Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

TENDANGAN BEBAS ADHIE MASSARDI

Ukraina Vs Inggris: Elektabilitas Inggris Diuji Lagi

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/adhie-m-massardi-5'>ADHIE M. MASSARDI</a>
OLEH: ADHIE M. MASSARDI
  • Sabtu, 03 Juli 2021, 19:48 WIB
Ukraina Vs Inggris: Elektabilitas Inggris Diuji Lagi
The Football Association/Net
BAHKAN di dunia sepakbola, elektabilitas tak terkait langsung dengan kualitas dan prestasi. Hanya menguntungkan para bandar. Timnas Inggris contohnya.

Dulu pada abad 19 ada ungkapan yang terkenal yang dilantangkan oleh the British Empire: "The empire on which the sun never sets!" Matahari tak pernah terbenam di Kerajaan Inggris.

Ini bukan sekedar ungkapan hiperbolik. Secara harfiah memang begitu. Artinya, di mana pun matahari berada, di bawahnya ada kawasan yang dikuasai (koloni) Inggris, yang luasnya tak pernah lagi dikalahkan oleh negara kolonialis lain di Eropa, kecuali, mungkin, oleh hegemoni Amerika Serikat sekarang ini.

Di dunia sepakbola, orang Inggris juga merasa sebagai penguasa dunia. Lihat saja nama asosiasi sepakbola mereka yang hanya "the FA" (Football Association) tanpa embel-embel nama negaranya seperti asosiasi sepakbola di negara-negara lain di muka bumi. Hanya Inggris yang polos-polos "FA" saja.

Perasaan sebagai penguasa dunia sepakbola diperkuat dengan fakta-fakta lain. Episentrum pergerakan roda (bisnis) kompetisi liga sepabola profesional adalah EPL (English Premier League).

EPL memang surga bagi para pemain dan pelatih bola top dunia, baru Spanyol (La Liga), Italia (Serie A), baru kemudian Jerman (Bundesliga).

Inilah yang bikin elektabilitas The Three Lions, julukan Timnas Inggris, selalu berada di peringkat atas. Sehingga selalu menjadi favorit juara dalam setiap ajang internasional, baik Piala Dunia maupun Piala Eropa seperti sekarang ini.

Tapi believe it or not, sejak memenangi Piala Dunia pada 1966, Inggris hanya tercatat sebagai peserta turnamen. Tanpa prestasi. Paling banter sampai di pintu semi final.

Elektabilitas Inggris yang tinggi justru lebih banyak dinikmati oleh para bandar (judi bola). Sebab dalam setiap laga, banyak orang tertarik bertaruh untuk tim yang kini dimanajeri Gareth Southgate, bekas pemain dan pelatih profesional.

Karena bola di Inggris bisnis raksasa yang menggiurkan, saham klub-klub Inggris masuk dalam kategori bluechips. Banyak investor kelas dunia mengeroyok saham klub bola, dan menggelontorkan uangnya untuk membeli pemain andal dari seluruh dunia. Mereka lalu bermain bersama para pemain lokal.

Saat turnamen antar-negara, para jagoan ini pulang untuk gabung dengan timnas negaranya. Ketika negaranya berhadapan dengan Inggris, tentu saja mereka sudah familiar dengan gaya permainan The Three Lions. Faktor ini antara lain yang sering bikin Inggris lekas pulang kampung lebih awal di banyak turnamen.

Melawan Ukraina


Dini hari nanti (Ahad, 4/7 pukul 02.00) tim yang dimotori striker klub Tottenham Hotspur Harry Kane (kapten) dan Raheem Sterling, penyerang asal Manchester City ini, akan menghadapi Ukraina, debutan Grup C yang prestasinya biasa-biasa saja.

Di babak penyisihan grup, Ukraina dilibas Belanda (3-2), menang 2-1 atas Makedonia, lalu ditekuk 1-0 oleh Austria. Lolos ke 16 Besar dengan poin 3.

Di fase knockout ini Andriy Yarmolenko dkk bikin kejutan, menahan imbang Swedia (1-1) sehingga perlu tambahan waktu 2X15 menit. Sialnya, pada menit ke-99 pemain Swedia Marcus Danielson diganjar kartu merah. Situasi ini dimanfaat tim besutan Andriy Shevchenko. Pada menit injury time (120 + 1) Artem Dovbyk membungkam Swedia secara tragis (2-1).

Meskipun grafik penampilan Inggris terus menaik, tapi saat nanti menghadapi Ukraina kejadian-kejadian di masa lalu bisa saja terjadi. Sebab meskipun tidak banyak pemain Ukraina yang merumput di EPL, tercata hanya Oleksandr Zinchenko di Manchester City dan Andriy Yarmolenko di West Ham, tapi sang pelatih, Andriy Shevchenko alias Sheva, punya pengalaman juga di Chelsea, meski tak lama.

Tapi saya setuju dengan kebanyakan penggemar bola, kita beri kesempatan Gareth Southgate meningkatkan prestasi. Sehingga bukan hanya elektabilitas yang tinggi, tapi juga kualitas.

Dengan demikian The Three Lions tidak menjadi "tiga singa sirkus" tapi singa yang bisa mengaum di semi final, untuk bersiap menunggu banteng spanyol atau menyantap spagheti Italia.

Dinamit Denmark

Lalu bagaimana nasib Denmark yang pukul 23.00 malam ini (Sabtu, 3/7) akan bertemu Republik Ceko?

Sebagai runner up Grup B yang di fase knockout berhasil menyingkirkan Wales yang dimotori Gareth Bale sang bintang, Denmark pada akhirnya bisa mengatasi Ceko.

Denmark punya potensi kembali menjadi dinamit dan bikin kejutan, meledak-ledak seperti pernah terjadi di Piala Eropa 1992. Cuma memang tak bisa berkepanjangan, sebab sekarang sudah banyak penjinak bom. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA