Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

KPK Finalisasi Berkas Perkara 2 Tersangka

Kasus Korupsi Pengadaan Pupuk Hayati

Minggu, 03 Juni 2018, 09:58 WIB
KPK Finalisasi Berkas Perkara 2 Tersangka
Foto/Net
rmol news logo KPK segera merampungkan penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan fasilitas sarana budidaya pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) di Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2013.

"Sudah masuk tahap finalisasi berkas perkara. Sebentar lagi akan dilimpahkan ke tahap penuntutan," kata Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah.

Guna melengkapi berkas perkara, KPK memeriksa bekas Direktur Jenderal Holtikuktura Kementerian Pertanian (Dirjen Holtikultura-Kementan), Hasanudin Ibrahim dan anak buah­nya Kepala Sub Bagian Rumah Tangga dan Umum Sesditjen Holtikultura, Eko Mardiyanto. "Pemeriksaan lanjutan dua ter­sangka telah dilaksanakan pe­nyidik."

Febri menolak menguraikan detil pemeriksaan tersangka. Dia bilang, hasil sementara dari pemeriksaan tersebut, pe­nyidik memutuskan perpanjan­gan penahanan tersangka Eko Mardiyanto.

"Penetapan perpanjangan penahanan untuk EM selama 30 hari. Sejak 8 Mei 2018 hingga 6 Juni 2018," tuturnya.

Eko Mardiyanto merupakansatu dari tiga tersangka kasusdugaan korupsi pengadaan sarana budidaya pendukung pengendalian OPT atau pupuk hayati di Ditjen Hortikultura tahun 2013.

Bersama-sama dengan atasannya,Eko Mardiyanto diduga menyalahgunakan wewenang dalam membelanjakan barang serta pendistribusian pada kelompok tani. Diduga, penyele­wengan tersebut dilakukan dengan berkolaborasi bersama tersangka Sutrisno, "Daerah-daerah tertentu ada yang dii­dentifikasi tidak memperoleh bagian," terangnya. Hal tersebut disimpulkan penyidik setelah memeriksa sejumlah saksi dari berbagai daerah.

Selebihnya, lewat pemerik­saan dokumen proyek, KPK juga mengidentifikasi adanya mark-up harga atau kesengajaan tersangka membengkakkan harga di atas pasaran.

Data lain pun menyebutkan, spesifikasi atau jenis OPT yang dibelanjakan tidak sesuai dengan dokumen proyek. "Ada unsur kesengajaan yang dilakukan ter­sangka untuk menyalahgunakan kewenangannya."

Ditanya apakah penyidik bakal menetapkan status tersangka baru pada pihak lainnya, Febri meminta waktu agar penyidik diberi kesempatan menyelesai­kan berkas perkara. Dia menam­bahkan, saat ini penyidik fokus pada pengentasan berkas perkara tiga tersangka.

Dari hasil penyidikan semen­tara diperoleh indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp10 miliar. Dana proyek yang men­guap tersebut, duganya, diper­gunakan para tersangka untuk kepentingan pribadi.

"Kita sudah telusuri aset-aset para tersangka. Sejumlah reken­ing yang diduga terkait dengan tindak pidana yang dilakukan tersangka juga telah diblokir."  

Diminta memaparkan, apa saja aset pribadi tersangka yang telah disita penyidik, Febri be­lum mau membeberkan.

Febri menambahkan, laman­ya proses penyidikan perkara ini bukan kesengajaan. Menurut dia, banyak sekali saksi atau pihak yang perlu diklarifikasi oleh penyidik. Bahkan, un­tuk keperluan pemeriksaan saksi-saksi, KPK tak jarang harus mengutus penyidik ke daerah-daerah yang menjadi target sasaran distribusi proyek tersebut.  

Kilas Balik
Jadi Tersangka Korupsi, Pejabat Kementan Dipecat

 Kementerian Pertanian memecat Hasanuddin Ibrahim dan Eko Mardiyanto, dua pejabat yang terlibat kasus korupsipengadaan pupuk hayati di Direktorat Jenderal Holtikultura Tahun Anggaran 2013.

"Mereka sudah diberhenti­kan dengan tidak hormat dari lingkungan Kementan," ungkap Kepala Biro Humas Kementan, Agung Hendriadi.

Dalam perkara ini, KPK telahmenetapkan tiga tersangka. Mereka yakni Hasanuddin (Direktur Jenderal Holtikultura 2010-2015), Eko (Pejabat Pembuat Komitmen Ditjen Holtikultura) dan Sutrisno (rekanan).

Menurut Agung, sebelum KPK mengumumkan Hasanuddin dan Eko sebagai tersangka, keduanya telah dicopot dari jabatannya.

Hasanuddin dan Eko diumum­kan sebagai tersangka pada 9 Februari 2016. "KPK menemukandua alat bukti permulaan yang cukup untuk menaikkan status tersebut ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka yaitu HI, EM dan SUT," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati.

Ketiganya disangka mem­perkaya diri sendiri dengan menyalahgunakan kewenangan sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara.

"Kasus ini terkait pengadaan fasilitas sarana budidaya men­dukung pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) untuk diserahkan ke­pada masyarakat di Ditjen Hortikultura Kementan tahun 2013," jelas Yuyuk.

Ditjen Hortikultura menggelar lelang pengadaan pupuk hayati yang akan dibagi-bagikan ke­pada petani. "Kemudian dalam proses ada mark up harga dan ada temuan-temuan yang di­laporkan ke KPK dan dilakukan penyelidikan dan penyidikan," sambung Yuyuk.

Yuyuk mengungkapkan nilai kontrak pengadaan pupuk Rp 18 miliar. Diperkirakan, kerugian keuangan negara dalam pengadaan itu lebih dari Rp 10 miliar.

Hasanuddin, Eko, dan Sutrisno dianggap melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Pengadaan pupuk hayati se­banyak 225 ton untuk 14 daerah ini pernah dipersoalkan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA).

Menurut Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA saat itu, Uchok Sky Khadafi, pemenang tender pengadaan ini adalah PT Karya Muda Jaya dengan nilai sebesar Rp 18,309 miliar.

Modus penyimpangan ang­garan yang ditemukan FITRA adalah dengan memanipulasi se­jumlah dokumen. Di antaranya, persyaratan pupuk hayati yang ditetapkan dalam pelelangan diarahkan kepada merek ter­tentu, yakni pupuk hayati merk Rhizagold, bukan terbuka bagi produk yang lain.

Kedua, spesifikasi pupuk hayati yang dimenangkan dalam pelelangan tidak memenuhi standar dalam Permentan Nomor 7 tahun 2011. Dimana kandungan total spora pada sampel pupuk hayati dibawah standar mutuyang hanya 0,1 -0,3 spora/gram, dan hal ini bertentangan dengan syarrat di Permentan tersebut.

Selain itu, dari hasil pemeriksaantim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan pengam­bilan sampel pupuk dari kelom­pok tani Subur IV di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur yang diuji pada labaratorium Universitas Brawijaya menemukan total kandungan spora hanya 0,3 spora/ gram dari standar 10 spora/gram.

"Terdapat indikasi mark up HPS (harga perkiraan sendiri)untuk pengadaan pupuk hayatimerk Rhizagold sebesar Rp 11.499.798.750," kata Uchok dalam rilisnya.

Berdasarkan dokumen lelang ditentukan nilai HPS sebesar Rp 72.927,25 per kilogram. Sementara harga yang dime­nangkan PT. KMJ (Karya Muda Jaya) sebesar Rp 71.800,00 per kilogram. Jadi nilai total HPS untuk pengadaan 255 ton pupuk hayati sebesar Rp 18,5 miliar.

Tetapi menurut survei pasar yang dilakukan tim BPK, seharusnya, nilai total HPS untuk pengadaan 255 ton pupuk hayati hanya sebesar Rp 7 miliar. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA