Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

BABAK 8 BESAR PIALA DUNIA

Setelah Laga Melawan Mantan Majikan, Gerakan Anti-Brexit Menguat

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/adhie-m-massardi-5'>ADHIE M. MASSARDI</a>
OLEH: ADHIE M. MASSARDI
  • Sabtu, 07 Juli 2018, 18:24 WIB
Setelah Laga Melawan Mantan Majikan, Gerakan Anti-Brexit Menguat
Piala Dunia Rusia/Net
SEMALAM dan dini hari tadi kita menjadi saksi drama pemulangan dua raksasa sepabola Amerika (Latin) dari putaran final Piala Dunia 2018 Rusia. Raksasa pertama yang dipulangkan ke tanah airnya adalah Uruguay, penyandang dua kali gelar juara dunia (1930, 1950).
 
Tragedi yang menimpa timnas Uruguay mungkin tidak terlalu menyedihkan karena sudah bisa diduga sebelumnya. Kecuali, tentu saja, bagi anak-anak Uruguay yang memimpikan masa depan mereka lewat sepakbola seperti dinikmati Luis Suarez, Cavani dan para senior yang status sosialnya meroket berkat bola.

Perancis, yang secara tim memang lebih padu dan lebih banyak menebar ancaman, sukses menghancurkan pertahan Uruguay dengan dua bom yang diledakan bek Real Madrid Raphael Varane pada menit ke-40, dan penyerang Atletico Madrid Antoine Griezmann pada menit ke-61.

Duka mendalam bagi pecinta bola se antero dunia tentu saja dipulangpaksakannya Brasil, biang raksasa sepakbola Amerika, oleh Belgia. Maklum, pasca Uruguay disikat Perancis 2-0, wakil Amerika (Latin) yang tersisa tinggal Brasil, yang di atas kertas, juara dunia 5 kali (1958, 1962, 1970, 1994, 2002) ini diproyeksikan akan menambah catatan kemenangan mereka yang ke-6.

Tapi apa daya, dua gol yang diproduksi Selecao tak bisa memperdaya Belgia. Karena gol Fernando Luiz Roza pada menit ke-13 melesak ke gawangnya sendiri. Sehingga ditambah gol Kevin De Bruyne, gelandang serang Manchester City pada menit ke-31, membuat Belgia mengolksi dua gol.

Sedangkan satu gol lagi yang dibuat Renato Augusto pada menit ke-76, hingga akhir permainan tak kunjung ditambah. Akibatnya, Neymar dkk terduduk lemas di lapangan, sementara papan skor mencatat kekalahan Brasil 1-2 atas Belgia. Romelu Lukaku dkk memang membuah sedih sedih Brasil dan pecinta keindahan sepakbola.

Gerakan Anti-Brexit


Ini malam dan dini hari nanti, ada dua partai yang akan melengkapi proses seleksi dari 8 besar menuju Big Four.  Rusia vs Kroasia (21.00) dan Swedia vs Inggris (01.00), pasti akan seru sebagai tontonan. Tapi siapa pun yang menang, bakal membuat Piala Dunia 2018 ini menyuguhkan all european finals.

Memang, melihat tim-tim yang tersisa seluruhnya wakil Eropa, Piala Dunia pun menjadi rasa Piala Eropa. Bagi penonton di luar Eropa, tentu saja kondisi ini membuat ketegangan di lapangan jadi menurun dengan sendirinya.

Daya tarik laga Rusia vs Kroasia terletak pada sejarahnya. Dulu pentolan politik asal Rusia yang komunis menganekssi (mencaplok) Kroasia dan negara-negara Balkan menjadi bagian dari kekuasaan Uni Sovyet.

Sebelum Uni Sovyet (Uni Republik Sosialis Sovyet, disingkat URSS: 1922-1991) bubar, timnasnya terdiri dari pemain campuran negara Balkan, termasuk banyak warga etnis Kroasia dan Serbia, makanya lumayan hebat.

Jadi sekarang, ketika bertemu Kroasia, skuad Rusia seperti berhadapan dengan bekas anak buahnya. Sebaliknya, bagi Kroasia ibarat melawan bekas majikan. Tapi karena bakat main bola lebih mantap di kalangan etnis Kroasia, setelah menjadi negara sendiri Kroasia hanya pernah bertemu Rusia tiga kali dalam laga persahabatan. Hasilnya, dua kali imbang dan sekali menang.

Malam ini, tentu saja Rusia tidak mau dipermalukan di depan rakyatnya sendiri. Makanya, akan bermain habis-habisan untuk melumat Kroasia. Tapi jangan salah, Kroasia pasti akan mempertahankan kredibilitas dan eksistensinya sebagai negara mandiri dan berdaulat.

Makanya, jangan heran bila daya gedor tim asuhan Ante Rebic ini akan meningkat dua kali lipat. Sehingga Luca Modric, rekan satu tim Ronaldo di Real Madrid, akan menorehkan luka di hati Rusia.

Lalu bagaimana laga Swedia vs Inggris?

Meskipun kini diasuh Gareth Southgate, pelatih dari klub kelas tengahan (Crystal Palace, Aston Villa and Middlesbrough), tapi masyarakat bola se antero Inggris percaya skuad mereka sedang berada di puncak prestasi dan kekompakan yang padu. Apalagi para ponggawa The Three Lions adalah anak-anak muda yang penuh semangat dan ingin menorehkan sejarahnya.

Kita juga tahu, Inggris sekarang memiliki para penyerang yang sangar. Ada Harry Kane yang menjadi andalah klub Tottenham Hotspur, dan juga Jamie Vardy, striker berbakat yang berkat gol-gol yang diciptakannya, membuat klub sekecil Leicester City bisa menjuarai liga Inggris yang sangat kompetitif dan dihuni klub-klub kaya.

Jadi, meskipun seluruh pemain Inggris dicomot dari klub-klub lokal, sehingga menjadi satu-satunya timnas yang berlaga di Piala Dunia 100 persen asal klub lokal, tapi rakyat Inggris sepakat untuk melawan Brexit (Britain Exit) dari Piala Dunia 2018 Rusia ini.

Jadi berbeda dengan Brexit dari Uni Eropa pada 2016 yang didukung 51,9 persen, Brexit dari Piala Dunia ditentang oleh 100 persen rakyat Inggris. Makanya, jangan heran bila gerakan melawan Brexit di Rusia terus menguat.

Rakyat Indonesia yang sudah kadung kecanduan Liga Premier diam-diam juga mendukung perlawanan terhadap gerakan Brexit yang akan dilancarkan timnas dan rakyat Swedia dini hari nanti. [***]

Penulis adalah pemilik akun @AdhieMassardi

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA