Sumber di Kejaksaan Agung membenarkan kedua tersangka tak lagi menghuni tahanan. Kokos dan Kharil dikeluarkan sejak 10 hari lalu. "Dapat penÂangguhan penahanan," ujarnya.
Kejaksaan Agung belum memberikan penjelasan menÂgenai pemberian penangguhan penahanan terhadap Kokos dan Khairil. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Adi Toegarisman dan Kepala Pusat Penerangan Hukum MRum tak membalas permintaan konfirmasi.
Untuk diketahui, Kokos dan Khairil ditahan sejak 2 Maret 2018 usai menjalani pemerikÂsaan di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Kokos ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Sedangkan Khairil diÂtahan di Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Empat bulan sejak penahÂanan, berkas perkara Kokos dan Khairil belum rampung. Hingga akhirnya keluar keputusan meÂlepas kedua tersangka itu.
Hampir berbarengan dengan pemberian penangguhan kepada kedua tersangka, Jaksa Agung memutasi ketua tim penyidik kasus korupsi pengadaan batu bara PLN, Mia Banulita.
Mutasi itu berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-IV-355/C/07/2018 tangÂgal 5 Juli 2018. Dalam surat keputusan yang ditandatangani Jaksa Agung Muda Pembinaan Bambang Waluyo--mengatasnamakan Jaksa Agung, Mia dipindah ke Kejaksaan Negeri Batanghari, Jambi.
Sarjono Turin yang mengomandoi penyidikan kasus ini lebih dulu digeser. Ia dipindah dari Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI menjadi Koordinator di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung.
Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan batu bara PLN terÂjadi pada 2011 silam. Kejaksaan menaksir total dugaan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 477 miliar.
Proyek pengadaan batubara untuk PLN itu dilaksanakan PT PLN Batu Bara 'anak usaha PLN' bekerja sama dengan PT Tansri Madjid Energi (PT TME) milik Kokos Leo Liem. Khairil Wahyuni menjabat Direktur Utama PLN Batu Bara saat itu.
PT Tansri Madjid Energi digandeng lantaran mengklaim Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara di Desa Dangku, Kecamatan Gunung Megan, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. PT Tansri Madji Energi mengklaim kandungan batuÂbara di lokasi penambangannya sangatbesar dan kualitasnya sangat baik.
Dalam laporan keuangan konsolidasi PLN disebutkan, dari kerja sama ini bakal diperÂoleh cadangan batubara seÂbanyak 43.396.322 metrik ton. Batubara itu akan dipakai untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Proyek ini diperkirakan bakal menelan biaya Rp 1,4 riliun. Setelah kontrak kerja sama diÂteken, PLN Batu Bara menguÂcurkan uang muka sebesar Rp 30 miliar. Dana dicairkan setelah menerima laporan analisa yang dibuat PT Sucofindo Cabang Bandung. Tahun 2012, PLN Batu Bara kembali mengucurÂkan dana Rp 447 miliar secara bertahap.
Belakangan diketahui batu baÂra hasil penambangan PT Tansri Madjid Energi hanya memiliki kandungan 2.600 kcal/kg. Tak memenuhi syarat PLN. Untuk menggerakkan turbin PLTU, buÂtuh batubara dengan kandungan minimal 4.000 kcal/kg.
Kejaksaan pun mempersoalÂkan laporan analisa Sucofindo. Laporan itu dianggap belum meÂmenuhi syarat untuk dilakukan pencairan dana proyek.
"Pengucuran dana tersebut tidak dapat dipertanggungÂjawabkan," kata Turin, 2 Maret 2018. Akibatnya negara mengalami kerugian total Rp 477 miliar.
Kilas Balik
Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Tersangka Eks Dirut PLN Batubara
Tersangka korupsi pengadaanbatu bara PLN, Khairil Wahyuni mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bekas Direktur Utama PLN Batubara itu mempersoalkan penahanan yang dilakukan kejaksaan terhadap dirinya.
Kuasa hukum tersangka, Erwan Suryadi mengatakan, kliennya pernah diungkit kasus sama oleh Kejagung pada tahun 2015. Tapi tidak berlanjut lantaran tidak ditemukan pelanggaran pidana. Menurut dia, penahanan terhadap Khairil dipaksakan.
Ia membeberkan pada 2 Maret 2018 saat akan ditahan, Khairil diminta jaksa penyidik menandatangani surat penetapan tersangka, tapi tanggalnya justru tertulis mundur 28 Februari 2018.
Dalam gugatannya Khairil meminta pengadilan menyatakan tindakan kejaksaan menetapkan dirinya sebagai tersangka tidak sah, sehingga penyidikan harus dihentikan.
Khairil juga meminta pengaÂdilan menyatakan surat perintah penahanan tidah sah dan memerÂintahkan kejaksaan mengeluarÂkan dirinya dari tahanan.
Namun hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Riyadi Sunindio Florentinus memutus penetapan dan penahÂanan yang dilakukan Kejati DKI Jakarta sudah sah dan sesuai prosedur hukum.
Hakim menyatakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) unÂtuk melakukan penyidikan perkara atas nama tersangka Khairil Wahyuni berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT-241/O.1/Fd.1/02/2018 tanggal 2 Pebruari 2018 adalah sah, berdasar atas hukum dan mempunyai kekuatan mengikat
Selain itu, surat penetapan tersangka Nomor TAP 05/0.1.5/ Fd.1/02/2018 tanggal 28 Februari 2018 sah secara hukum. Menurut hakim, barang-barang yang disita dapat dipergunakan sebagai barang bukti tindak pidana korupsi.
Hakim juga menyatakan surat perintah penahanan atas nama tersangka Khairil Wahyuni berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-463/O.1.1/Fd.1/03/2018 tangÂgal 2 Maret 2018 jo Surat Perpanjangan Penahanan Nomor : PP-02/O.1.5/Ft.1/03/2018 tangÂgal 16 Maret 2018 adalah sah berdasar atas hukum dan memÂpunyai kekuatan mengikat.
"Mengadili, dalam eksepsi menolak eksepsi termohon. Dalam pokok perkara, menolak permoÂhonan pemohon. Membebankan biaya perkara pada negara," ujar Hakim Riyadi Sunindio Florentinus saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 16 April 2018.
Dalam persidangan hadir kuasa termohon dari Kejati DKI yakni Rudy Margono, Mia Banulita, Renaldi Umar dan Leny Sebayang. Sedangkan dari kuasa pemohon yaitu Erwan Suryadi, Hasto J dan Suprapto.
Untuk diketahui Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI menjebloskan dua tersangka kasus penggadaan batu bara untuk listrik PLN, di Muaraenim, Sumatera Selatan merugikan negara sebeÂsar Rp477 miliar ke rutan keÂjaksaan. Kedua tersangka yaitu Khairil Wahyuni, bekas Dirut PLN Batu Bara dan Kokos Leo Liem, Dirut PT Tansri Majid Energi (TME). ***
BERITA TERKAIT: