Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Ketut Prihadi: Saya Jamin Tidak Ada KK Dan NIK Bocor

Rabu, 14 Maret 2018, 11:45 WIB
Ketut Prihadi: Saya Jamin Tidak Ada KK Dan NIK Bocor
Ketut Prihadi/Net
rmol news logo Isu yang menyebutkan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK) bocor menjadi viral di media sosial. Data tersebut dikabarkan bocor setelah di­gunakan untuk registrasi kartu pra bayar kartu telpon seluler. Lantas bagaimana pandangan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) terkait masalah ini? Berikut penu­turan Komisioner BRTI Bidang Hukum, Ketut Prihadi.

Apa tanggapan anda soal isu bocornya data kependudukan?

Mengenai isu data kependudu­kan yang bocor, kalau menurut saya bukan bocor. Bocor itu berarti data di salah satu server, entah di Dukcapil, entah di op­erator bocor. Kalau kebocoran saya jamin tidak, karena di Dukcapil sendiri sudah memiliki sistem pengamanan data yang sangat canggih, begitu juga di operator yang menggunakan ISO 27001.

Yang terjadi sekarang itu penggunaaan data kependudu­kan milik orang lain tanpa hak. Artinya, misalnya ada seseorang yang meregistrasi harusnya pakai NIK dan KK sendiri, tapi malah menggunakan NIK dan KK orang lain.

Lho kok mereka bisa meng­gunakan data NIK dan KK orang lain. Dari mana sum­bernya?

Yang sudah kami cermati ada beberapa. Yang paling kasat mata itu kalau kita masuk ke search egine di internet, kita ketik di situ, maka kita akan mendapat­kan puluhan bahkan ribuan KK. Sebagian besar KK itu adalah KK yang sah. Di sana ada nama, ada NIK, ada nomor KK, bah­kan nama orang tua pun ada. Pertanyaannya dari mana orang-orang itu bisa dapat? Dan siapa yang menyebarluaskan data itu? Sebenarnya isunya di situ. Kalau kami cermati ada beberapa ke­mungkinan. Misalnya kalau kita melakukan kegiatan perbankan kan kita suka diminta KTP dan KK. Lalu kalau leasing kendaraan juga begitu. Nah, jaminan bahwa data pribadi kita pada instansi tadi dirahasikan itu tidak ada, karena tidak ada yang mengawasi. Jadi bisa saja, mohon maaf, diperjual­belikan kemudian disebarluaskan di internet kemudian orang lain menggunakan. Karena memang sekarang itu ada situs-situs yang menyediakan data kependudukan milik orang, yang bisa digunakan untuk registrasi kartu pra bayar. Itu yang harus kita cari solusinya bagaimana.

Tapi ada warga yang bilang NIK dan KK-nya digunakan orang lain untuk meregistrasi hingga 50 nomor?

Itu adalah penggunaan data kependudukan tanpa hak oleh oknum, bukan karena datanya bocor. Jadi pada saat divalidasi ke Dukcapil memang datanya lolos. Itu NIK dan KK-nya di­anggap benar. Masalahnya ada­lah yang menggunakan bukan pemilik sebenarnya dari NIK dan KK tersebut. Kalau itu yang terjadi, seperti tadi yang katanya digunakan untuk 50 nomor, itu nanti akan ada solusinya.

Apa solusinya?
Pertama, pelanggan harus mengecek NIK yang diguna­kan untuk meregistrasi nomor-nomor tersebut. Misalnya saya, saya cuma pakai salah satu nomor dari satu operator, ketika saya cek kok ada 10 nomor. Nah, yang sembilan nomor ini kemu­dian bisa minta dinonaktifkan. Tapi syaratnya adalah saya harus datang ke opratornya.

Kenapa harus ke langsung operatornya?
Karena untuk membuktikan saya, adalah saya. Kalau cuma via SMSNIK-nya ini, KK-nya ini tidak bisa. Jadi dia harus datang ke gerai, dia bawa KTP asli, KK asli, lalu dia minta itu diblok, baru bisa kami lakukan.

Untuk orang yang tidak ak­tif mengecek bagaimana?
Sekarang ini kami sudah membuka fitur cek melalui operator, sehingga masyarakat bisa dengan mudah memastikan apakah NIK-nya digunakan oleh orang lain atau tidak. Jadi kami imbau supaya masyarakat pro aktif melakukan pengece­kan, sehingga bisa tahu NIK-nya disalahgunakan atau tidak. Karena bisa tahunya dari situ. Nah, kalau ketemu seperti itu dia bisa langsung lapor ke BRTI atau ke operator.

Bagaimana cara BRTI mengindentifikasi pengguna tanpa hak ini?
Untuk mengindentifikasi pengguna tanpa hak tadi, kami terus bekerjasama dengan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Pak Zudan. Karena yang paling bisa dicermati adalah, kalau orang menggunakan data orang lain biasanya dia punya niat yang kurang baik. Dan biasanya dia akan mendaftarkan itu untuk banyak nomor.

Jadi yang kami cermati adalah, apakah satu NIK digunakan un­tuk meregistrasi jumlah nomor yang wajar? Misalnya tadi ada 50 nomor. Kalau perorangan mereg­istrasi 50 nomor itu kan bisa dianggap tidak wajar. Kami cer­mati dari situ nanti. Apapun nanti alasannya, menurut ketentuan yang ada itu maksimal tiga nomor per operator yang bisa diregistrasi sendiri. Sisanya boleh, tapi dia harus ke gerai.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA