Lantas eks Menteri Pendidikan itu memilih bekas Direktur Manajemen Aset Pertamina, Dwi Wahyu Daryoto menggantikan Satya. Dwi dinilai Anies punya kompetensi dan pengalaman dalam pengelolaan aset. Kepada Rakyat Merdeka Dwi memaÂparkan targetnya membenahi catatan yang dilakukan BPK kepada Pemprov DKI. Berikut penjelasan selengkapnya.
Bagaimana Anda membeÂnahi aset Jakpro?
Kalau aset Jakpro mestinya sesuai dengan norma-norma korporasi saja. Aset-aset ini akan kami optimalkan sesuai governance yang ada. Tentunya pertama sebagai tujuan korporasi harus mendapatkan keuntungan dan jangan sampai dengan bekerjasama malah dirugikan. Kedua, tidak terlepas dari tujuan sosial kami sebagai Badan Usaha Milik Daerah yang artinya untuk kesejahteraan masyarakat.
Contohnya apa? Seperti depo (penetralam keadaan) Light Rail Transit itu renÂcananya nanti kalau sudah jadi akan kami optimalkan dengan bangunan rumah susun, atau apartemen sederhana yang jumÂlahnya hampir 3.000 unit. Hal ini kan salah satu optimalisasi aset yang bisa mendukung program perumahan DP Rp 0 misalnya. Pokoknya masih banyak lagi.
Berapa besar aset Pemprov DKI Jakarta yang tercecer di Jakpro? Kami belum tahu, lebih tepatnya aset pemprov itu ada di bawah Badan Pengelola Aset Daerah. Akan tetapi ada juga beberapa aset yang mungkin akan diserahterimakan ke Jakpro untuk dikelola. Contohnya veloÂdrome, mengingat velodrome itu bukan asetnya Jakpro melainkan asetnya pemda. Kami membanÂgun berdasarkan penugasan dari pemda. Jika sudah selesai kami kerjakan maka kami serahkan kembali ke pemda.
Velodrome itu kan sebagai persiapan venue Asian Games 2018, lantas kalau Asian Games sudah selesai siapa yang mengelola? Nah, untuk pengelolaan setelah Asian Games apakah akan dioptimalkan oleh pemda atau Jakpro itu kami belum tahu. Sebab memang harus kami optiÂmalkan. Kalau seandainya tidak dioptimalkan nanti biaya pemeÂliharaannya bagaimana. Sayang sudah bangun mahal-mahal tidak bisa dipelihara dengan baik dan tidak bisa dinikmati masyarakat. Nah, hal ini nanti mekanismenya mungkin harus ada penyerahan aset tersebut dari pemda ke Jakpro.
Selain velodrome apalagi? Equestrian juga asetnya pemÂda. Ingat asetnya ya. Kalau tanahnya Pulomas itu tanah Pulomas.
Bagaimana Anda mengelola aset Pemprov DKI sebagaimaÂna catatan BPK? Kalian mungkin berpengaruh dengan sistem dari Pak Gubernur Anies yang mengatakan, nanti harusnya ada perbaikan aset yang menjadi komentar dan soÂrotan dari BPK. Padahal BPK itu sudah mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian alias WTP artinya sebagai signifikan isu.
Saya dulu mantan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), jadi saya tahu apa kriteria badan audit sepÂerti BPK mengeluarkan opini. Jadi opini itu ada beberapa levelÂnya. Nah, opini WTP itu menjadi yang paling tinggi levelnya artiÂnya yang paling baguslah.
Nah, hal itu secara signifikan isu tidak ada. Namun tidak menghilangkan suatu adanya reÂkomendasi. Tetap ada rekomenÂdasi-rekomendasi yang tidak siginifikan yang itu merupakan suatu perbaikan berkelanjutan. Nah, mungkin Pak Gubernur Anies dan Pak Wagub Sandi, ya namanya organisasi harus ada perbaikan. Isu-isu yang dirilis BPK bukan isu yang signifikan.
Prioritas Jakpro ditangan Anda seperti apa? Prioritas saya sederhana, saya ingin membantu teman-teman di Jakpro, pemda, dan juga sebagai pemegang saham dalam hal ini gubernur dan wagub mencapai visi misi Jakpro.
Sebagaimana visi misi Jakpro ialah Jujur, Action, Kompeten, Profesional, Respek, dan Open/ Transparan. Sedangkan untuk mencapai visi itu saya minta ke teman-teman di Jakpro agar seÂmuanya bekerja sesuai nilai-nilai perusahaan.
Apa fokus Anda ke depanÂnya untuk Jakpro? Paling penting ini dalam wakÂtu 1-2 bulan ke depan Asian Games, LRT, velodrome, dan equestrian. Nah ini yang menÂjadi penugasan dari pemegang saham. Untuk LRT akhir buÂlan ini insya Allah sudah siap. Sebab kontraktor LRT yaitu PT Wika bekerja 24 jam. Pastinya mereka memobilisasi 250-300 orang yang kerja siang maupun malam. Akan tetapi pesan dari Pak Menteri Perhubungan Budi Karya Samadi yang terpenting adalah keamanan. Insya Allah di akhir bulan ini selesai dan bisa digunakan untuk Asian games.
Harga dan jam operasinya sudah ditentukan? Sekarang dalam proses. Akan tetapi hitungan keekonomian kami sudah ada. Ada juga saran harga dari Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek. Nanti kami diskusikan juga harga yang ditetapkan pemda-nya. Setelah itu masih harus konsultasi ke DPRD DKI. Pasalnya kemungÂkinan harga keekonomian beda dengan harga yang ditetapkan. Nah, selisihnya inilah yang akan menjadi public service obligation. Pada akhirnya yang menentukan itu pemda.
Berapa kisaran harganya? Kalau usulan dari BPTJ kurang lebih Rp 10.600.
Kalau kisaran harga dari Jakpro kurang atau lebih dari angka tersebut? Hitungan keekonomian kami Rp 15.000, jadi di atas Rp 10.600. Pak Menhub juga tahu harga dari kami segitu. Jadi selisih 4000-5000 itu subsidi pemerintah. Akan tetapi keputusan final-nya kami belum tahu mengingat bisa saja DPRD DKI maunya Rp 7000.
Sudah bertemu dengan DPRD DKI? Belum. Tapi tetap penenÂtuan harga sebelum 18 Agustus. Pemda sama DPRD sekarang masih dalam proses. Jika nanti sampai hari pelaksanaan Asian Games dimulai sementara harÂganya belum ditetapkan, maka tinggal digratiskan saja. Atau bisa nanti diintegrasikan dari mulai Kelapa Gading veleÂdrome ada bus kecil memÂbantu ke Transjakarta. Lalu diangkut ke Dukuh Atas melalui Transjakarta.
Kalau koridor II sudah dibangun? Secara garis besar sudah, sebab penentuan koridornya juga sudah. Sementara detailnya masih dalam proses.
Setelah Asian Games usai, proyek apa yang menjadi fokus Jakpro? Ada proyek Intermediate Treatment Facility atau ITF, proyek jalan tol kerjasama Cinere-Serpong. Banyak, kalau disebutkan satu per satu nanti banyak kontraktor swasta yang melirik. ***
BERITA TERKAIT: