar semua fraksi menolak interpelasi dengan alasan bahwa materi interpelasi sama dengan tahun-tahun sebe­lumnya dan terkait poligami Gatot merupakan urusan pribadi. Kemudian Gatot pun memberi­kan kompensasi sejumlah uang kepada anggota DPRD Provinsi Sumut," sebut Irene.

Uang pembatalan interpelasi dibagi-bagikan kepada fraksi-fraksi. Rinciannya, Fraksi PDIP Rp 240 juta, Fraksi Golkar Rp 175 juta, Gerindra Rp 195 juta, Fraksi PAN Rp 90 juta, Fraksi PKB Rp 90 juta, dan PPP Rp 60 juta.

"Setelah menerima uang dari Gatot dalam rapat musyawarah sebanyak 35 orang menyatakan setuju untuk tetap melakukan hak interpelasi dan 53 menolak," kata Irene. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA