Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ramadhan Mengaudit Harta Kita

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/muhammad-sulton-fatoni-5'>MUHAMMAD SULTON FATONI</a>
OLEH: MUHAMMAD SULTON FATONI
  • Minggu, 27 Mei 2018, 14:32 WIB
Ramadhan Mengaudit Harta Kita
M. Sulton Fatoni/Dok
HARI itu sebuah mall besar di Jakarta ramai oleh ratusan anak-anak, ibu-ibu lansia dan dhuafa. Berbekal kupon yang sudah di tangan, mereka belanja keperluan menjelang Lebaran.

Wajah ceria dan keriuhan menghiasi acara tersebut. Inilah wujud dari aksi sosial yang diinisiasi ibu-ibu Pengurus Muslimat Nahdlatul Ulama yang sedang menggelar santunan Ramadhan.

Sementara di pojok lain, kabar baik juga menghampiri sebagian masyarakat Indonesia. Pemerintah kembali melaksanakan kebijakan pembayaran tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13. Anggaran Rp 35 triliun telah disiapkan untuk membayar gaji ke 13 dan THR.

Pemberian THR bertujuan menghadapi Idul Fitri. Sedangkan pemberian gaji atau pensiun atau tunjangan ke-13 bertujuan membantu pegawai dalam menghadapi tahun ajaran baru (Mulyani, 2018).

Kebijakan pemberian THR dan gaji ke 13 ini diyakini menjadi stimulus fiskal dari pemerintah yang akan meningkatkan konsumsi masyarakat (Warjiyo, 2018).

Anak yatim, fakir miskin memang menjadi target biaya konsumsi di bulan Ramadhan. Karena itu pemerintah perlu juga di samping memberikan THR juga menghimbau agar aparatur negara itu menyisihkan rejekinya untuk kelompok berekonomi lemah tersebut.

Imbauan ini dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kelompok rentan ekonomi. Jika hal ini direspon positif tentu gerakan sebagaimana yang telah dilakukan ibu-ibu Muslimat NU itu dapat meluas.

Pada bulan Ramadhan konsumsi masyarakat muslim meningkat. Meskipun sepanjang siang hari berpuasa, namun dorongan beramal saleh mendorong mereka tetap mengeluarkan biaya konsumsi yang justru bisa lebih besar dibanding hari biasa.

Fenomena biaya ibadah yang meningkat ini tentu perlu disikapi secara hati-hati. Sikap kehati-hatian kita terhadap harta itu di samping untuk menjaga diri sendiri juga untuk berkontribusi menciptakan suasan masyarakat yang kondusif. Kasus THR tahun ini misalnya, meski hal itu baik tetap saja menimbulkan syak dan wasangka dari kelompok tertentu.

Harta memang telah menjadi salah satu pemicu fitnah masyarakat kekinian, begitu kira-kira maksud hadits Rasulullah SAW yang diceritakan oleh al-Hasan bin as-Shabah (1038-1124M) dalam kitab 'Manafi’ wa Madharrul Mal' karya KH Yasin Asymuni, Pethuk Kediri.

Sikap kehati-hatian dalam konteks ini meliputi beberapa aspek, di antaranya adalah sumber dari biaya tersebut. Kita dilarang mendapatkan biaya dari sumber yang dilarang agama. Jika sumber biayanya salah tentu status harta tersebut tak boleh dimiliki. Larangan ini berkaitan dengan konsekuensi yang berat, baik di dunia maupun di akhirat.

Seorang ulama Hadits, Syaikh Ali bin al-Ja’d (756-852M) meriwayatkan hadits Rasulullah saw. yang menegaskan bahwa tidak ada keberkahan menyimpan dana haram, membelanjakannya secara baik pun tidak Allah terima, bahkan jika seseorang itu mati justeru harta tersebut menjadi penyebab makin menambah penderitaannya di neraka Jahannam.

Syaikh Muhammad bin Yazid al-Adamy mencatat peringatan Rasulullah saw.  bahwa orang kaya itu bisa jadi hidupnya susah. Karena itu bulan Ramadhan ini sangat tepat dioptimalkan untuk menelisik kembali seberapa bersih sumber harta yang kita miliki.

Di samping itu juga baik dimaksimalkan untuk mengaudit seberapa tepat distribusi harta yang telah kita lakukan. Dua aspek analisa tersebut untuk meyakinkan kita bahwa harta yang kita miliki selama ini tidak mencatatkan defisit belanja kebaikan.  

Kondisi defisit inilah yang mengakibatkan kita selalu cemas memikirkan harta. Sebaliknya surplus kebaikan menjadikan harta kita menenangkan kehidupan. Selamat berpuasa. [***]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA