Seperti apa sih pola baru infiltrasi yang dilakukan para pelaku teroris terhadap anak? Begini infiltrasi radikalisme itu pintunya dari banyak
entry, di mana salah satunya melalui pintu guru. Ada saja dalam kasus-kasus sebelumnya anak terinfiltrasi radikalisme melalui oknum guru. Apalagi guru kan ditiru dan menjadi salah satu sumber referensi nilai bagi anak, sehingga apa yang disampaikan oleh guru kadang-kadang tidak terkoreksi oleh anak. Ini meÂmang sangat berbahaya.
Yang kedua adalah tren terbaÂru anak menjadi korban radikaÂlisme itu melalui pintu media sosial. Jadi anak membaca meÂdia sosial, anak berkomunikasi dengan orang lain yang kataÂkanlah itu kelompok jaringan, sehingga yang bersangkutan menjadi terpapar dan masuk jaringannya.
Lalu apa pintu masuk lainÂnya?Yang ketiga melalui proses pengasuhan seperti kasus yang di Surabaya misalnya, di mana anak kemudian dilibatkan menÂjadi pelaku. Ternyata ini adalah diduga melalui proses pengasuÂhan yang dilakukan. Kemudian juga melalui kelompok teman sebaya. Kadang-kadang tidak mudah melakukan deteksi anak main, belajar kelompok, mengerjakan tugas bersama bareng kadang-kadang tidak terdeteksi.
Melihat pola-pola infiltrasi baru itu apa masukan KPAI untuk mencegahnya?Nah, oleh karena itu kami berharap semua pihak harus memberikan atensi khusus terkait radikalisme. Terutama meÂmastikan kekuatan ketahanan keluarga. Lalu memastikan seluÂruh guru tidak terinfiltrasi. Oleh karena itu proses pembibitan menjadi guru di fakultas ilmu keguruan dan tarbiyah itu harus dipastikan bahwa yang bersangÂkutan memang steril dari potensi radikalisme. Dengan begitu maÂka Insya Allah dalam ke depan anak-anak kita akan aman.
Bisa dijelaskan penguatan ketahanan keluarga seperti apa yang efektif untuk menangkal infiltrasi radikalisme?Selain juga aspek penguatan ekonominya, penguatan penÂdidikan, wawasan keluarganya, wawasan pengasihan agar yang bersangkutan tidak memiÂliki radikalisme. Orang tua juga harus mengontrol konten-kontensumber belajar bagi anak. Kita tahu bahwa saat ini sumber belajar sangat luas ada sumber belajar dalam bentuk buku, internet dalam bentuk e-book dalam bentuk PPT
(power point) dalam bentuk lain.
Kalau ada konten-konten penÂdidikan yang berkonten radikal tentu ada upaya pencegahan, jangan sampai itu bisa dibaca oleh anak. Anak-anak saat ini digital native ya anak sebagai pengguna media sosial seolah-olah dunianya.
Soal lain. Baru-baru terjadi kasus pencabulan yang diduga dilakukan seorang guru terÂhadap muridnya di Depok, Jawa Barat. Apa tanggapan Anda terkait kasus itu?Pertama, kami akan sesegera mungkin berkoordinasi dengan Polres Depok. Kami akan usaÂhakan berkoordinasi seintensif mungkin, karena sebenarnya Kapolres Depok juga sudah berkomunikasi dengan kami. Tapi secara prinsip bahwa guru yang terduga menjadi pelaku pencabuÂlan itu tentu tidak bisa ditoleransi. Guru kan seharusnya menjadi figur utama, menjadi figur teladan, figur pendidik buat anak.
KPAI sudah mengecek anak-anak yang menjadi korbannya?Belum, dan nanti tentunya kami akan cek kondisi korban seperti apa, kemudian kami juga akan ikut mendalami seÂcara komprehensif kasusnya. Kami akan lihat apakah korban membutuhkan pendampingan psikologis atau tidak. Dua hal ini tentu menjadi hal-hal yang akan kami pastikan terlebih dahulu.
Lalu apa masukan dari KPAI terkait hal ini?Dengan adanya kejadian ini tentunya diharapkan semua pihak harus melakukan langkah-langkah antisipasi, terutama dinas pendidikan dan juga pihak sekolah. Di sekolah-sekolah negeri tentu pemerintah daerah harus memastikan rekrutmen guru ini penting.
Dipastikan seperti apa?Rekrutmen guru itu harus benar-benar seselektif mungkin, jangan sampai ada calon guru yang kemudian terseleksi namun ternyata katakanlah rentan menÂjadi pelaku kekerasan, rentan menjadi pelaku kejahatan soÂsial, retan emosional, dan sebaÂgainya. Misalnya ada calon guru yang seperti itu tentu memang langsung harus di-cut, jangan direkrut menjadi guru. Karena ini sangat membahayakan buat anak-anak kita. ***
BERITA TERKAIT: