Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Zainut Tauhid Sa'adiI: Larangan Cadar Karena Ingin Tangkal Radikalisme Di Kampus Kurang Tepat

Rabu, 14 Maret 2018, 10:03 WIB
Zainut Tauhid Sa'adiI: Larangan Cadar Karena Ingin Tangkal Radikalisme Di Kampus Kurang Tepat
Zainut Tauhid Sa'adiI/Net
rmol news logo Kebijakan larangan bagi ma­hasiswi mengenakan cadar yang dikeluarkan rektorat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menuai protes dari berbagai kalangan.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Zainut Tauhid Sa'adi menilai, memakai cadar bagi muslimah bisa dikatakan sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), bukan wujud dari tampilan radikalisme. Menurut dia, paham radikalisme tidak bisa diukur dari aksesoris yang dikenakan seseorang seperti cadar, celana cingkrang, dan jenggot.

Sekadar informasi, larangan penggunan cadar di UIN Sunan Kalijaga diterbitkan, lantaran kampus tersebut sudah dua kali kecolongan ulah mahasiswi bercadar yang melenceng dari nilai-nilai yang dianut oleh sebagian muslim Indonesia. Kepada Rakyat Merdeka, Wakil Ketua MUI, Zainut Tauhid, menyampaikan pandangannya terkait larangan tersebut :

Apa tanggapan MUI terkait dengan adanya aturan laran­gan penggunaan cadar di UIN Kalijaga?
Jadi mengenai hal itu, MUI meminta kepada semua pihak untuk menahan diri dan tidak menjadikan isu penggunaan cadar oleh mahasiswi UIN Sunan Kalijaga (SUKA) sebagai alat untuk saling mendiskreditkan dan menyalahkan antarkelom­pok pandangan keagamaan di masyarakat. Karena dikhawat­irkan dapat memecah belah persatuan dan kesatuan umat Islam.

Namun terkait aturan yang diterbitkan rektorat itu ba­gaimana pandangan MUI?

Pertama, MUI menilai masalah pemakaian cadar bagi seorang muslimah sebagai syarat dan kewajiban untuk menutup aurat adalah masalah cabang dalam agama (furu'iyyat), yang dalam berbagai pendapat para ulama tidak ditemukan adanya kesepa­haman (mukhtalaf fihi). Karena masih terdapat perbedaan pan­dangan di kalangan ulama (kh­ilafiyah), untuk hal tersebut hendaknya semua pihak dapat menerima perbedaan pandan­gan tersebut sebagai khazanah pemikiran Islam yang dinamis dan menjadikan rahmat bagi umat Islam yang harus disyukuri bukan justru diingkari.

Selanjutnya...
Menurut pandangan kami pemakaian cadar bagi muslimah adalah bagian dari pelaksanaan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Meskipun pelaksanaan HAM menurut ketentuan konstitusi itu ada pembatasannya yaitu oleh peraturan perundangan, norma susila dan oleh HAM orang lain itu sendiri. Jadi sepanjang tidak ada larangan yang mengaturnya maka pemakaian cadar bagi mahasiswi di kampus harus dihormati karena hal itu meru­pakan bagian dari pelaksanaan keyakinan agamanya.

Tetapi ada pihak-pihak ter­tentu yang mengaitkan peng­gunaan cadar dengan tinda­kan radikalisme?
MUI menilai ada kesalahpa­haman sementara pihak yang mengaitkan masalah radikalisme dengan pemakaian cadar, celana cingkrang (isybal) dan potongan jenggot dari seseorang.

Jadi itu tidak benar dong?
Oh jelas pandangan tersebut sangat tidak tepat. Karena radikalisme itu tidak hanya diukur melalui simbol-simbol aksesoris belaka seperti cadar, celana cingkrang (isybal) dan potongan jenggotnya, tetapi lebih pada pe­mahaman ajaran agamanya.

Berarti secara tidak lang­sung MUI menilai aturan dilarang menggunakan cadar tidak tepat?
Iya, kurang tepat jika alasan­nya karena ingin menangkal ajaran radikalisme di kampus kemudian melarang mahasiswi memakai cadar.

Kalau penggunaan celana cingkrang dan berjenggot bagaimana itu?
Nah itu justru saya nanti kha­watir setelah larangan (cadar) itu kemudian disusul dengan larangan berikutnya yaitu laran­gan mahasiswa yg memakai celana cingkrang dan berjeng­got.

Lantas apa solusi MUI un­tuk menangkal ajaran radika­lisme di lingkungan kampus atau lingkungan sekolah?
Seharusnya untuk menang­kal ajaran radikalisme harus melalui pendekatan yang lebih komprehensif, baik melalui pendekatan persuasif, edukatif maupun konseling keagamaan yang intensif.

Untuk hal tersebut MUI me­minta kepada semua pihak hen­daknya menempatkan masalah ini sebagai sesuatu hal yang wajar, proporsional dan tidak perlu dibesar-besarkan.

Apakah MUI berniat menemui rektorat UIN Sunan Kalijaga untuk membahas hal ini?
Kita menyerahkan sepenuh­nya kepada pihak rektorat UIN SUKA (Sunan Kalijaga) yang memiliki otoritas dan kewenan­gan mengatur kampusnya, baik melalui berbagai penerapan peraturan yang tidak bertentan­gan dengan nilai agama, norma susila dan undang-undang yang ada. Maupun melalui berbagai pendekatan dan solusi yang komprehensif, maslahat dan bermartabat.

Beberapa tahun yang lalu, pemerintah mengendus ada kampus yang terindikasi men­jadi tempat penyebaran pa­ham radikalisme. Bagaimana dengan indikasi tersebut?
MUI yakin bahwa kita semuanya tidak berharap bahwa kam­pus menjadi sarang penyebaran paham radikalisme, liberalisme, dan tempat yang menanamkan sikap phobia terhadap agama Islam. Justru kan kita semuanya berharap bahwa kampus men­jadi tempat persemaian nilai-nilai ajaran Islam yang moderat (wasathiyah) dan Islam yang rahmatan lil alamiin. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA