Suhardi mengatakan, kerja saÂma ini dibuat lantaran selama ini banyak warga negara Indonesia yang tidak terlacak saat pergi dan datang dari Suriah. "Begitu pun dengan WNA (warga negara asing) yang bisa keluar masuk Indonesia untuk melakukan aksi terorisme. Keluar masuknya WNIdan WNA itu pasti terdata di Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius. Berikut penjelasannya:
Apa saja isi kerja sama antara BNPT dengan Kemenkumham?
Saya melengkapi apa yang disampaikan Bapak Yasonna ya. Jadi kerja sama ini
pertama adalah masalah pertukaran data secara digital. Kenapa? Isu forÂeign terorist fighter juga bukan masalah Indonesia dari negara konflik, tapi juga dari negara lainnya. Kalau kami punya daÂtanya, punya daftarnya, begitu dia mau masuk Indonesia bisa kami pantau.
Kedua, lembaga permasyarakaÂtan ini juga kami kelola dengan baik. Seperti yang disampaikan Pak Yasonna, pengamanan di sana sangat berbeda. Kami juga ikut melatih para sipir di sana. Terkait hal ini kami juga mau ingatkan, para sipir yang terpilih harus tahan banting. Kemudian mereka harus dilengkapi dengan peralatan secukupnya. Sehingga mereka betul-betul punya keÂmampuan untuk menghadapi para napi teroris.
Poin lainnya apa lagi yang masuk dalam nota kesepakaÂtan itu? Lalu yang ketiga, kerja sama ini juga terkait dengan hal-hal lainnya. Intinya semua masalah yang dikerjakan oleh Kemenkumhan dan berkaitan dengan BNPT, akan kami kelola bersama.
Contoh kerja sama lainnya seperti apa itu?Contohnya terkait dengan lapas (lembaga pemasyarakaÂtan) untuk napi teroris. Saat ini napi kasus terorisme belum semuanya bisa tertampung di Nusakambangan. Ada 113 lapas di seluruh Indonesia yang masih menampung napi teroris. Hal ini membuat orang di sana rentan terinfiltrasi paham tersebut. Oleh sebab itu, kami sedang memikirÂkan bersama supaya terkonsenÂtrasi di satu tempat saja.
Memang berapa banyak sih WNI yang kembali dari Suriah yang terindikasi terpapar radikalisme?Ada sekian ratus ya yang suÂdah kembali. Itu data hasil moniÂtor kami. Kami berkerja sama dengan imigrasi. Orang-orang itu tersebar di berbagai wilayah. Saat belum revisi undang-unÂdang (teroris), yang bisa kami lakukan pertama identifikasi semuanya. Lalu kami berikan program deradikalisasi selama satu bulan, kemudian kami kemÂbalikan ke tempatnya.
Apa cukup program deÂradikalisasi selama satu bulan itu untuk menghapus pemahaÂman radikalisme mereka? Orang jadi radikal itu dalam tempo yang lama. Makanya kami minta pemerintah setempat ikut menjemput juga. Sehingga tahu persis dia tinggalnya di mana, bergaul dengan siapa, ikut monitoring juga. Itu yang sebelumnya kami kerjakan.
Sekarang pasca revisi Undang-Undang Teroris apa saÂja yang bisa dilakukan BNPT?Kalau sekarang, dengan unÂdang-undang baru semua bisa kami proses. Yang ikut latihan kena, yang sempat tinggal di sana kena, dan yang dipulangkan juga kami proses. Jadi ada follow up-nya. Ketika kami kunjungan itu ada dua hal yang kami minta dari pemerintah Turki. Pertama supaya lebih awal menginÂformasikan orang-orang yang akan dideportasi. Supaya kami bisa persiapkan di sini. Kedua, transportasinya jangan pakai transit. Kalau transit bisa hilang dia. Kalau langsung bisa kami atur penjemputannya.
Baru-baru ini mahasiswi IAIN Tulungagung, Jawa Timur, dilaporkan telah dideporÂtasi dari Suriah. Bagaimana prosesnya? Masih kami deradikalisasi. Jadi gini, orang-orang dideÂportasi itu orang yang belum bisa masuk ke Suriah, tapi sudah dipulangkan. Sementara orang yang kami selamatkan itu adalah orang-orang yang sudah masuk ke dalam. Mereka sudah 18 bulan di sana. Sehingga kami ambil tesÂtimoninya, apa sih pengalaman mereka selama ini? Ternyata kan janji kosong semua.
Sudah seperti apa tingkat pemahaman radikal mereka-mereka yang sudah lama di Suriah? Nah, ini sama semua mindset-nya yakni, sudah sangat radikal. Bukan hanya kepada orang tuÂanya, tapi kepada anaknya juga. Ini perlu penanganan khusus. Di situlah kami kerja sama dengan Kemenkumham, kami minta daÂta napi teroris dan keluarganya, termasuk orang yang seperti ini. Sehingga kami tahu sebarannya di mana mereka. Kami minta pemerintah daerah monitor juga. Kami juga ikutkan program deÂradikalisasi untuk mahasiswi itu. Kenapa? Karena mindset-nya sudah luar biasa. Makanya kami turunkan tim untuk memonitor semuanya.
Dari kasus pemulangan mahasiswa Tulungagung itu berapa orang yang diproses?Lokasi dan jumlahnya belum bisa kami sampaikan ya. Karena takut mereka akan berpindah-pindah, itu akan menyulitkan kami dalam monitoring. Jadi ada hal yang bisa diungkap, dan ada yang tidak.
Saat ini pemahaman radikal kabarnya sudah menyebar hingÂga ke instansi pemerintahan?Terkait hal itu, kami mengÂharapkan agar masing-masing instansi bisa memverifikasi kembali siapa-siapa yang terpaÂpar. Kemudian proses rekrutmen sangat penting. Rekrutmen harus mengedepankan orang-orang yang punya wawasan kebangÂsaan. Itu untuk yang pegawai negeri. Kalau untuk yang bukan pegawai negeri, saya minta kepaÂda para jurnalis untuk membantu. Sehingga orang-orang terdekaÂtnya bisa tahu, dan menetralisir paham-paham tersebut.
Apa yang akan dilakukan terhadap mereka yang sudah terpapar paham radikalisme?Ya nanti kami proses kaÂlau sudah diverifikasi. Contoh belum lama kami bersama Kemenristekdikti datang ke berbagai universitas untuk memÂberikan pencerahan. Saat itu kami tidak langsung bicara soal deradikalisme, tetapi soal waÂwasan kebangsaan dulu. Karena itu yang hilang dari generasi sekarang. Setelah itu baru kami memberikan materi soal baÂhaya radikalisme, bagaimana pemetaannya, dan bagaimana cara mengatasinya. Jadi kami ingin mengajak masing-masing komponen di perguruan tinggi untuk terlibat, mulai dari rektor, dekan, guru besar, BEM semua terlibat untuk mengindentifikasÂinya. Ini pekerjaan besar, dan kaÂmi sudah berkoordinasi dengan Pak Nasir (Menristekdikti) untuk turun ke berbagai universitas.
Leading sector-nya siapa?Masalah itu nanti kan ada perpresnya. Sekarang itu sedang disusun. Mana nanti posisi TNI, Polri, BNPTsemuanya ada. Tapi koordinasinya ada di BNPT. ***
BERITA TERKAIT: