Kita sudah tahu bahwa beberapa hari lalu telah viral dan menjadi perbincangan publik kemunculan poster dari sebuah Perusahaan plat merah yang isinya list para pendakwah untuk kegiatan Ramadan. Kehebohan mencuat di media sosial mengingat beberapa nama ditengarai sebagai pendakwah yang selama ini materi dakwahnya keluar dari konteks keindonesiaan dan keislaman yang koderat.
Isu poster kemudian direaksi oleh dua fenomena, pertama kemunculan list 200 nama dai positif yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama. Kedua foto suasana santri yang meluber hingga ke jalan saat mengikuti pengajian Ramadan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Kedua realitas ini mencuat hingga kemudian mengundang perdebatan tentang parameter pendakwah. Seperti apakah sosok pendakwah yang ideal itu?
Memasuki hari keempat Ramadan, beberapa pendakwah muncul di Televisi dengan style dan latar belakang yang berbeda-beda. Para pendakwah tersebut--termasuk audiensnya--mengikuti skenario yang telah ditetapkan. Audiens tertawa dan diam pun masuk dalam skenario. Ini fenomena acara dakwah di televisi.
Sedangkan di perkantoran, suasana pengajian Ramadan lebih rileks. Gestur tubuh pendakwah tertata rapi. Performance yang meyakinkan dilengkapi komunikasi yang mumpuni. Audiens pun mengikuti secara santai tanpa kekakuan layaknya di televisi.
Sementara di luar sana, ada lagi fenomena Ramadan yang melibatkan ribuan santri ngaji kepada kiai. Mereka mengikuti kata demi kata yang terucap dari mulut sang kiai. Tanpa skenario namun tak kalah asik dan nikmatnya.
Dakwah itu idealnya dilakukan oleh seorang guru karena pada dasarnya dakwah itu proses belajar mengajar. Maka tidak semua orang boleh berdakwah. Seorang pendakwah yang baik harus memenuhi tiga kriteria, pertama kapasitas keilmuan, ia menguasai ilmu keislaman. Jejak keilmuannya diketahui berikut institusi dan guru-gurunya. Pendakwah juga harus zero interest, tidak berpikir tarif apalagi menjadikannya sebagai profesi. Unsur terpenting lainnya adalah wisdom, yaitu kemampuan menyampaikan nilai sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat.
Ilmu, ketulusan dan kearifan adalah unsur penting bagi seorang pendakwah. Tanpa ketiganya yang terjadi adalah agitasi, amarah dan pengrusakan esensi Islam. Rasulullah bersabda, "Jika suatu perkara diserahkan kepada seseorang yang bukan ahlinya maka tunggu, saatnya akan hancur".
[***]Penulis adalah Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)