Lantas bagaimana Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menanggapi hal ini? Berikut penjelasan selengkapnya dari Menristekdikti, Mohamad Natsir.
Apakah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi merasa kecolongan dengan penangkapan teroris di Universitas Riau?
Bukan kecolongan, saya sudah berkali-kali cerita kasus ini sudah ada sejak tahun 1983 setelah ada normalisasi kehidupan kampus dan badan koordinasi kemahaÂsiswaan alias NKK/BKK.
Kemudian kampus ada kekoÂsongan kegiatan terus diisi mereka. Hal ini berjalan sampai sekarang, bahkan tidak hanya di perguruan tinggi, baik di SMP dan SMA pun terjadi hal yang sama gurunya terpapar, mahaÂsiswanya pun ikut terpapar.
Lantas cara mencegah hal ini seperti apa? Saya berencana menggalakÂkan program bela negara dan waÂwasan kebangsaan pascakeluarnya peraturan pelarangan terhadap Hizbut Tahrir Indonesia. Dengan demikian kami akan melakukan dengan cara yang lebih giat. Sekarang pun saya telah bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar apa yang terjadi di Riau, atau nantinya muncul di mana saja tidak terÂjadi lagi.
Seperti apa kerjasama pengawasan dengan BNPT? Kami memonitoring semua para dosen dan mahasiswa. Untuk pendataan nanti kami akan lakukan pencatatan semua nomor handphone yang dimiliki dosen. Sedangkan media sosial para mahasiswa kami catat semuanya. Hal ini bertujuan agar kami mengatahui informasi dari para dosen maupun maÂhasiswa.
Apakah BNPT juga dilibatÂkan untuk memantau acara-acara di kampus? Kalau memantau juga tidakÂlah. Pasalnya, kami melakukan kerja sama sejak 2015 saat saya menandatangani nota kesepaÂhaman (MoU). Dengan hal ini saya menindaklanjuti hingga sekarang. Nah, sekarang saya meminta setelah keluarnya peraÂturan pemerintah tersebut pengaÂwasan lebih intensif.
Jadi tidak ada istilah kamÂpus steril dari pemeriksaan. Kampus bukan mimbar akadeÂmik orang lain. Kalau mengÂganggu keamanan apapun itu dan di mana pun itu harus diÂlakukan penindakan. Jadi saya sangat tidak setuju kampus tidak boleh dimasuki.
Tapi penggeledahan di UNRI beberapa hari lalu pihak kepoliÂsian membawa senjata api? Laras panjang atau laras pendek bagi saya bukan urusan itu. Pokoknya yang menganggu keamanan kami persilakan untuk masuk.
Terkait Kampus UNRI apa yang Anda akan lakukan? Saya terus menerus melakuÂkan deteksi dini. Pada saat itu saya telah berpikir kejadian ini akan terjadi. Ternyata bukan dari mahasiswa Riau namun alumni dari Riau datang ke kampus UNRI. Alhasil mereka membuat negara tak aman. Nah ini tidak boleh dan harus kami bersihkan semuanya.
Apakah Anda akan memanggil rektor UNRI? Sudah saya panggil. Nanti tanggal 25 Juni saya akan kumÂpulkan rektor Perguruan Tinggi Negeri, Direktur Politeknik Kopertis. Saya akan kumpulkan dan bicara detail bagaimana cara sistem pengamanan dalam kampus.
Adakah kemungkinan rekÂtor UNRI dicopot? Kemungkinan dengan melihat tingkat kesalahannya. Kalau dia adalah pendukung beda lagi urusannya.
Apakah kejadian di UNRI termasuk kelalain rektor? Ini belum kami pelajari, mengingat kami tengah mengumpulkan data dan informasi. Karena kampus harus betul-betul bebas dari radikalisme. Harus bersih dan tidak boleh terjadi lagi.
Adakah gambaran kuriÂkulum yang akan digalakan Kemenristekdikti untuk ke depannya? Gambaran kurikulum kami akan design kampus harus bisa memahami terhadap keadaan yang ada di Indonesia. Hal ini bertujuan supaya ada keperÂcayaan di dunia kalau kampus tidak aman, apalagi ada orang asing yang masuk. Maka kuriÂkulum terkait kebangsaan dan wawasan bela negara itu yang terpenting lantaran selama ini telah hilang.
Apakah kejadian serupa bisa terjadi di kampus-kamÂpus lain? Menurut saya mungkinlah. Makanya kita semua harus beÂnar-benar preventif. ***
BERITA TERKAIT: