Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Effendi Gazali: Saya Sudah Surati Dewan Etik, Agar MK Proaktif Segera Ambil Keputusan

Rabu, 08 Agustus 2018, 08:35 WIB
Effendi Gazali: Saya Sudah Surati Dewan Etik, Agar MK Proaktif Segera Ambil Keputusan
Effendi Gazali/Net
rmol news logo Pakar ilmu komunikasi politik Universitas Indonesia ini gemes juga melihat Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya gu­gatan uji materiil presidential theshold yang dimohonkannya hingga kini belum sidang lanju­tannya. Padahal tahapan Pemilu 2019 yakni masa pendaftaran bagi bakal capres-cawapres berakhir pada 10 Agustus 2018. Jika putusan terhadap gugatan­nya molor maka praktis tak bisa diberlakukan pada Pemilu 2019. Kepada Rakyat Merdeka Effendi Gazali menyampaikan pandangannya terkait kelam­banan majelis hakim MK me­nyidangkan uji materiil yang dimohonkannya:
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Beberapa hari lalu Anda menyempatkan diri menyam­bangi Mahkamah Konstitusi (MK). Ada agenda apa Anda ke sana?
Pertama, kepada MK, neg­ara mana yang Mahkamah Konstitusi mewajibkan presi­dential threshold, kan nggak ada. Ini penting harus digarisbawahi, adakah MK di dunia yang per­nah mengizinkan sebuah hasil pemilu pembentuk kekuasaan lalu digunakan buat tujuan yang lain selain tujuan yang pernah diberitahukan kepada pemilih? Itu nggak ada. Kita sudah per­nah katakan kepada MK. Kami sudah teliti. Jadi ini adalah penyimpangan, pembohongan besar-besaran.

Yang kedua, kan saya yang mengajukan ke MK sehingga Indonesia mempunyai pemilu serentak, saya yang mengaju­kan seorang diri soal itu, 10 Januari 2013 sampai kita punya pemilu serentak. Nah kalau pemilu serentaknya masih ada presidential threshold, mestinya saya minta kepada MK untuk mencabut permohonan saya yang lalu itu.

Jadi menurut Anda lebih baik tak perlu ada pemilu serentak begitu?
Ya tidak perlu ada pemilu serentak. Tetap pemilu yang bi­asa saja, DPR dulu baru pemilu presiden. Jadinya itu seperti sistem presidential namun rasa parlementer. Terus yang ke­tiga, kita kan sidang di MK itu, ada sidang pendahuluan dan ada sidang perbaikan, nah diperbaikan sudah kita perbaiki semuanya, 100 persen apa yang diminta oleh MK itu sudah kita perbaiki, diminta bikin ma­trik yang berbeda dari penguji yang sebelumnya, itu sudah kita bikin. Menjelaskan secara riil apa kerugian secara konstitu­sional, itu sudah kita bikin. Dan yang diperbaiki oleh hakim MK pada sidang perbaikan, kita bilang 'Mahkamah Konstitusi Prancis,' mereka bilang sehar­usnya Dewan Konstitusi Prancis. Cuma itu aja. yang lain sudah diterima.

Lantas kalau sudah diper­baiki, kenapa belum dilanjut­kan juga sidangnya oleh MK. Informasi apa yang sudah ada dapati?
Nah kalau itu sudah mereka terima, kenapa enggak di­lanjutkan sidangnya aja sih? Lalu kenapa kemarin masih ada sidang perbaikan permohonan orang lain soal undang-undang pemilu. Jadi, ini ada apa cara berpikir MK? Bedanya permo­honan kami dengan permohonan orang lain karena kami berbasis pada posisi yang sama. Posisi kami dengan MK sama, yaitu menerima pasal 222. Sama posisi kami dengan MK dengan pemerintah dan DPR. Jadi tidak perlu undang pemerintah dan DPR untuk sidang kami. Namun kami bilang itu tidak berlaku di tahun 2019, hanya berlaku di tahun 2024.

Memang pada tahun 2013 lalu, Anda tidak dikasih tahu?

Kita dikasih tahu ini, kalau mau milih DPR sekaligus untuk presidential threshold, namun jika itu berlaku sekarang, berarti kita dibohongi. Karena pada ta­hun 2014, yaitu saat memilih DPR kita enggak dikasih tahu kalau itu akan menjadi presiden­tial threshold. Kalau kita dikasih tahu, beda perhitungannya. Ada matematikanya. Itulah yang membuat kita mendatangi MK dan besok (hari ini) kita akan mendatangi MK kembali lagi, ada aksi. Kita akan mengingat­kan MK lagi, 'ini udah mau tang­gal 10 lho,' bikinlah keputusan, terima kek, tolak kek. Tapi itu sebelum tanggal 10 Agustus.

Jika sampai tanggal 10 Agustus nanti MK belum juga memutuskan, apa tanggapan Anda?
Kami sebetulnya tidak mau menanggapi dulu, kami masih mau menunggu. Tetapi, kami khawatir bisa saja orang berang­gapan apapun hasil Pemilu 2019 ini bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, karena diambil dari threshold yang diambil dari pembohongan pemillih pada tahun 2014 atau memanipulasi hak suara kami pada tahun 2014 lalu.

Oh ya, kabarnya Anda juga menyurati anggota Dewan Etik Mahkmah Konstitusi, Buya Syafi'i Ma'arif. Apa tujuannya?

Saya sudah menyampaikan surat ke dewan etik, supaya de­wan etik memberikan semacam imbauanlah. Karena kan kami ini mengujinya kepada, bahwa membohongi itu bertentangan dengan Pancasila yang merupa­kan bagian tak terpisahkan dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Jadi menurut saya, dewan etik bisa juga memberi­kan imbauan kepada MK. Jadi itu harus didahulukan juga. Jangan sampai nanti kita punya semacam bayangan bahwa mem­bohongi warga negara itu biasa saja, enggak ada masalah tuh.

Tetapi menurut Anda, apakahada dugaan pelanggaran etik dari MK terkait belum dilanjutkannya permohonan Anda ini?
Oh kami tidak ingin mengatakan adanya pelanggaran etik. Tapi kita minta juga kepada dewan etik itu untuk proaktif, karena kan para dewan etik ini juga boleh aktif kan, tidak hanya menunggu laporan publik.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA